email : [email protected]

24.1 C
Jambi City
Minggu, April 28, 2024
- Advertisement -

Eksistensi Keberadaan Masyarakat Adat dalam Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) 

Populer

Oerban.com – Indonesia terdiri atas beragam macam pulau, bahasa dan adat kebiasaan. Masyarakat Indonesia hidup dengan adat yang berbeda-beda di setiap pulaunya, yang kemudian disatukan oleh lahirnya “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.

Menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), masyarakat adat didefinisikan sebagai sekelompok penduduk yang hidup berdasarkan asal usul leluhur dalam suatu wilayah geografis tertentu, memiliki sistem nilai dan sosial budaya yang khas, berdaulat atas tanah dan kekayaan alamnya serta mengatur dan mengurus keberlanjutan kehidupan dengan hukum dan kelembagaan adat.

Keberadaan masyarakat hukum adat diakui oleh negara Indonesia bahkan dunia Internasional seperti UNDRIP, Konvensi ILO No. 169, dan Konvensi Masyarakat Adat 1989 sebagai Instrumen Internasional pertama yang mengakui keberadaan masyarakat adat.

Baca juga: Lestarikan Adat Lokal, Pemdes Batu Penyabung Gelar Penurunan Pseko dan Doa Bersama untuk Negeri

Masyarakat hukum adat sebagai manusia yang hidup secara kolektif melekat hak yang harus dilindungi oleh negara. Hak tersebut di antaranya hak untuk menguasai, mengatur, mengelola, memanfaatkan ruang adatnya beserta segala sumber daya alam di dalamnya. Masyarakat adat juga memiliki hak untuk lingkungan hidup yang sehat, mendapat layanan pembangunan termaksud Kesehatan dan bebas dari intervensi pihak manapun.

Indonesia dalam aturannya mengakui keberadaan masyarakat hukum adat, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republin Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Pengakuan dan penghormatan tersebut tercantum dalam pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3), bahwa:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepenjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,” UU 1945 Pasal 18 B ayat (2).

Baca juga  La Nyalla Beberkan Penyebab APBN Semakin Lemah Tanggung Tugas Negara

“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban,” UUD 1945 pasal 28I ayat (3).

Baca juga: Terima Gelar dari Sultan Ternate, Presiden Jokowi Minta Adat dan Tradisi Terus Dijaga

Hak Masyarakat hukum adat sudah di akui dalam UUD 1945, lalu bagaimana realitannya? Mari melihat pada kasus terbaru yaitu Pembangunan Ibu Kota Negara. Menurut keterangan Dr. Vivi Yulaswati sebagai Staf Ahli PPN/Bappenas menjelaskan bahwa tantangan kemasyarakatan secara umum yang telah dimitigasi terkait proyek IKN adalah masalah kepemilikan lahan, kekwatiran kerja, dan pengakuan identitas budaya. Pembangunan IKN dinilai akan mengancam eksistensi masyarakat adat di IKN.

Adanya pembangunan IKN mengancam lahan masyarakat hukum adat setempat. Sekalipun pemerintah mengasumsikan bahwa tanah IKN yang dibangun adalah lahan kosong tak bertuan. Hal itu kemudian terbantahkan dengan adanya peta Indikatif yang di susun AMAN pada tahun 2022 bahwa ada 51 komunitas masyarakat hukum adat yang akan terdampak oleh pembangunan IKN.

Adanya Pembangunana IKN dikhawatirkan akan menghilangkan eksistensi keberadaan masyarakat hukum adat, mengingat pembangunan IKN yang serba terburu-buru dan dalam pembuatan regulasi hanya dibahas dalam waktu 42 hari sebelum disahkan. Selain itu, pembuatannya tidak melibatkan masyarakat hukum adat di daerah pembangunan yang terdampak langsung.

Salah satu regulasinya adalah Peraturan Presiden No. 65/2022 yang merupakan turunan dari salah satu aturan IKN mengenai Perolehan tanah dan Pengelolaan Pertanahan di Ibu Kota Nusantara. Dalam Pasal 3 ayat 3 yang menyebutkan bahwa “pelepasan Kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap penguasaan tanan masyarakat, hak individu, atau hak komunal masyarakat adat. Namun, faktanya bahkan dalam pembuatan regulasi tersebut masyarakat adat setempat tidak dilibatkan.

Baca juga  Aksi Jalanan Tak Digubris, Aktivis MPR Mengadu ke Ketua DPD RI

Menurut AMAN pembangunan IKN tidak melibatkan masyarakat adat, khususnya perempuan adat yang telah lama hidup di tanah tersebut untuk duduk bersama membahas terkait pembangunan IKN yang akan berdampak langsung pada kelangsungan kehidupan masyarakat adat. Sehingga masyarakat hukum adat setempat bahkan tidak tahu informasi mengenai pembangunan ataupun regulasi terkait.

Keberadaan Masyarakat Hukum Adat seolah didiskrimanalisasi oleh kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Regulasi yang dibuat oleh pemerintah seolah menempatkan masyarakat hukum adat pada posisi yang ‘rentan’ untuk didiskriminalisasi dan syarat terhadap pengakuan keberadaanya dipersulit.

Masyarakat hukum adat akan diakui ketika sudah memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam UU 1945 Pasal 18 B ayat (2), selain itu masyarakat hukum adat harus mendapat keputusan dari kepala daerah terkait pengakuan akan keberadaan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat berdasarkan rekomendasi Panitia Masyarakat Hukum Adat yang diatur dalam Peraturan Menteri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Masyarakat adat sebagai kaum rentan banyak terintimidasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Di Indonesia masih banyak kaum Masyarakat Adat yang membutuhkan pengakuan. Komnas HAM mencatat ada lebih 2.500 Komunitas adat di seluruh Indonesia yang membutuhkan pengakuan dari negara.

Pemerintah dalam pembangunan harus lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat dan melindungi hak-hak masyarakat sebagaiman diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4. Aturan-aturan yang dibuat harus di implementasikan dengan benar. Regulasi yang dibuat sudah lebih baik akan tetapi Ketika pengaplikasiannya tidak sesuai dengan apa yang di tuangkan dalam aturan. Pemerintah harus berperan dalam menjaga eksistensi masyarakat adat dengan membuat regulasi-regulasi yang mendukung adanya masyarakat adat dan mempromosikan kebudayaan yang ada di Indonesia pada kancah dunia.

Baca juga  Perlu Pemerataan dan Peningkatan Mutu Guru untuk Cerdaskan Bangsa

Penulis: Monas, Paralegal Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak Bina Aisyah Kaltim

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru