Gaza, Oerban.com — Seorang pejabat senior Hamas menyatakan pada hari Senin bahwa kelompok tersebut siap membebaskan semua sandera Israel jika Israel bersedia menyetujui pertukaran tahanan secara menyeluruh, menghentikan perang di Gaza, menarik pasukannya dari wilayah tersebut, dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Taher al-Nunu, pejabat senior Hamas, setelah delegasi Hamas meninggalkan Kairo usai melakukan pembicaraan dengan mediator dari Mesir dan Qatar, dua negara yang bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk menengahi kesepakatan gencatan senjata.
“Kami siap membebaskan semua sandera Israel dalam kerangka kesepakatan pertukaran tahanan yang serius, penghentian perang, penarikan penuh pasukan pendudukan dari Jalur Gaza, serta jaminan masuknya bantuan kemanusiaan,” ujar al-Nunu.
Namun, ia menuduh Israel menghambat kemajuan dalam proses menuju gencatan senjata. “Masalahnya bukan jumlah sandera, melainkan fakta bahwa penjajah Israel mengingkari komitmennya, menghalangi pelaksanaan kesepakatan, dan terus melanjutkan agresi,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa Hamas menuntut adanya jaminan internasional untuk memastikan Israel mematuhi kesepakatan tersebut.
Situs berita Israel, Ynet melaporkan bahwa proposal baru telah diajukan kepada Hamas, di mana 10 sandera akan dibebaskan sebagai imbalan atas jaminan dari AS bahwa Israel akan melanjutkan negosiasi menuju fase kedua dari gencatan senjata.
Gencatan senjata sebelumnya, yang dimulai pada 19 Januari dan berlangsung selama dua bulan, runtuh akibat ketidaksepakatan terkait jumlah sandera yang akan dibebaskan. Saat ini, 58 sandera masih berada di wilayah Palestina.
Menanggapi pendekatan bertahap, Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang di Israel menyatakan penolakan terhadap negosiasi yang tidak menjamin pembebasan seluruh sandera sekaligus.
“Metode bertahap membuang waktu dan membahayakan semua sandera. Kami menuntut pembebasan segera dan serentak dari seluruh sandera,” tegas pernyataan forum tersebut.
Sementara itu, al-Nunu menegaskan bahwa Hamas tidak akan menyerahkan senjata perlawanan, menolak syarat utama yang diajukan Israel untuk mengakhiri perang. “Senjata perlawanan bukan bagian dari negosiasi,” katanya.
Pada hari yang sama, Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menyatakan penolakan total terhadap pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka.
Dalam pertemuan di Doha, kedua pemimpin membahas langkah-langkah untuk memulihkan gencatan senjata dan mempercepat proses pertukaran tahanan, serta memastikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan di Gaza, serangan udara Israel dalam 24 jam terakhir telah menewaskan sedikitnya 39 warga Palestina, meningkatkan jumlah korban tewas sejak Oktober 2023 menjadi 50.983 orang. Jumlah korban luka tercatat sebanyak 116.274 orang.
“Banyak korban masih terperangkap di bawah reruntuhan dan di jalanan, karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” kata pernyataan kementerian.
Perang di Gaza meletus pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke wilayah selatan Israel yang menyebabkan sekitar 1.200 kematian dan 251 penyanderaan, menurut otoritas Israel.
Sumber: Daily Sabah
Editor: Julisa