Oerban.com – Self love menurut Khoshaba (2012) adalah kondisi ketika kita dapat menghargai diri sendiri dengan cara mengapresiasi diri saat kita mampu mengambil keputusan dalam perkembangan spritual, fisik, dan juga psikologis. Pertanyaan nya adalah, sudahkah kamu menghargai dan menyayangi diri kamu sendiri?
Kita sering kali berada di sebuah situasi yang dimana harus mengorbankan diri sendiri atau dihadapkan dengan pilihan yaitu membuat diri sendiri tenang atau membuat orang lain senang. Sebuah kata “ tidak “ seolah tidak pernah ada dalam kamus hidup kita. Kita semua terlahir di dunia ini memegang banyak peran dalam hidup orang lain, tapi tentu saja tidak dengan menyenangkan semua orang. Sebenarnya , tidak masalah membuat orang lain senang tetapi tidak dengan menggunakan diri sendiri sebagai korban, misalnya kamu diajak pergi dengan teman-teman kamu tetapi kamu baru saja pulang kuliah dengan keadaan lelah, dan untuk berkat “ tidak” kamu takut untuk mengatakannya, kamu takut dijauhi teman-teman lalu di cap sombong, atau pun terlalu takut akan ada banyak omongan . Padahal, secara psikis dan fisik kamu sudah terlalu lelah, tetapi rasa tidak enak dan takut berkata tidak yang akhirnya membuat kamu terpaksa melakukannya. Rasa tidak enak atau takut berkata tidak menurut seorang Psikolog adalah salah satu langkah menuju bunuh diri.
Kenapa kita terlalu takut untuk berkata tidak? tentu karena kita takut untuk mengecewakan orang lain, takut membuat sedih dan tidak membahagiakan orang lain. Kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana cara membahagiakan orang-orang disekitar kita . Apakah kita pernah memikirkan kebahagiaan kita sendiri? Tanpa disadari kita semua masih terlalu jauh dari Self love .
“Duh gimana dong, nanti kalau terlalu memikirkan diri sendiri dibilang egois”
Self love dan selfish, atau yang biasa kita sebut egois adalah dua hal yang berbeda . Ketika kita bisa melakukan self love, kita mencintai diri sendiri tanpa merugikan dan menyinggung orang lain, beda lagi ketika kita mementingkan diri sendiri dan membuat perasaan orang lain terluka itulah yang kita sebut selfish. Kita ini bisa mencintai,menyayangi,menghargai dan mengapresiasi diri sendiri tanpa membuat pihak lain terluka atau merasa tidak bahagia. Namun, permasalahannya adalah sulitnya berkata “tidak“ menjadi penyebab kenapa kita seringkali menyakiti diri kita sendiri.
Lalu mulai dari manakah kita untuk mencintai diri sendiri? Apakah kita harus selalu membeli hadiah untuk diri sendiri sebagai apresiasi? tentu saja tidak. Boleh saja kita sesekali melakukan self reward. Namun, sejatinya mencintai diri sendiri bisa dimulai dari hal-hal sederhana .
self awareness atau kesadaran diri . Terkesan sepele, namun kita perlu sadar apa sebenarnya tujuan dan apa yang kita punya untuk membahagiakan diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri kita jadi lebih paham bagaimana mendengarkan diri sendiri, karena kita seringkali mendengarkan orang lain tetapi lupa untuk mendengarkan diri sendiri.
Self worth atau harga diri. Ini sangat diperlukan supaya kita tidak mengikuti standar orang lain, bahwa kita bisa menciptakan standar sendiri dari harga diri yang kita punya.
Kepercayaan diri. Jika tadi kita sudah melakukan self worth, pasti akan memudahkan kita untuk percaya diri dengan apa yang kita punya dan belajar mencintai apa yang ada didalam diri kita.
Self care ini bisa kita mulai dengan menjaga fisik ataupun mental kita sendiri, melakukan kegiatan menyenangkan untuk diri kita sendiri dan stop untuk membandingkan diri kita bahkan mencaci diri kita sendiri.
Kita terlalu sering meminta maaf dan berterimakasih untuk orang lain, tapi pernah kah kalian mengucapkan terimakasih untuk diri sendiri? Belajar beranilah mencintai diri sendiri dengan berani berkata “ tidak “ dan mengucapkan terimakasih ke diri sendiri bahwa untuk berdiri di posisi saat ini, ada banyak hal yang kalian lalui dengan lelah dan tidak mudah. Karena ada sebuah kutipan yang mengatakan bahwa “ Your mental health is more important than your career, money, and others people’s opinion”. Jadi, cintailah diri sendiri karena satu-satunya yang pegang kendali adalah diri sendiri.
Penulis: Eva Yulianti