email : [email protected]

26.7 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

MENGURAI PETISI ALIANSI MAHASISWA UNJA

Populer

Jambi, Oerban.com – Sebagai mahasiswa akhir yang terkena imbas Covid-19, saya turut prihatin dengan kondisi saat ini. Di berbagai media sosial, adik-adik mahasiswa tampak mengeluh karena beban tugas yang bertambah menumpuk, transfer pengetahuan yang kurang maksimal, serta kendala teknis yang mungkin membuat mereka menyerah dan ingin menikah saja.

Namun, kabar baiknya, bukan kita saja yang mengalami kondisi ini. Ada jutaan mahasiswa lain di luar sana yang juga mengalami hal serupa. Jadi, peluk dirimu sendiri, berikan puk-puk dan katakan “yok yok bisa yok” dengan pelan.

Hidup ini memang tidak lepas dari aksi dan reaksi, sebagai pribadi intelektual, memang mahasiswa memiliki peran penting dalam merespon keadaan yang ada. Munculnya petisi online via change.org yang dibuat oleh aliansi mahasiswa UNJA beberapa waktu lalu, membuat gaduh dunia persilatan. Ada yang merespon cepat dengan memberi tanda tangan, ada yang membuat story di WhatsApp dengan caption yang berapi-api, namun ada juga yang bersikap biasa saja. Untuk bagian terakhir, jika itu kamu, segeralah beristighfar astaghfirullahalaziim.

Mari kita masuk pada bagian serius, petisi online yang sudah ditandatangani oleh 606 orang saat diakses pada (30/3) Pukul 20.34 Wib tersebut memiliki beberapa kerancuan dalam penulisan maupun tujuan secara keseluruhan. Berikut uraiannya:

Nama terang pembuat petisi
Petisi online yang beredar tersebut dibuat atas nama aliansi mahasiswa UNJA, bukan nama perseorangan. Padahal dalam kasus petisi online yang ada, pembuat adalah nama terang perseorangan. Hal ini selain untuk menarik simpati publik, juga berhubungan dengan kampanye atau lobi dengan pihak terkait, sehingga tidak mudah dimanfaatkan dan diragukan oleh mahasiswa UNJA sendiri.

Tujuan yang kurang rigid
Pada paragraf kelima, dengan poin tuntutan isi petisi menyatakan usulan yang pertama, mengurangi beban tugas kuliah bagi mahasiswa. Mengurangi berbeda dengan efektif, jika petisi ini berhasil yang akan terjadi ialah pengurangan tugas (tanpa diketahui sebatas apa), maka jika dosen mengurangi pemberian 5 butir soal esai dapat dikurangi menjadi 4, atau resume yang sebelumnya diminta 4 bab menjadi 3 bab dapat dibenarkan. Padahal belum tentu hal tersebut efektif bagi si mahasiswa. Maka ukuran bobot beban tugas dan efektivitas pemberiannya perlu dipertimbangkan.

Baca juga  Pimpinan Komisi VI Minta Erick Thohir Dipanggil Terkait Penggunaan Antigen Bekas

Kedua, mengembalikan uang kuliah atau subsidi kuota bagi mahasiswa karena menggunakan sistem daring. Secara bahasa, penggunaan kata hubung ‘atau’ digunakan sebagai pilihan, dalam hal ini apakah pihak kampus akan memilih mengembalikan uang kuliah atau malah memberikan subsidi kuota. Disinilah letak kerancuannya, pihak pembuat petisi seperti belum matang dalam hal inisiasi pembuatan petisi ini, karena tidak ada penjelasan UKT pada semester berapakah yang perlu dikembalikan, atau bahkan UKT mahasiswa secara keseluruhan sejak masuk kuliah serta satu tujuan diantara kedua pilihan ini yang kiranya sesuai dengan mahasiswa UNJA.

Selama pandemi Covid-19 melanda, di berbagai kampus di Indonesia, baru ada satu universitas yang berani menerapkan pengembalian UKT mahasiswa yaitu Universitas Negeri Semarang, berdasarkan surat edaran tentang pengembalian registrasi semester genap 2019/2020. Namun untuk subsidi kuota sudah dilegitimasi oleh beberapa kampus seperti, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Diponegoro, serta Universitas Dian Nuswantoro pada (30/3). Sehingga permintaan untuk subsidi kuota dalam hal ini dapat dianggap wajar saja. Namun, redaksional jumlah besarnya pun perlu ditambahkan. Kontradiksi juga tak terhindarkan antara isi petisi dengan pamflet yang beredar. Pada pamflet, bertuliskan subsidi kuota internet untuk mendukung e-learning, padahal jika mengacu pembelajaran mahasiswa UNJA yang menggunakan edmodo, google classroom, Skype, zoom dsb belumlah termasuk sistem e-learning, melainkan hanya sistem pembelajaran daring saja.

Kesalahan bahasa yang digunakan
Fungsi bahasa dalam petisi yang diajukan sangat penting peranannya sebagai faktor ketersediaan mahasiswa UNJA dalam memberikan tanda tangan. Namun, dalam petisi yang dibuat oleh aliansi mahasiswa UNJA tersebut masih banyak penggunaan kata, tanda baca, huruf besar, spasi antar paragraf maupun tanda hubung yang kurang efektif, sehingga terkesan tidak ilmiah dan serampangan.

Baca juga  Viral Petisi Menolak Kartu Vaksin, Aleg PKS: Sikapi dengan Bijaksana dan Jangan Jadi Kebijakan Diskriminatif

Namun dari beberapa kerancuan tersebut, kita patut mengapresiasi semangat aliansi mahasiswa ini. Poin yang perlu ditambahkan barangkali adalah sistem operasional prosedur (SOP) untuk mengefektifkan keberlangsungan sistem belajar dan bimbingan online yang berlaku. Dosen sebagai tenaga pendidik yang bertanggung jawab atas transfer knowledge harus benar-benar bisa menyesuaikan dan merealisasikan dengan baik kepada mahasiswa. Terlebih dalam tata aturan di Indonesia, belum ada undang-undang yang mengatur lembaga penampung petisi, serta tidak ada kewajiban bagi pihak terkait untuk menjawab berapapun tanda tangan yang terkumpul dari petisi ini.

Penulis: Novita Sari
Editor Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru