email : oerban.com@gmail.com

31.4 C
Jambi City
Tuesday, May 20, 2025
- Advertisement -

Bahasa Sebagai Pengabdian: Kisah Farhan, Juara Pertama Duta Bahasa Jambi

Populer

Kota Jambi, Oerban.com – Muhammad Farhan Alhakim, mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, baru berusia 19 tahun, tetapi semangatnya dalam memuliakan bahasa tak perlu diragukan.

Dalam ajang Pemilihan Duta Bahasa Provinsi Jambi 2025, Farhan berhasil meraih predikat Terbaik 1 Putra, membuktikan bahwa bahasa bukan hanya urusan akademik tetapi juga jalan pengabdian.

Sejak kecil, Farhan sudah tertarik pada orang-orang yang fasih berbicara, terlebih jika mereka menguasai bahasa asing. Ketertarikannya tumbuh menjadi keyakinan bahwa bahasa adalah kekuatan yang mampu menyatukan, menginspirasi, dan membuka dunia.

“Saya percaya, bahasa adalah sesuatu yang ajaib. Bahkan wahyu pertama dalam Alquran adalah perintah membaca, dan itu tidak bisa dilepaskan dari bahasa,” ujar Farhan kepada Oerban.

Baca juga  Tarbiyah Diri dan Kisah Inspirasi dari Dion Eprijum Ginanto, Ph.D

Mengikuti ajang Duta Bahasa bukan sekadar ambisi perlombaan bagi Farhan. Ia ingin belajar dan memberi dampak. Dalam proses seleksi yang berlangsung selama tiga bulan, Farhan mengikuti tahapan administrasi, tes psikologi, wawancara, UKBI, wicara publik, hingga presentasi krida kebahasaan. Di tengah padatnya jadwal kuliah, ia tetap tekun mempersiapkan diri.

“Yang paling menantang adalah membagi fokus antara akademik dan persiapan lomba. Tapi saya percaya, kalau niatnya baik, jalannya pasti dimudahkan,” katanya.

Prinsip yang dipegang Farhan dalam perjuangannya adalah Trigatra Bangun Bahasa: Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing. Baginya, ketiganya harus berjalan seimbang.

“Bahasa Indonesia menyatukan kita, bahasa daerah menguatkan identitas kita, dan bahasa asing memperluas wawasan kita,” tegasnya.

Baca juga  AVIV, JUARA 1 DUTA BAHASA JAMBI

Sebagai Duta Bahasa Jambi 2025, Farhan tidak ingin berhenti di panggung seleksi. Ia bersama pasangan duta dan 18 finalis lainnya akan menjalankan program-program yang ditargetkan ke sekolah dasar hingga menengah atas. Tak hanya itu, mereka juga akan menyasar kelompok difabel, membuktikan bahwa bahasa adalah hak semua orang.

“Kami ingin menjadikan bahasa sebagai jembatan yang merangkul, bukan yang membatasi,” jelasnya.

Meski awalnya sempat merasa minder karena melihat peserta lain yang lebih fasih dan berpengalaman, Farhan berhasil menaklukkan rasa ragu itu.

“Saya belajar bukan hanya soal bahasa, tapi juga tentang percaya diri, kerja sama, dan keberanian untuk tampil,” ungkapnya.

Baca juga  Ketika Semua Anak Berhak Belajar: Pendidikan Inklusi sebagai Ujian Moral Bangsa

Ia juga merasa bangga bisa bertemu dengan banyak orang hebat yang saling menginspirasi satu sama lain.

Farhan percaya, kontribusi dalam dunia kebahasaan bisa dimulai dari hal kecil. Ia mengajak anak muda untuk tidak malu menggunakan bahasa daerah, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik di media sosial, serta terus belajar bahasa asing.

“Kita tidak harus jadi ahli bahasa untuk berkontribusi. Cukup jadi anak muda yang peduli dan bangga terhadap bahasanya,” pungkasnya.

Baca juga  Kisah Inspiratif - Panggung Kemerdekaan di Rumah (Bagian 1)

Lewat pencapaiannya, Muhammad Farhan Alhakim menunjukkan bahwa bahasa bisa menjadi bentuk cinta dan pengabdian. Ia adalah bukti nyata bahwa anak muda mampu menjaga warisan kebahasaan sembari menatap masa depan dengan penuh semangat.

Editor: Ainun Afifah

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru