MENDEREK MORALITAS PNS
Oleh : Hendri. Y, SP*
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir kasus-kasus yang menimpa Pegawai Negeri Sipil (PNS) begitu menyeruak. Sebagian besar kasus berkisar pada persoalan judi, minuman keras, narkoba, dan kasus asusila. Teranyar adalah kasus perselingkuhan oknum PNS Muaro Jambi yang tertangkap razia Satpol PP Kota Jambi, Juli 2018 yang lalu.. Terkadang kita jadi berfikir, kenapa Jambi terkenal di kancah nasional oleh kasus-kasus yang tidak senonoh dan memalukan dan bukannya terkenal oleh prestasi.
Angka perceraian di Provinsi Jambi masih cukup tinggi. Dalam tiga tahun terakhir (2016 – Maret 2018), tercatat 9.372 perkara perceraian di Pengadilan Agama di seluruh kabupaten/kota se Provinsi Jambi. Meningkatnya angka perceraian ini disebabkan berbagai faktor. Jumlah ini masih sangat mungkin bertambah, mengingat tidak semua perkara perceraian didaftarkan atau melalui proses gugatan di pengadilan.
Angka ini menandakan pola prilaku dan kehidupan PNS Jambi mulai kehilangan arah, mulai kehilangan jati diri padahal sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat sudah seharusnya mereka menjadi panutan dan memberikan tauladan bagi masyarakat Jambi secara luas. Perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Jambi 45 persen adalah masyarakat yang berumur 21 hingga 40 tahun, 17 persen berumur 41 hingga 57 tahun. Sisanya campuran kedua skala usia itu. Dari segi pekerjaan, 30 persen kasus perceraian tersebut adalah pekerja swasta, 25 persen wiraswasta. Sementara PNS, TNI dan Polri ada 5 persen.
Jika memperhatikan perkembangan kasus demi kasus, berita demi berita akan dapat disimpulkan bahwa tengah terjadi degradasi moral dikalangan PNS Jambi. Degradasi moral ini tidak hanya berdampak terhadap timbulnya kasus perselingkuhan namun juga berakibat pada persoalan tertib hukum lainnya, berakibat pada pola hubungan tingkah laku dimasyarakat, munculnya penyakit masyarakat lain secara komunal. Dalam beberapa diskursus, ada beberapa penyebab timbulnya kasus perselingkuhan ini, antara lain :
1. Rumah tangga yang hambar
Dalam hidup berumah tangga, pola interaksi antara suami, istri dan anak bukanlah berpola topdown-buttun up, bukan pula seperti kontrak kerja. Akan tetapi pola hubungan antar ketiganya adalah hubungan parallel-horizontal. Bahwa suami kepala rumah tangga adalah hak mutlak yang tidak bisa disanggah, bahwa istri punya tanggungjawab yang besar akan keutuhan keluarga juga kewajiban, bahwa anak punya kewajiban menghidupkan suasana rumah juga pekerjaan yang tidak kecil artinya, hanya semuanya perlu dibangun dalam nuansa keharmonisan. Mengelola rumah tangga itu butuh seni tersendiri, ibarat makanan, perlu dibumbui dengan berbagai atraksi yang mampu membangun suasana romantis sehingga tidak terasa hambar dan berjalan apa adanya.
Baik suami, istri maupun anak punya tangggungjawab yang sama dalam menghadirkan keharmonisan dalam rumah tangga. Maka setiap tahun setiap rumah tangga dianjurkan membuat tujuan hidup bersama, capaian hidup keluarga sehingga semua bergerak berdasar visi yang telah dibangun. Kadangkala usaha membangun visi bersama ini yang belum matang bahkan hanya segelintir keluarga yang membuatnya. Padahal dari sisnilah segalanya bermula, ibaratkan kapal yang akan berlayar, koordinat tujuan sudah terlebih dahulu ditentukan, karena kalau tidak demikian maka kapal akan berlayar tanpa haluan dan berakhir dalam ombangan ombak dilautan. Rumah tangga yang hambar biasanya tidak akan bertahan lama.
2. Gagap teknologi
Hadirnya era gaget dalam bidang teknologi membuat sebagian besar masyarakat menjadi gagap. Teknologi gaget mampu menghiptonis siapapun, kapanpun dan dimanapun untuk menikmati jelajah dunia maya dalam waktu yang singkat. Beragam model jejaring sosial dan komunikasi hadir dengan beragam kelebihannya masing-masing. Disini, tidak semua orang bisa dengan cepat melakukan adaptasi dan mengambil manfaat dalam bidang teknologi ini. Gagap teknologi inilah yang memicu seseorang untuk berselancar tanpa mampu mengendalikan dirinya dan pada akhirnya terjebak dalam kubangan hitam dialog dua manusia tanpa ingat akan Tuhan.
Beragamnya jejaring sosial media, semisal facebook, twitter, whatshap, dan lainya seperti hantu yang mengelayuti angan siapa saja. Tanpa mempedulikan dampak yang akan timbul, para pengguna akun social ini terus mengumbar nafsu kepada siapapun.
Disini terlihat jelas, bahwa gagap dalam teknologi bukan saja gagap dalam penggunaan dan pemakaiannya secara teknis, namun gagap dalam memanfaatkan teknologi tersebut bagi kebaikan dan menebar manfaat. (bersambung)