email : oerban.com@gmail.com

25.4 C
Jambi City
Sunday, June 15, 2025
- Advertisement -

Demokrasi FKIP Dimatikan

Populer

Oleh: Ringga Rama Saputra*

Oerban.com – Pesta demokrasi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jambi kembali tercoreng. Pemira 2025 yang seharusnya menjadi ajang pembelajaran demokrasi, kedewasaan politik, dan sportivitas, berubah menjadi panggung kericuhan.

Padahal, seluruh rangkaian proses telah berjalan sejak awal: pendaftaran calon, masa kampanye, debat terbuka, hingga pemungutan suara yang melibatkan ribuan mahasiswa FKIP. Namun sayangnya, semuanya seperti sia-sia ketika proses penghitungan suara justru terhenti di ujung garis finish.

Masalahnya bukan terletak pada perlu atau tidaknya voting ulang, bukan pada urgensi sistem daring, apalagi penunjukan langsung. Masalah utamanya adalah: mengapa penghitungan suara tidak dilanjutkan? Demokrasi FKIP bukan sedang menurun, tapi dimatikan secara paksa oleh ketidaktegasan, oleh intervensi, oleh ketidakmampuan membedakan antara dinamika politik mahasiswa dan praktik kekuasaan yang manipulatif.

Kericuhan memang terjadi. Kotak suara sempat dibawa lari. Tapi apakah itu berarti seluruh proses yang telah berjalan harus dihentikan?

Baca juga  Guru Bukan Seperti Dispenser Mengisi Gelas Kosong

Jika kita menyerah pada tindakan inkonstitusional seperti penculikan kotak suara, lalu memilih berhenti, maka sama saja kita melegitimasi anarki sebagai cara sah untuk menggagalkan hasil demokrasi. Ini bukan sekadar soal siapa menang atau kalah, ini soal wibawa proses pemilu yang telah dijalankan dengan penuh semangat oleh banyak pihak.

Menunda atau membatalkan hasil perhitungan suara adalah bentuk pengkhianatan terhadap partisipasi 1.310 pemilih. Ini adalah bentuk pembungkaman terhadap suara mahasiswa FKIP yang telah datang ke TPS dengan niat baik dan harapan besar.

Demokrasi tidak boleh tunduk pada tekanan. Demokrasi harus berdiri tegak di atas prosedur, bukan emosi. Apalagi jika kemenangan sementara sudah terbaca secara jelas: Paslon 02 unggul dengan selisih suara signifikan.

Baca juga  Kontroversi Regulasi Pemira Unja, Himpunan Mahasiswa Prodi Protes Tidak Dilibatkan

Menyerah pada kericuhan berarti membuka celah buruk untuk masa depan Pemira. Mahasiswa bisa saja berpikir, “kalau ingin menang, cukup buat rusuh.” Ini preseden buruk. FKIP adalah rumah bagi calon pendidik, bukan calon provokator. Maka dari itu, satu-satunya langkah yang masuk akal dan etis adalah melanjutkan penghitungan suara hingga selesai, mengesahkan hasilnya, dan menyelesaikan sengketa (jika ada) lewat jalur konstitusional. Titik.

Bukan voting ulang. Bukan Pemilu daring. Bukan penunjukan langsung. Demokrasi tidak boleh diatur ulang hanya karena sekelompok orang tidak siap kalah.

Kalau hari ini suara mahasiswa bisa dibungkam karena satu kotak suara dicuri, besok mungkin yang dicuri adalah hak kita untuk memilih sama sekali. Maka jangan biarkan demokrasi FKIP mati begitu saja. Sebab ketika kita membiarkan suara kita dibungkam, berarti kita ikut mematikan nalar kritis dan integritas akademik yang selama ini kita banggakan.

*Penulis merupakan Mahasiswa PORKES FKIP UNJA. 

Baca juga  FKIP MANIS BERSAMA ARMAN-FAIZ : KOLABORATIF, INTELEKTUAL, TRANSFORMATIF, ADVOKASI MAHASIWA UNTUK BEM FKIP UNJA
- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru