Penulis: Siti Aisyah
Menurut Ki Hadjar Dewantara, kebudayaan adalah cipta, rasa dan karsa. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna di dunia ini karena memiliki kebudayaan sebagai landasan perilakunya, yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya. Ki Hadjar Dewantara mengartikan kebudayaan nasional adalah segala puncak dan sari kebudayaan daerah di seluruh kepulauan Indonesia baik yang lama maupun baru yang berjiwa nasional (1967.96) pendapat Ki Hadjar Dewantara juga terdapat dalam pasal 32 UUD 1945. Kebudayaan menurut Ki Hadjar Dewantara juga berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Menurut Ki Hadjar Dewantara kebudayaan dikembangkan dengan teori TRIKON, yaitu secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Kontinyu artinya kebudayaan asli yaitu sari-sari dan puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah terus menerus dan secara berkesinambungan dimunculkan Konvergen artinya kebudayaan asli dipadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan bangsa secara selektif (dipilih dan ditolak) dan adaptif (menyatu seperti air dengan gula). Konsentris artinya menyatu dengan kebudayaan dunia (mengglobal) dengan catatan masing- masing bangsa tetap membawakan kepribadian masing-masing. Pengembangan kebudayaan dilakukan melalui pendidikan yaitu pendidikan baik pendidikan di keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat.
Ki Hadjar sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya lokal dan budaya luar, hal ini dapat dilihat dari aplikasi pemikiran pendidikan Ki Hadjar di Perguruan Taman siswa yang tidak asal memelihara kebudayaan kebangsaan, tetapi pertama-tama membawa kebudayaan kebangsaan itu kearah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman, kemajuan dunia (baik lokal maupun dunia internasional) demi kepentingan hidup rakyat lahir dan batin pada tiap-tiap zaman dan keadaan. Taman Siswa didirikan untuk menentang penjajahan melalui jalur pendidikan dan kebudayaan.Ki Hadjar menitik beratkan pada ajaran budi pekerti atau kesusilaan, ajaran kemanusiaan (humanisme), kemerdekaan (kebebasan), dan budaya bangsa (multikultural).
Karena Ki Hadjar menginginkan pendidikan yang selaras dengan produk budaya bangsa, sebagaimana yang tertuang dalam asas Pancadharma yang bercorakkan kebudayaan dan kebangsaan serta tidak memihak golongan, pendidikan yang tidak bersumber dari satu agama tertentu, tetapi pendidikan yang merdeka, humanis, dan universal yang bisa merangkul semua unsur agama,keyakinan, golongan, suku, dan ras (multikultural).
Ki Hadjar percaya pada keluhuran budi pekerti yang didapat dari prinsip nasional, kultur, dan nilai-nilai ketimuran. Prinsip itulah yang mendasari asas dan tujuan pembentukan Taman Siswa setelah meninjau gaya pengajaran di sekolah buatan Belanda, Hogere Burgerschool, yang tidak memberikan pelajaran budi pekerti. Ki Hadjar Dewantara juga menyebutkan kebudayaan dasar Indonesia telah mencakup nilai-nilai luhur dengan adanya sebutan nama-nama untuk guru besar seperti dwijawara, hajar, pandita, wiku, dan bengawan. Ia juga menekankan pentingnya keluarga sebagai budaya pendidikan yang paling penting.
Unsur Kebudayaan
Kebudayaan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah buah budi dan hasil perjuangan hidup manusia. Sebagai buah budi manusia kebudayaan digolongkan menjadi 3 yaitu :
Buah pikiran, seperti : ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan dan pengajaran, filsafat, dan sejenisnya.
Buah perasaan, yaitu segala yang bersifat indah, luhur, baik, benar, adil, seperti: adat istiadat (etika), seni (estetika), religiusitas, dan sejenisnya.
Buah kemauan, yaitu semua cara perbuatan dan usaha manusia, contohnya aturan, hukum, perundang undangan, tata cara, perdagangan, perindustrian, pertanian dan sejenisnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat), dalam perjuangan mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai-bagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Sebagai buah perjuangan manusia yang berada di dalam satu alam dan satu zaman, maka kebudayaan itu selalu bersifat kebangsaan (nasional) dan mewujudkan sifat atau watak, yakni kepribadian bangsa. Dan inilah sifat kemerdekaan kebangsaan dalam arti kultural.
Tiap-tiap kebudayaan menunjukan indah dan tingginya adab kemanusiaan pada hidupnya masing-masing bangsa yang memilikinya; dalam hal ini keluhuran dan kehalusan hidup manusia selalu dipakainya sebagai ukuran.
Tiap-tiap kebudayaan sebagai buah kemenangan manusia terhadap segala kekuatan alam dan zaman, selalu memudahkan dan melancarkan hidup serta memberi alat-alat baru untuk meneruskan kemajuan hidup; sedang memudahkan serta memajukan berarti pula memfaedahkan dan mempertinggi hidup.
Hidup tumbuhnya kebudayaan, sebagai buah budi manusia, kebudayaan tidak luput dari segala kejadian dan tabiat yang ada pada hidup manusia:
Lahir, bertumbuh, maju, berkembang, berbuah, sakit, menjadi tua, mundur dan mati.
Kawin dan Berketurunan
Secara “asosiasi”, yakni berkumpul tetapi tidak bersatu, kerap kali menurunkan bastaard, yakni bersifat campuran dan kadang-kadang menunjukan kemunduran atau dekadensi. Secara “asimilasi”, yakni bersatu padu atau manunggil dan biasanya menurunkan “angkatan baru yang murni”
Mengalami seleksi: apa yang kuat terus hidup, yang lemah mati. Setelah hukum evolusi lain-lainnya tak dapat dihindari di dalam hidup kebudayaan. Maka kebudayaan (cultural, cultivare, colere) ialah memelihara serta memajukan hidup manusia ke arah keadaban. Dalam pada itu termasuk pula pengertian “memuja-muja” (cultus, vereering) dan inilah yang kerap kali menyebabkan hidup bekunya (verstaaring) kebudayaan.
Hubungan Pendidikan dan Kebudayaan
Pendidikan menaburkan benih kebudayaan dimana pendidikan merupakan instrument tumbuhnya peradaban untuk melestarikan kebudayaan.
Koentjaraningrat dan Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Dengan demikian tanpa proses pendidikan kedudukan kebudayaan tidak akan berkembang. Sangat jelas peranan pendidikan dalam kebudayaan, keduanya tidak terlepaskan antara pendidikan dan kebudayaan.
Kebudayaan nasional hari ini mendapatkan tantangan berat dengan era global dan teknologi, segala akses informasi antar Negara tidak ada penghalang, semua dengan mudahnya mendapatkan apa yang diinginkan. Apalagi anak-anak sudah banyak diberi kebebasan memegang Smartphone. Walaupun pada dasarnya tidak semua globalisasi membawa ke arah destruktif, tapi bagaimana budaya dari luar kita kemas dengan kearifan nasional.
Dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang kebudayaan, kita harus memelihara serta memajukan hidup manusia kearah keadaban. Oleh karena itu harus selalu diingat beberapa pemikirannya di bawah ini.
1. Pemeliharaan kebudayaan harus bertujuan memajukan dan menyesuaikan kebudayaan dengan setiap pergantian alam dan zaman.
2. Karena pengasingan (isolasi) kebudayaan menyebabkan kemunduran dan kematian, maka hubungan antara kebudayaan masyarakat harus selalu terjaga.
3. Pembaharuan kebudayaan mengharuskan adanya hubungan dengan kebudayaan lain, untuk mengembangkan dan menyempurnakan atau memperkaya kebudayaan sendiri.
4. Memasukan kebudayaan lain yang tidak sesuai dengan alam dan zamannya merupakan pergantian kebudayaan yang menyalahi tuntutan kodrat dan masyarakatnya, dan hal ini membahayakan.
Kemajuan kebudyaan harus berupa kelanjutan langsung dari kebudayaan nasional (kontinuitas), menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap mempunyai sifat kepribadian didalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentrisitas).