email : [email protected]

29.4 C
Jambi City
Jumat, Maret 29, 2024
- Advertisement -

“BURUH, PEKERJA TERBUNUH”

Populer

Oleh : NADIA
(Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi)

Berbicara tentang tenaga kerja tidak luput dari sesuatu yang menghasilkan barang atau jasa. Dalam Pasal 1 ayat 2 UU No 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Salah satunya adalah buruh, profesi yang menghasilkan jasa. Tapi kenyataan saat ini kehidupan buruh jauh dari kesejahteraan dan hal ini memicu buruh untuk melakukan aksi demonstrasi setiap peringatan hari buruh.

Setiap tanggal 1 Mei para pekerja di belahan dunia manapun memperingati hari buruh internasional atau disebut juga “may day”. Sudah menjadi rutinitas tahunan bagi para buruh terutama di Indonesia untuk turun ke jalanan melakukan aksi demonstrasi dengan berorasi tentang permasalahan yang selalu sama. Yaitu tentang masalah gaji atau upah yang tidak setimpal dengan pekerjaan berat yang selama ini mereka jalani. Ditambah harga bahan pokok yang semakin melonjak menuntut manusia untuk bekerja keras seperti kebanyakan orang bilang “tidak kerja maka tidak makan”, seperti itulah yang dirasakan oleh para buruh. Bekerja dengan salah satu perusahaan swasta biasanya digaji perhari atau tergantung dengan perusahaan itu tersendiri. Bekerja sebagai buruh memang dianggap rendah oleh banyak kalangan. Karena latar belakang pendidikan yang rendah, menjalani profesi sebagai buruh menjadi jalan satu-satunya untuk menafkai keluarga.

Nasib buruh yang diberikan upah sangat rendah karena oleh beberapa perusahaan swasta selalu diabaikan pemerintah dibandingkan dengan profesi yang lain. Karena pemerintah menganggap perusahaan lah yang bertanggung jawab akan masalah ini. Padahal jika perusahaan dapat memberikan upah yang sesuai dengan pekerjaan para buruh tersebut, maka para buruh akan dengan senang hati membantu perusahaan itu menjadi lebih maju, namun kenyataanya hanya pihak-pihak tertentu saja yang mendapat kenikmatan dari keuntungan perusahaan sementara buruh tetap akan menjadi buruh. Padahal usaha setiap buruh ini tidaklah sedikit namun apresiasi dari perusahaan sangatlah minim bahkan untuk menaikan jabatan seorang buruh yang telah lama bekerja sangatlah susah baik menjadi kepala bagian ataupun mandor dari perusahaan tersebut. Seharusnya pemerintah harus bisa mencari solusi dari masalah ini bukankah tujuan negara adalah mensejahterakan rakyatnya. Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja yang sudah dijamin gajinya masih kekurangan apalagi buruh yang gajinya tidak menentu.

Baca juga  Ucapkan Selamat Hari Buruh, Jokowi Sebut Kesempatan Kerja Harus Diperluas

Sesuai dengan Pancasila yakni sila ke lima bahwa “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakya Indonesia”, maka tidak heran jika para buruh menuntut haknya dari pemerintah baik melalui negoisasi dan berakhir di demonstrasi. Padahal jika kita selediki jika tidak ada buruh tidak akan terjadi kemajuan dalam pembangunan negeri. Seperti kita ketahui bersama bahwa jam kerja buruh melebihi jam kerja seorang pegawai negeri sipil. Bahkan ada buruh yang bekerja lembur atau 24 jam dalam sehari hanya untuk mendapatkan upah yang lebih banyak. Bahkan suami harus rela meninggalkan istrinya yang sedang mengandung, karena mengambil cuti akan membuat upah seorang buruh dapat dikurangi. Seperti yang terjadi di beberapa perusahaan swasta terutama di bidang produksi kayu dan garmen.

Selain upah yang tidak sesuai, penerapan sistem pada perusahaan di mana buruh bekerja sangat merugikan bagi para buruh tersebut. Yakni apabila buruh ingin mendapatkan upah ia harus rela datang terlebih dahulu dari rekan kerjanya yang lain, sehingga rekan kerjanya tersebut akan kehilangan kesempatan untuk mendapat upah yang layak. Hal ini sebenarnya dapat menimbulkan kecemburuan sosial diantara pekerja dan sebenarnya dapat berdampak negatif untuk aktifitas produksi di perusahaan tersebut.

Demonstrasi yang dilakukan selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh para buruh tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah terkait tentang peningkatan UMR (Upah Minimun Regional). Seharusnya pemerintah berkerja sama dengan perusahaan swasta untuk meningkatkan keahlian buruh dengan mengadakan pelatihan sesuai dengan keahlian masing-masing.

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru