email : oerban.com@gmail.com

31.4 C
Jambi City
Tuesday, May 20, 2025
- Advertisement -

Hari Buruh 2025: Saatnya Negara Akui Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Domestik & Perawatan

Populer

Jakarta, Oerban.com –  Dalam perayaan Hari Buruh Internasional (May Day) tahun ini, Kalyanamitra dan INFID ingin menyoroti semakin parahnya kondisi buruh perempuan di tengah krisis ekonomi global dan ancaman PHK massal. Di tengah upaya negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kerja perawatan yang menjadi fondasi pembangunan negara masih diabaikan.

Perang dagang dan ketidakpastian ekonomi global mendorong negara-negara seperti Indonesia untuk menurunkan biaya produksi melalui deregulasi tenaga kerja. Akibatnya, banyak perusahaan beralih ke bentuk pekerjaan tidak tetap, kontrak jangka pendek, atau alih daya tenaga kerja (outsourcing), sehingga menyebabkan informalisasi sistem ketenagakerjaan.

Buruh perempuan menjadi kelompok yang paling rentan dalam situasi ini karena sering kali ditempatkan di posisi marjinal tanpa perlindungan hukum maupun jaminan sosial. Perusahaan cenderung mengurangi buruh perempuan karena stereotip bahwa perempuan memiliki tanggung jawab pada kerja domestik.

Baca juga  Mengapa Kita Tak Bisa Lebih Serius Melawan Kekerasan Seksual?

Gelombang PHK menghasilkan peningkatan jumlah buruh perempuan yang beralih ke sektor informal. Menurut BPS (Februari 2024), dari 59,59% buruh informal, mayoritas adalah perempuan.

Meskipun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) nasional mencapai 68,73% pada Februari 2024, angka tersebut masih didominasi oleh partisipasi laki-laki. Partisipasi angkatan kerja perempuan (TPAKP) berada di level sekitar 55–57%, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Ini bukan karena perempuan tidak produktif, melainkan karena mayoritas dari mereka tidak tercatat sebagai “angkatan kerja” akibat bekerja di sektor informal atau menjalankan kerja perawatan tak berbayar.

Peluang pekerjaan formal bagi perempuan sangat terbatas, atau jika ada, prasyarat dan kualifikasi yang diterapkan secara tidak langsung mendiskriminasi perempuan. Hal ini memaksa perempuan masuk ke sektor informal, seperti menjadi buruh harian lepas, pekerja rumahan, pekerja rumah tangga, bahkan melakukan pekerjaan tidak berupah seperti kerja perawatan tak berbayar di keluarga.

Data BPS (2022) menunjukkan bahwa rata-rata perempuan di Indonesia menghabiskan 4–5 jam per hari untuk pekerjaan domestik dan perawatan, sementara laki-laki hanya sekitar 1–2 jam per hari. Sedangkan berdasarkan studi internasional, kontribusi kerja perawatan perempuan di Asia bisa mencapai 30–40% dari PDB jika dinilai secara ekonomi (UNDP, 2021). Padahal, kerja perawatan adalah fondasi dari reproduksi tenaga kerja dan keberlangsungan ekonomi nasional. Tanpa kerja perawatan, tidak ada buruh, tidak ada produsen, dan tidak ada pembangunan.

Baca juga  Ucapkan Selamat Hari Buruh, Jokowi Sebut Kesempatan Kerja Harus Diperluas

Jika dinilai secara ekonomi, nilai kerja perawatan yang dilakukan perempuan di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari Rp20 triliun per tahun (studi feminis ekonomi Katadata Insight Center, 2022). Namun, kebijakan publik dan investasi sosial masih mengabaikan kerja perawatan yang mayoritas dilakukan oleh perempuan, bahkan dianggap sebagai hambatan bagi produktivitas perempuan.

Berdasarkan data tersebut, perempuan memberikan kontribusi sangat besar bagi perekonomian. Namun, model ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan belum secara sungguh-sungguh mengakui kontribusi perempuan. Perempuan juga tidak mendapatkan perlindungan kerja yang semestinya. Perempuan pekerja rumah tangga atau yang bekerja di sektor informal tidak mendapat perlindungan karena tiadanya pengakuan bahwa pekerja perawatan adalah sebuah bentuk pekerjaan.

Dalam momentum Hari Buruh Sedunia ini, pemerintah harus melakukan upaya berikut:

  1. Mengakui kerja perawatan sebagai bentuk pekerjaan yang berkontribusi besar pada pembangunan sosial dan ekonomi;
  2. Menjamin adanya regulasi untuk penyediaan fasilitas dan layanan kesehatan universal yang memastikan redistribusi beban kerja domestik;
  3. Menyegerakan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sebagai payung hukum pengakuan dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga;
  4. Memastikan adanya penghargaan yang layak bagi caregiver komunitas yang telah berkontribusi besar pada kerja perawatan bagi kelompok rentan di masyarakat. (*)
Baca juga  Penasaran dengan Rasa Air Susu Ibu (ASI), ini Jawabannya

Editor: Ainun Afifah

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru