email : [email protected]

24.5 C
Jambi City
Senin, April 29, 2024
- Advertisement -

Biografi Buya Hamka

Populer

Oleh : Siti Aisah

Siapa yang tak kenal Buya Hamka, seorang tokoh kenamaan Indonesia yang telah menulis banyak buku, priyayi, sastrawan sekaligus tokoh pergerakan. Mengetahui kiprah tokoh sejarawan Indonesia dapat memberikan refleksi dan inspirasi bagi kita, untuk itu penting pula untuk kita mengetahui tentang biografi Buya Hamka.

Dikutip dari buku Pribadi dan Martabat Buya Hamka karya Rusydi Hamka (2017), Buya Hamka dengan nama asli Malik Karim Amrullah adalah putra dari Dr. Syaikh Abdulkarim Amrullah dan Siti Shafiyah yang lahir di Agam, 17 Februari 1908.

Sang ayah, Syaikh Abdulkarim Amrullah terkenal dengan sebutan Haji Rasul di waktu mudanya. Sebab beliau mempelopori gerakan menentang ajaran Rabithah, yakni sebuah gerakan yang menghadirkan guru dalam ingatan. Sedangkan sang ibu, Siti Shafiyah berlatar belakang dari keluarga seniman.

Malik yang sering dikenal Hamka lahir di era pergerakan, sehingga sejak kecil dia sudah terbiasa mendengar perdebatan-perdebatan yang sengit antara kaum muda dan kaum tua tentang paham-paham agama. Pada tahun 1918, tatkala Hamka berusia 10 tahun, ayahnya mendirikan pondok pesantren di Padang Panjang dengan nama “Sumatera Thawalib”. Sejak saat itu, Hamka menyaksikan kegiatan ayahnya menyebarkan paham dan keyakinannya.

Akhir tahun 1924, Hamka yang berusia 16 tahun diberangkatkan ke Yogyakarta. Di sana, dia berkenalan dan belajar dengan pergerakan Islam modern kepada H.O.S. Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, R.M. Soerjopranoto, dan H. Fakhruddin. Mereka semua mengadakan kursus penggerakan di Gendong Abdi Dharmo di Pakualaman. Dari mereka, Hamka mengenal perbandingan antara Politik Islam, yakni Syarikat Islam Hindia Timur dan gerakan Sosial Muhammadiyah. Setelah beberapa lama di Yogyakarta, dia berangkat menuju Pekalongan, menemui guru sekaligus suami kakaknya A.R. Sutan Mansur, ketika dia menjadi ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan. Di sanalah Hamka berkenalan dengan Citrosuarno, Mas Ranuwiharjo, Mas Usman Pujotomo, dan mendengar tentang kiprah seorang pemuda bernama Muhammad Roem.

Baca juga  Harus Ditingkatkan Pemanfaatan Data Cuaca dan Potensi Kebencanaan

Pada Juli 1925, Hamka kembali ke Padang Panjang dan turut mendirikan Tabligh Muhammadiyah di rumah ayahnya. Kemudian pada Februari 1927, Hamka berangkat ke Makkah. Dia menetap selama 7 bulan dan pulang pada Juli 1927. Setelah pulang dari Makkah, Hamka bekerja sebagai penulis di Majalah Peita Andalas, Medan. Pada 5 April 1929, Hamka menikah dengan Siti Ragam. Usai menikah, Hamka aktif dalam kepengurusan Muhammadiyah dan ditunjuk untuk menjadi ketua cabang Padang Panjang. Karir nya tak sampai di situ saja, Hamka dipilih untuk menjadi ketua umum Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1975 dan menjabat selama 5 tahun.

Selain sebagai seorang ulama, Buya Hamka juga dikenal sebagai sastrawan kenamaan. Kemampuan tersebut ia dapatkan secara otodidak. Terlebih saat di Makkah, ia bekerja di sebuah percetakan dan dan juga sebagai penulis. Pada saat bekerja sebagai penulis majalah, Hamka merilis karya pertamanya yang berjudul Chatibun Ummah yang berisi kumpulan pidato. Kemudian ia merilis Tafsir Al-Azhar yang berisi ceramah atau kuliah subuh yang pernah ia sampaikan di Masjid Agung Al-Azhar.

Setelah itu, ia membuat sebuah novel klasik yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah yang berkisahkan tentang adat dan tradisi di tahah Minang. Selain itu, novel tersebut berisi tentang pandangannya mengenai pola pikir tentang kehidupan berkasta. Pada tahun 1938, Buya Hamka merilis sebuah novel dengan judul Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Novel ini mengisahkan tentang persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih hingga akhir hayatnya.

Besarnya peran Buya Hamka terhadap bidang agama Islam dan sastra, ia dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan dan mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.Terdapat juga perguruan tinggi yang bernama Universitas Muhammadiyah Hamka yang berada di Jakarta Selatan.

Baca juga  Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka, Partai Gelora Ingatkan Pentingnya Tegakkan Negara Hukum dan Supremasi Hukum

 

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru