email : [email protected]

25.1 C
Jambi City
Rabu, April 24, 2024
- Advertisement -

CURIGA (POLITIKNYA ORNOP)

Populer

Oleh : DOVI EKA WIRANATA
(Ketua GARBI-KERINCI)

Sistem tata negara Indonesia setelah amandemen ke-4 UUD 1945 yang mengamanatkan pembagian kekuasaan menjadi Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif (Teori; Trias Politica- Montesquie) memberi ruang pada jalannya pemerintahan yang seimbang sehingga masing-masing unsur kekuasaan tidak melampaui batas-batas kekuasaannya dan masing-masing unsur saling mengontrol dan mengawasi arah kebijakan yang berkeadilan. Inilah tolok ukur kemapanan negara hukum dalam berdemokrasi.

Dalam menghindari pemusatan kekuasaan yang bisa berujung pada kebijakan absolut dan kesewenang-wenangan kekuasaan maka sistem Trias Politica ini dianggap tepat oleh banyak negara demokrasi di dunia. Begitu pula dengan Indonesia, baik politik nasional maupun regional.

Namun seiring berjalannya sistem tersebut, ternyata demokrasi juga memberikan kesempatan bagi kekuasaan untuk merebut secara utuh ketiga unsur itu. Seperti halnya kekuasaan eksekutif yang berbanding lurus dengan perolehan suara caleg partai penguasa saat pemilu legislatif. Legal karena konstitusional memang, tapi checks & balances agak sulit terwujud ditengah kondisi yang demikian. Dominasi tampuk kekuasaan menjadi dilema untuk benar-benar menjadikan pemerintahan yang berkeadilan dari beberapa keterwakilan.

Pasca pemilu serentak 2019, beberapa daerah telah selesai melaksanakan tahapan pleno rekapitulasi perolahan suara ditingkat Kabupaten/Kota. Perolehan kursi keterwakilan legislatif-pun sudah terlihat walau belum ditetapkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum. Dominasi kekuasaan sulit dihindarkan.

Lantas, masih adakah harapan untuk mewujudkan checks & balances ditubuh pemerintahan? UUD 1945, Pasal 28E ayat (3) mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” inilah yang menjadi dasar bahwa pemerintahan juga dapat dikontrol dan diawasi oleh Organisasi Non-Pemerintahan (ORNOP), walau terbatas.

Kemunculan organisasi-organisasi Non-pemerintahan diharapkan dapat menjadi penyeimbang bagi pencapaian tugas pembangunan nasional dan regional. Maka, fungsi-fungsi organisasi menjadi penting manakala kekuasaan pemerintah dinilai signifikan.

Baca juga  TAMPAK DIBARISAN DEPAN, ANIS MATTA GUNAKAN BAJU GARBI

Dalam partisipasinya, organisasi Non-pemerintahan harus memposisikan diri sebagai mitra pemerintah sekaligus idealnya mengambil bagian sebagai oposisi bagi kekuasaan. Mendukung segala kebijakan yang mengarah pada kebaikan pembangunan masyarakat serta kritis terhadap arah kebijakan yang merugikan masyarakat.

Komitmen berserikat dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan partisipan merupakan bagian dari solusi independent di era-Demokrasi atas dominasi kekuasaan pemerintah.

Kita harus sepakat bahwa kekuasaan mesti diawasi, pemerintah harus dicurigai. Bukan hanya eksekutif dan yudikatif tapi juga legislatif.

Mereka mengemban amanah besar masyarakat, mewakili aspirasi rakyat tapi juga utusan partai politik. Legislatif sukar menetralkan warna jas-nya. Mereka terikat makanya kita curiga.

Usai PEMILU, dari proses politik yang rumit sampai pada penentuan perolehan kursi, sekarang saatnya kita diuji. Sebagai bagian dari independensi, ORNOP harusnya mulai mengawasi.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru