email : [email protected]

23.8 C
Jambi City
Monday, November 25, 2024
- Advertisement -

Formulasi Pendidikan Islam dan Korelasinya dengan Dauroh di KAMMI

Populer

Penulis : Ulfa Zuhroh

(Sekretaris BP KAMMI Wilayah Jambi)

Kota Jambi, Oerban.com – Pendidikan merupakan pilar-pilar yang penting dalam membangun sebuah peradaban yang maju. Dalam hakikatnya, pendidikan pula yang telah mengubah wajah kehidupan di muka bumi. Dahulu, manusia hidup dalam keterbatasan, memanfaatkan alam untuk bertahan hidup, namun, setelah pendidikan berkembang manusia mulai menciptakan berbagai hal untuk memudahkan hidupnya.

Hasbullah (2012 : 1) menyebutkan, pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Ada berbagai macam pengertian pendidikan menurut para ahli, namun, pendidikan yang paling mendasar tetaplah bermuara pada akal Budi manusia.

Dalam Islam, konsep nyata pendidikan telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Bagaimana proses tarbiyah (pendidikan) yang dimaksud untuk mengubah akhlak manusia pada waktu itu. Berbagai bentuk kemungkaran seperti minum-minuman keras, pergaulan bebas hingga perlakuan yang tidak manusiawi terhadap seorang anak perempuan diubah perlahan-lahan, dengan perintah Allah SWT. Al-Quran sebagai kitab juga berisikan ajaran pendidikan untuk mengarahkan manusia di tingkat kehidupan yang lebih baik.

Pendidikan Islam dalam ulasan sejarah, tidak terlepas dari gerakan pembaharuan Islam yang memberikan dampak yang cukup signifikan. Sehingga merunut sekilas pembaharuan pendidikan Islam telah menggambarkan periode dan fase yang cukup lama, yang melahirkan beberapa tokoh dari pembaharuan tersebut.

Berangkat dari kritik model pembelajaran, pengajaran, materi sehingga menuntut cara berfikir yang kontekstual telah dilakukan oleh para pembaharu Islam pada masanya. Muhammad Abduh dari Mesir dan Sayyid Ahmad Khan dari India telah memberikan contoh cara mereka bekerja melakukan perubahan di negaranya, meskipun resistensi terhadap segala macam pembaharuan tersebut telah menemukan berbagai kendala (Fazlurrahman, 1979: 318) Pendidikan Islam telah mengalami kebekuan yang menyebabkan umat Islam perlu mempertimbangkan cara baru menyelesaikan kemunduran umatnya melalui pendidikan yang menyegarkan (Fazlurrahman, 1979: 330).

Dewasa ini, berbagai bentuk lembaga atau institusi pendidikan telah berkembang pesat. Mulai dari lembaga pendidikan untuk anak usia dini hingga perguruan tinggi ramai menjamur di berbagai negara di dunia. Meskipun mungkin jumlahnya berbeda-beda, namun, ditinjau dari aspek historisnya berbagai bentuk lembaga tersebut sudah lebih banyak dan lebih berkembang daripada di masa lalu. 

Tak pelak hal ini juga berlaku di ranah organisasi. Sebagai salah satu lembaga yang juga mengedepankan aspek pendidikan, organisasi juga kadangkala membentuk sarana pendidikan melalui serangkaian program yang disusun. Hal ini barangkali guna menunjang berbagai aspek pemahaman serta kapabilitas yang dibutuhkan oleh organisasi itu sendiri. Organisasi yang dimaksud juga biasanya mencangkup para pemuda.

Baca juga  AZIM, TAN MALAKA MASA KINI?

Secara konseptual istilah “pemuda” menarik minat secara sosiologis sejak tahun 1980an, untuk memahami periode pemuda yang berada di antara fase anak-anak dan dewasa. Dimasa transisi, kaum muda tumbuh dengan begitu cepat dan melakukan negosiasi dengan perubahan social (Monica Barry, 2005: 99). Ben White mengatakan dalam studi kaum muda (youth studies), menyebutnya dengan istilah “generasi” yang identik dengan perubahan sosial. Sehingga ia mengutip dengan istilah generasi perubahan, terutama yang terjadi di Indonesia paling tidak ada tiga kategori yang berbeda terkait dengan istilah generasi.

Pertama, secara demografis berkaitan dengan kelompok usia. Kedua, kontruksi sosial, seperti peran dan relasi mereka seperti konsep kelas, gender dan etnisitas, yang bukan hanya dipahami sekedar perbedaan kelompok usia antara anak-anak dan orang dewasa. Ketiga, kategori sosial politik yang secara historis pemuda telah mengalami traksi politik di Indonesia (Ben White, 2016: 8). Generasi muda muslim global, disebut Asef Bayat dan Linda telah akrab dengan kehadiran revolusi teknologi dan komunikasi.

Informasi Teknologi (ICT) yang berasal dari handphone yang tersambung ke internet telah merubah pola belajar, budaya, kehidupan sosial, cara pandang kedepan dan keterlibatan politik. Generasi ini disebut dengan “generasi internet”, yang berinteraksi lebih dinamis dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan tanpa batas mampu saling terhubung (Asef Bayat dan Linda Herrera, 2010: 10).

Dalam perjalannya, pendidikan Islam di Indonesia dikatakan cukup bertahan dalam penyelenggaraannya. Namun secara luas tidak cukup mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum lainnya. Meskipun demikian patut pula diberikan apresiasi terhadap proses bertahannya dan upaya inovasi yang dilakukan dalam dimensi pendidikannya selama ini.

Jika membandingkan pada negara-negara lainnya, pendidikan Islam Indonesia memiliki kekhasan tersendiri yang selalu menggungulkan upaya rekonsiliasi terhadap dinamika sosial, sehingga agaknya cukup memberi kredit poin positif bagi perjalanannya, termasuk dalam penerimaan beberapa upaya pembaharuan.

Gerakan kesadaran yang mempertemukan dan mengkolaborasikan teknologi ke dalam pendidikan Islam merupakan “cara cerdas” dalam menyampaikan segala pesan moral agama. Trend keilmuan saintifik modern memberikan arah agar upaya dan ijtihad yang dilakukan dalam Islam lebih mudah menyentuh secara real. Meskipun disadari tidak semua hal mampu dipaksakan dalam proses merasionalkan normatifitas agama. Arkoun sendiri menyadari bahwa pemikiran Islam “modern” acapkali masih dilarang untuk mengajukan penyelidikan-penyelidikan krusial terhadap al-Qur’an dan Sunnah yang dilestarikan hingga saat ini (M. Arkoun, 2000: 303).

Jika tradisi Islam demikian terpelihara, maka harapan terhadap pendidikan Islam yang dapat menyapa keilmuan modern tentu akan sulit terwujud. Padahal tantangan dan kebutuhan era saat ini semakin mendesak sehingga memerlukan formulasi tawaran yang lebih fresh, bukan lagi masih “memaksakan” pada corak pemikiran yang lama. Dalam praktiknya harus kita akui, pendidikan Islam hingga saat ini kelihatan sering terlambat merumuskan diri merespon perubahan dan kecenderungan perkembangan masyarakat kita sekarang dan masa datang.

Baca juga  KAMMI, FSLDK Indonesia dan ACN: RUU TPKS Diusulkan DPR, Suara Kami Dibungkam

Sistem pendidikan Islam kebanyakannya masih lebih cenderung mengorientasikan diri pada bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu eksakta semacam fisika, kimia, biologi dan matematika modern. Padahal keempat ilmu ini dan Pendidikan Islam Di Era Revolusi Industri 4.0 Arif Rahman 8 pengembangan teknologi yang canggih mutlak diperlukan. Ilmu eksakta ini belum mendapat apresiasi dan tempat yang sepatutnya dalam sistem pendidikan Islam (Azyumardi Azra, 2012: 66). 

Terkait dengan pendidikan Islam dan penetrasi gelombang teknologi ini, setidaknya ada tiga hal point utama dalam diskusi ini. Pertama, Islam sebagai worldview merupakan landasan berpikir yang memilki area kajiannya tersendiri, yang memiliki sumber mutlak yaitu wahyu berupa Alquran dan Sunnah. Kedua, Kebutuhan-kebutuhan kecakapan hidup manusia (human need). Ketiga, teknologi sebagai bagian dari ekspansi zaman yang sudah berada disekililing masyarakat. Pada ranah pertama “Islamic Source” sedikit banyaknya sudah disinggung pada lembaran sebelumnya, posisi Alqur’an dan Sunnah merupakan sumber utama dalam ajaran Islam, semua aktifitas dan keputusan dan hukum-hukum dalam Islam secara fundamental berasal dari kedua sumber tersebut. Sakralitas (taqdis) terhadap Alquran dan Sunnah oleh para sarjana muslim sebagai teks yang hidup, sehingga dipercayai otentitas sesuai disetiap era (sholihun likulli zaman wa al-makan). 

Sementara Islam sebagai ilmu adalah hasil karya pemikiran ulama atau para ahli dengan mempergunakan wahyu dan sunnah Rasul sebagai data. Islam sebagai ilmu dikenai hukum-hukum ilmu yang bersifat historis dan sosiologis dari kehidupan para ulama dari ahli sebagai manusia seperti umumnya ilmuan (Abdul Munir Mulkhan, 2008: 182-183). 

Islam sebagai ajaran menjadikan wahyu Alqur’an dan Sunnah sebagai satu-satunya pedoman umat Islam yang mutlak. Keyakinan atas otentitas keduanya dan mengaktualisasikan dalam kehidupan beragama merupakan bentuk dari ajaran Islam bagi pemeluknya. Namun pemahaman atas Islam sebagai ilmu berarti bukan hanya sekadar memandang wahyu secara normatif, melainkan melalui pendekatan historisitas dan sosiologis terhadap pemikiran para ulama dan pakar yang mengkaji wahyu dan Sunnah Rasul. Oleh karenanya, pada bagian ini selain dapat membedakan antara Islam sebagai ajaran dan sebagai ilmu, yang peru digaris bawahi adalah “Alquran dan Sunnah Rasul merupakan sumber utama kehidupan muslim”. 

Kemudian pada ranah ketiga adalah “teknologi”, yang secara empiris mencoba memberikan tawaran-tawaran penyelesaian sebagian kegelisahan manusia. Kehadirannya memberikan upaya menjadikan kehidupan manusia lebih sederhana, mengurai kerumitan, mempermudah akses pengetahuan, mempersingkat cara bekerja, dan efesien. Maka riset dan pengembangan adalah kunci utama dalam sistem teknologi. 

Baca juga  Desak Polisi Segera Tetapkan Kasus KY, Perempuan KAMMI dan GMKI Gelar Aksi di Polda Jambi

Ketiga ranah di atas tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dan merasa terasing satu sama lainnya. Bahkan merasa egois saat diwaktu yang bersamaan mencoba menjawab tantangan zaman. Melainkan ketiganya harus mampu bersinggungan dan memberikan warna baru. Konsekuensi perjumpaan ketiganya memberikan semacam instrumen-instrumen cara pandang yang lebih “akomodatif, rasional, dan relevan” demi kemajuan pendidikan Islam. Seperti perjumpaan Islam dan teknologi telah melahirkan semacam beragam software dalam pembelajaran Islam, digitalisasi kitab-kitab turasts, dan kemudahan lainnya sebagai penunjang dalam mendalami ajaran dan sumber Islam.

Formulasi pendidikan dalam hal ini dimaksudkan sebagai penyatuan antara pendidikan Islam dengan aspek teknologi yang dikorelasikan dengan organisasi kepemudaan yang disebut Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bangsa indonesia, transformasi pendidikan di KAMMI juga harus mengalami perkembangan. Dauroh di KAMMI sebagai salah satu wahana pendidikan dan pembelajaran telah mengalami berbagai perubahan konsep, sejak pencarian bentuk hingga penetapan standar pelaksanaan. 

Pendekatan utama yang dipakai dalam pelatihan/dauroh di KAMMI adalah perpaduan yang komprehensif antara pendekatan pedagogis dan andragogis namun tetap menekankan model pembelajaran kontekstual dan konstruktif dengan batas tertentu pada hal yang bersifat asholah dan tsawabit. Metode yang digunakan mencakup ceramah dan demonstrasi, diskusi, dan panel. Selain itu, juga menggunakan simulasi game, role play dan workshop

Pengelolaan daurah di KAMMI diatur dalam SOP yang dijalankan oleh instruktur di KAMMI. Skema pelaksanaannya meliputi pre test, orientasi dauroh, materi, refleksi, post test serta penutup. Adapun perangkat dauroh yang berperan dalam pelaksanaan dauroh minimal terdiri dari MoT, MCR, Observer, dan Fasilitator. Pasca dauroh para peserta akan di didik oleh pemandu KAMMI. 

Instrumen dauroh KAMMI terdiri dari sarana dan prasarana yang meliputi tempat, desain ruang kelas, perlengkapan ruang training, prasarana pendukung, administrasi, berita  acara dan berbagai kelengkapan lain. Hal ini dimaksudkan agar sebuah dauroh dapat berjalan dengan kondusip dan mendapatkan luaran seperti yang diharapkan. Melihat kondisi perdaurohan har ini yang sulit untuk dilakukan tatap muka, maka dauroh KAMMI pun telah menyesuaikan diri. Terlepas dari efektifitas pelaksanaan, standar yang di sosialisasikan pada KIW masing-masing wilayah telah dibuat sedemikan rupa. Dengan segala bentuk keterbatasan tersebut, namun, pilihan pelaksanaan dauroh mencapai titik tertinggi.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru