email : [email protected]

23.7 C
Jambi City
Jumat, April 26, 2024
- Advertisement -

Cacat Pikir Alibi Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa

Populer

Khalayak kini masih ramai dengan isu yang dibawa oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) pimpinan Surta Wijaya, yang menghendaki perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Isu itu dibawa oleh Surta lewat aksi di depan Gedung DPR RI pada 17 Januari 2022 lalu.

Apdesi yang dipimpin Kades Babakan Asem, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tanggerang itu menyampaikan beberapa alasan mengapa jabatan Kades harus diperpanjang. Mereka menilai bahwa waktu 6 tahun belum cukup untuk membangun desa, sehingga butuh waktu lebih lama lagi, yakni 9 tahun untuk membangun desa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Artinya, jika mengacu dengan aturan Kades yang boleh menjabat selama 3 periode, ada 27 tahun total lamanya masa jabatan Kades. Tentu saja hal tersebut buruk bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

Meminjam istilah Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, para Kades tersebut disinyalir akan menjadi ‘raja kecil’ di daerahnya yang memerintah tanpa pengawasan ketat.

Sementara itu, mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai, masa jabatan Kades yang panjang akan menghambat proses kaderisasi pemimpin. Ia justru menyarankan agar jabatan Kades diturunkan kembali menjadi 5 tahun, agar anggaran desa lebih akuntabel dan selaras dengan jadwal APBN.

Mengurai Alibi Kepala Desa

Memilih jalan sebagai pemimpin artinya bersedia untuk masuk ke dalam kontestasi, dalam konteks kenegaraan misalnya, yaitu lomba untuk mempercepat pembangunan, perbaikan ekonomi, serta penguatan hubungan sosial masyarakat.

Kontestasi selalu menghendaki perlombaan untuk mecari yang terbaik. Bersamaan dengan itu, dituntut pula kerja keras dan konsistensi dalam mencapainya.

Pemilu, dalam tataran manapun selalu disepakati sebagai ajang kontestasi mencari pemimpin yang baik. Dan demokrasi akan menjadi wadah yang mengawal jalannya kontestasi hingga ke siklus berikutnya.

Baca juga  Cawe-cawe Presiden Jokowi Ancam Kedaulatan Rakyat di Pemilu 2024

Demokrasi Indonesia belajar banyak pasca runtuhnya orde baru, di mana langgengnya kekuasaan individu berdampak buruk pada hak asasi manusia, serta membuka peluang pemimpin yang berkuasa untuk menjadi korup. Sehingga dari sana lah muncul ide pembatasan kekuasaan. Pembatasan ini lah yang kemudian menjadi kunci stabilnya politik Indonesia, ditandai dengan berjalannya Pemilu sesuai aturan undang-undang.

Masa jabatan yang kini hanya 5 tahun untuk satu periode, dan hanya bisa menjabat satu periode lagi setelahnya tidak akan pernah cukup jika mengikuti nafsu. Maka dalam implementasinya, sungguh harus dipahami dengan logika berpikir yang benar. Yaitu pemimpin yang mengikuti demokrasi, bukan sebaliknya, demokrasi yang ikut kata pemimpin.

Oleh karenanya, para kepala desa wajib paham jika aturan demokrasi Indonesia adalah pembatasan masa jabatan. Jadi, bagaimana mungkin para Kades menuntut perpanjangan masa jabatan dengan alasan waktu yang diberikan kurang untuk melaksanakan program.

Jika begitu cara berpikir, maka seharusnya Jokowi tak boleh lengser saat ini karena proyek IKN masih panjang. Tentu semuanya menyalahi aturan demokrasi.

Setiap kebijakan, visi misi dan langkah pembangunan perlu pertimbangan. Apabila pembelahan sosial di desa begitu dahsyat sehingga tak bisa diselesaikan selama 6 tahun, tentu itu bukan alasan yang tepat untuk meminta diperpanjang. Karena hal itu akan kembali kepada bagaimana cara pemimpin memanajemen konflik di daerahnya.

Buktinya saat ini, pembelahan antara pro dan kontra Jokowi masih terus ada, bahkan mungkin nanti akan berlanjut ke siapapun presiden terpilih berikutnya.

Barangkali pembelahan yang dimaksud adalah koalisi dan oposisi, tentu dalam demokrasi oposisi tak boleh hilang keberadaannya. Karena penting untuk mengawal jalannya pemerintahan dari luar.

Alasan yang diminta oleh Apdesi untuk melanggengkan kekuasaan mereka sangat tidak esensial. Sehingga sambutan baik dari beberapa petinggi di eksekutif maupun legislatif kental dengan kepentingan politik, mengingat Indonesia sedang menuju tahun Pemilu di 2024.

Baca juga  Mardani Beri Catatan Untuk Pembentukan Tim Seleksi KPU-Bawaslu

Zuandanu Pramana, Pimpinan Redaksi Oerban.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru