Kota Jambi, oerban.com – 24 September 2019. Pagi itu, asap bekas pembakaran hutan masih terasa meskipun sebagian wilayah kota ini telah dilalui hujan dengan intensitas ringan hingga sedang. Terlihat ribuan mahasiswa dengan almamater berwarna oren, biru, ungu dan merah memadati ruas jalan disamping bank Indonesia Provinsi Jambi setelah perjalanan dari titik kumpul di Unja Telanai. Beberapa dari mereka memegang karton atau potongan kardus berbagai ukuran dengan bertuliskan kata dewan penipu rakyat, dewan pemerkosa rakyat, save kpk, DPR goblok dan apa yang merasuki mu DPR serta beberapa tulisan lainnya.
Jalanan saat itu cukup ramai. Para koordinator lapangan berdiri di bagian depan, sedangkan para peserta duduk dan mendengarkan arahan diselingi nyanyian totalitas perjuangan. Saat beberapa koordinator menyampaikan arahan, para peserta aksi sesekali mengangkat kepalan tangan dan berucap hidup mahasiswa, hidup rakyat indonesia dan hidup perempuan indonesia. Kerumunan itu lantas bergerak sedikit maju membentuk lingkaran, tepat di tengah simpang 4 BI Telanaipura menghentikan seluruh kendaraan yang hendak melintas. Beberapa perwakilan peserta aksi rapat di tengah-tengah kerumunan. Sementara selembar kertas berisi pernyataan sikap aliansi diberikan pada peserta.
Gelombang panas pergerakan mahasiswa pada momentum ini telah bergulir di satu hari sebelumnya, namun di Provinsi Jambi mereka bersepakat untuk bersama-sama turun aksi pada hari kedua. Mereka menamakan diri dengan aliansi mahasiswa Jambi bergerak, pembahasan soal nama dan tuntutan dibahas terbatas pada beberapa hari sebelumnya. Salah satu peserta aksi, Dewi menyatakan kegirangannya dengan aksi ini. “Saya menunggu-nunggu aksi ini. Sampai saya tunda kegiatan saya lain, saya sudah tanamkan pada diri saya kalo ada aksi begini saya harus ikut” katanya.
Raut-raut wajah yang bangga akan perjuangan membawa aspirasi rakyat terpancar dari wajah para peserta aksi. Langkah mereka yang gontai disertai nyanyian tolak…tolak…tolak RUU…tolak RUU sekarang juga mewarnai perjalanan mereka menuju area kantor DPRD Provinsi Jambi. Beberapa wartawan, polisi dan drone mengintari mereka. Kerumunan itu lalu berhenti di areal depan taman anggrek untuk kembali mendengarkan arahan. Para peserta aksi kembali duduk. Beberapa koordinator berdiri di bagian sebelah kiri peserta untuk mengatur agar seluruhnya masuk dan duduk dijalan bukan di trotoar atau disamping jalan. “Yang perempuan masuk kebarisan dalam, laki-laki disamping depan dan belakang” kata Ardy.
Pengkajian non perspektif gender
Rilis sikap aliansi mahasiswa Jambi bergerak ini menghasilkan 8 butir tuntunan, poin pertama berupa tuntutan untuk pelaku penyebab kebakaran hutan dan lahan dan pertanggungjawaban atas kerugian yang di timbulkan. Poin kedua, menuntut negara mengusut dan mengadili eli-elit yang bertanggung jawab atas sejumlah kerusakan lingkungan di Indonesia. Ketiga, menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan. Ke empat, menolak pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP (meskipun tidak disebutkan pasal mana saja). Kelima, yang paling bertentangan dengan penolakan yang lain adalah mendesak pengesahan RUU P-KS meskipun dalam pengkajian maupun konsolidasinya tidak melibatkan perempuan sedikitpun. Salah satu mahasiswa yang ikut dalam aksi menyatakan kekecewaannya. “Sayang, perempuan gak dilibatkan. Kita bahkan dianggap lemah untuk dijaga dibagian tengah” kata Indah. Padahal RUU ini berpotensi menyuburkan pergaulan bebas, aborsi dan menyentuh bagian yang rentan dalam rumah tangga. Hal ini telah menyedot perhatian publik, karena masyarakat terbagi menjadi bagian yang pro, kontra bahkan yang hendak merevisi.
Pada poin ke enam berbunyi penolakan pasal problematis dalam RUU ketenagakerjaan, selanjutnya mendesak pemerintah mencabut draft undang-undang KPK yang telah disahkan serta mendesak Gubernur Jambi dan DPRD Provinsi Jambi menyatakan sikap serupa terhadap penolakan RUU yang bermasalah. Kondisi masa aksi yang hampir seimbang antara perempuan dan laki-laki ini dinilai tidak seimbang dengan proses pelaksanaannya. “Kami yang perempuan cuma bisa bersuara dibelakang, ketika perempuan perwakilan kampus orasi malah ricuh padahal dari awal sudah banyak laki-laki yang bersuara” kata Sari.
Kericuhan masa aksi
Aksi yang telah berhasil menyadarkan ribuan mahasiswa ini harus tercoreng akibat tembakan gas air mata oleh aparat. Salah seorang mahasiswi mengungkapkan kekesalannya. “Kami tadi di depan, kami liat pak polisi lempar gas air mata. Bentuk nyo kecil, tapi gas nyo banyak nian. Untung kami diselamati yang lain, mato kami pedih” kata Riska dengan kondisi tubuh yang lemas dan bercak-bercak putih memenuhi hijab nya.
Saat itu, azan berkumandang ketika salah satu orator menyampaikan narasi nya. Masa aksi pun terdiam dan sebagian segera menunaikan shalat zuhur. Sebagian lagi beristirahat dengan duduk di tempat. Para penjaja makanan dan minuman tampak menawarkan dagangan nya pada peserta aksi. Ada bakso bakar yang telah dibungkus dan siap disantap, berbagai macam minuman seperti es jeruk, es teh, es cendol bahkan minuman botol yang dingin ludes terjual pada peserta aksi. Sementara di sudut sebelah kiri, sekelompok mahasiswa bernyanyi bersama dengan diiringi lagu khas perjuangan mahasiswa.
Pukul 12.35 Wib para peserta aksi yang duduk diminta untuk berdiri dan merapatkan barisan seperti sebelumnya oleh beberapa koordinator. Perlahan masa aksi berdiri dan berjejer kembali. Saat itu, perwakilan perempuan tiap kampus diminta untuk menyampaikan orasi diatas mobil yang telah ditaruh semua bendera masa aksi. Perempuan pertama yang menayampaikan orasi mengenakan almamater hijau, dengan kaca mata dan masker. Masa aksi mahasiswa yang berada di depan sudah mulai mendorong pertahanan aparat yang menjaga pintu gerbang kantor DPRD. Saat perempuan kedua menyampaikan orasi, terlihat aksi dorong-dorongan yang semakin kuat. Mobil tempat orasi dimajukan, tampak kepulan gas air mata memenuhi bagian depan. Sontak saja masa aksi yang lain kocar-kacir mencari keamanan.
Sedikitnya ada dua kali penembakan gas air mata yang berhasil membuat peserta aksi tunggang-langgang keluar dari halaman kantor DPRD bahkan para peserta aksi berlarian hingga ke depan kantor LPP RRI Jambi untuk menyelamatkan diri. Seorang mahasiswi terlihat ketakutan dan menyatakan enggan ikut aksi kembali. “Gemetaran kami, dak mau lagi lah ikut aksi” Kata Fia sesaat setelah ia mencuci mata nya dengan air mineral. Ia bersama seorang mahasiswi pun akhirnya meninggalkan lokasi aksi dan hendak memeriksakan diri ke dokter.
Lain pula Riri, mahasiswi yang pingsan dan sempat diamankan ini menjadi begitu drop. Namun tak lama, ia bisa bangun kembali dan mengikuti proses aksi hingga selesai. Aksi tersebut sedikit mengendur ketika Wakapolda Jambi menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan penembakan. Aksi tersebut berakhir suka cita ketika koordinator lapangan Agustia Gafar menyodorkan kertas tuntutan dan di tanda tangani langsung oleh Gubernur Jambi.