Oerban.com – Salah satu stigma negatif yang masih berkembang hingga saat ini adalah penyakit mental merupakan tanda lemah iman. Dengan adanya stigma ini, seseorang yang tengah berjuang melewati masa stres dan depresinya seringkali merasa tersudut dan tidak mendapatkan dukungan yang semestinya.
Banyak orang yang merasa tertekan dengan pandangan negatif tersebut. Padahal, stigma ini hanyalah sebuah penilaian semata tanpa ada pembuktian dan cenderung menjadi bentuk penghakiman yang keliru.
Berbicara mengenai keimanan, tidak ada tolak ukur yang pasti dalam menilainya. Keimanan mutlak sebagai penilaian Tuhan tanpa campur tangan pihak mana pun. Tak ada yang bisa menilai kadar keimanan seseorang hanya melalui kondisi yang tampak dari dirinya. Justru, saat stres dan depresi, banyak orang yang lari kepada Tuhannya untuk memohon jalan keluar atas permasalahan yang tengah dihadapi.
Faktanya, masih banyak jiwa yang memilih kembali kepada Tuhannya saat dunianya tak baik-baik saja. Dengan demikian, stigma mengenai iman yang lemah saat mengalami permasalahan mental hanyalah praduga tanpa bukti.
Mengurangi dampak buruk dari stigma ini dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman yang tepat mengenai hubungan antara kesehatan mental dan keimanan, sehingga kita tidak mudah memberikan label “lemah iman” kepada seseorang. Melalui artikel ini, kita akan membahas mengapa stigma tersebut perlu diluruskan.
Penyakit mental sering kali dihubungkan dengan lemahnya iman. Padahal, lemahnya iman bukan hanya satu-satunya penyebab orang mengalami gangguan mental, bahkan banyak sekali faktor yang jauh lebih berpengaruh yang memicu gangguan tersebut.
Jika kita teliti lebih dalam lagi antara penyakit mental dengan keimanan sebenarnya adalah hal yang jauh berbeda. Gangguan mental adalah kondisi yang berkaitan dengan kendala dalam pengendalian mental seseorang, sedangkan keimanan berkaitan dengan apa yang diyakini dalam hati. Iman memiliki makna perasaan yakin atau pembenaran hati terhadap sesuatu, yang secara istilah syariat mencakup tiga hal: keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan, dan perbuatan dengan amal perbuatan.
Seiring perkembang zaman, tantangan terhadap kesehatan mental semakin memerlukan perhatian yang diakibatkan oleh tekanan sosial, tuntutan ekonomi, dan perkembangan teknologi. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat mengalami beberapa kendala kesehatan mental seperti mengalami stres, kecemasan, hingga depresi yang berlarut-larut (Adrian & Agustina, 2019). Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti persaingan dalam pekerjaan, ketidakpastian ekonomi, dan pengaruh media sosial turut memberikan dampak terhadap kesehatan mental individu.
Beberapa penelitian psikologi modern membuktikan bahwa individu yang memiliki spiritualitas yang kuat cenderung memiliki kemampuan yang lebih dalam menyelesaikan tekanan hidup. Hubungan antara spiritualitas dan kesehatan mental semakin banyak diteliti, dan menunjukkan hasil bahwa keimanan dapat menjadi faktor pelindung terhadap gangguan mental.
Berdasarkan hasil studi menyatakan keimanan yang kuat memberikan seseorang perasaan makna dan tujuan dalam hidup. Dengan adanya keyakinan bahwa hidup memiliki arah yang jelas, individu dapat lebih optimis dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal. Sikap positif ini berperan dalam meningkatkan kesejahteraan mental.
Stigma yang mengaitkan gangguan mental dengan lemahnya iman merupakan pandangan keliru yang perlu diluruskan. Kesehatan mental dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis, sosial, dan biologis, bukan hanya aspek spiritual. Justru, spiritualitas dan keimanan yang kuat dapat menjadi penopang penting dalam membantu seseorang menghadapi tekanan hidup. Oleh karena itu, alih-alih menghakimi, kita perlu lebih memahami pentingnya dukungan, edukasi, dan empati bagi mereka yang sedang berjuang dengan kondisi mentalnya.
Penulis: Nanda Aulia Putri

