email : [email protected]

28 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Serba-Serbi Active Listening (Bagian 3-1): Kiat-Kiat Mempersiapkan Diri Sebelum Mendengar Orang Lain

Populer

Penulis: Ghina Syauqila

Sahabat, pada artikel sebelumnya yang dapat Sahabat baca di sini (Serba-Serbi Active Listening (Bagian 1): Hearing dan Listening, Apa Bedanya?) dan (Serba-Serbi Active Listening (Bagian 2): Seni Active Listening yang Sesungguhnya), Sahabat telah mengetahui apa perbedaan hearing dan listening serta apa yang dimaksud dengan active listening secara harfiah. Pada artikel kali ini, kita akan membahas bagaimana kiat-kiat mempersiapkan diri sebelum mendengar orang lain.

Sebelum mulai mendengarkan orang lain, kita harus lebih dulu mempersiapkan diri agar siap secara lahir batin. Karena active listening bukan sekadar mendengarkan, melainkan mendengar dengan penuh perhatian, fokus, serta memberikan respon yang sesuai dengan yang dibutuhkan orang yang bercerita, untuk dapat memerhatikan, fokus, dan memberikan respon yang sesuai tersebut kita harus mempersiapkan diri secara optimal lebih dulu. Karena jika tidak mempersiapkan diri secara optimal, proses active listening yang kita lakukan tidak efektif dan berdampak untuk diri orang yang bercerita.

DO (YANG HARUS SAHABAT LAKUKAN UNTUK MEMPERSIAPKAN DIRI)

Menjaga kesehatan fisik dan mental kita agar tetap fit dan prima sebelum mendengarkan. Di saat orang lain bercerita, kita menjadi “tong sampah” bagi emosi orang lain atau ibaratnya menjadi “gelas kosong” yang diisi orang lain. Sehingga acap kali, setelah melakukan active listening, kita menjadi lelah dan butuh memulihkan tenaga, walau hati kita merasa sangat bahagia dapat membantu orang lain. Karena itu, sebelum mulai mendengarkan orang lain, perlu untuk kita menjaga kesehatan fisik dan mental lebih dulu agar kita maksimal dalam mendengarkan.

Menyelesaikan masalah kita terlebih dahulu sebelum mendengarkan masalah orang lain. Sahabat, sebelum mendengarkan orang lain, alangkah lebih baik jika menyelesaikan masalah kita lebih dulu apabila saat itu kita punya masalah. Jika kita belum selesai dengan masalah kita sendiri, kita berpotensi untuk ‘ter-trigger’ dan trigger tersebut dapat membuat kita tidak objektif dalam mendengarkan dan merespon klien. Contohnya: misalnya ada seorang perempuan yang selalu bermasalah dalam hubungan asmaranya. Ia berkata bahwa semua laki-laki itu brengsek. Nah, ternyata kita juga pernah mengalami masalah asmara serupa, di mana kita terus dikecewakan lelaki. Lalu kita merespon dengan: “iya, kamu benar, semua laki-laki itu brengsek.” Akibat-nya kita jadi tidak objektif. Yang seharusnya kita membantu orang lain mengubah pola pikir agar tuntas dari permasalahannya, malah jadi kita yang uring-uringan karena keingat momen menyakitkan itu.

Baca juga  PTM Harus Utamakan Kesehatan Lingkungan dan Siswa
- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru