Jambi, oerban.com – Penggelapan Dana merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan tertentu. Kata – kata seperti Penggelapan Dana, telah tidak asing lagi bagi kita untuk didengar di negeri ini. Penggelapan Dana tidak hanya ada di Pemerintahan saja, juga ada diberbagai entitas – entitas lainnya seperti di Perusahaan, Komunitas, dan sebagainya.
First Travel adalah biro perjalanan wisata, dibawah bendera CV First Karya Utama yang didirikan pada 1 Juli 2009. First Travel pada awalnya hanya menawarkan layanan perjalanan wisata domestik dan internasional untuk klien perorangan maupun perusahaan. Baru pada tahun 2011, First Travel merambah bisnis perjalanan ibadah umroh di bawah bendera PT First Anugerah Karya Wisata, dan berkembang pesat dari tahun ke tahun.
Setelah 6 tahun berjalan, gelagat aneh dari First Travel mulai tercium pertama kali oleh Kementerian Agama yang memantau bahwa ada yang aneh dari model bisnis First Travel. Hal aneh ini berawal dari gagalnya First Travel memberangkatkan jamaah haji. Pada tahun 2017 yang lalu, telah terjadi berita fenomenal mengenai Penggelapan Dana para Jemaah Haji dan Umroh oleh oknum First Travel. Dilansir dari Kompas.com (17/10/2019), penggelapan tersebut dilakukan oleh Andika Surachman sebagai Direktur Utama dan Anniesa Hasibuan sebagai Direktur serta Siti Nuraidah Hasibuan sebagai Direktur Keuangan. Diperkirakan kerugian mencapai Rp. 905.330.000.000,00.
Dilansir dari liputan6.com (22/02/2018), uang tersebut diduga digunakan untuk membiayai seluruh operasional kantor First Travel, gaji pegawai, Fee agen. Tercatat bahwa Andika Surachman, selaku Direktur Utama, mendapatkan gaji sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Sementara istrinya, Anniesa Devitasari Hasibuan memperoleh Rp. 500.000.000,00. Uang disebutkan tersebut digunakan untuk membiayai kepentingan pribadi, terutama memuaskan hasrat Anniesa Devitasari Hasibuan. Uang itu dihambur – hamburkan untuk membiayai perjalanan wisata keliling Eropa dan lain – lainnya. Artikel ini akan membahas mengenai persoalan penggelapan dana dari perspektif ekonomi islam yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits.
Penggelapan Dana adalah tindakan pengambilan harta orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut dimana harta tersebut telah ada ditangan pelaku dengan maksud tujuan tertentu. Dikutip dalam website hukumonline.com, Penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP dimana yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain baik sebagian atau seluruhnya, di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang atau uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.
Berkaca dari peristiwa diatas, Islam jelas melarang umatnya untuk memanfaatkan harta haram. Maksud dari harta haram menurut Amir Machmud (2017) adalah harta yang dilarang Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia. Contohnya harta yang didapat dari kejahatan, seperti menipu, korupsi dan judi, serta harta riba.
Didalam Surah Al-Baqarah ayat 188, Allah Swt. Berfirman :
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah : 188)
Melihat dari peristiwa diatas, tindakan tersebut tentu telah melanggar dari syariat islam. Hal ini dikarenakan memiliki harta haruslah dengan cara yang halal, dimulai dari harta tersebut hingga cara mendapatkannya tentu dengan cara yang halal juga.
Menurut Amir Mahcmud didalam buku Ekonomi Islam Untuk Dunia yang Lebih Baik (2017) mengatakan bahwa kepemilikan harta dapat dicapai melalui usaha atau pekerjaan yang halal dan tidak menyimpang dari syariat islam.
Pada peristiwa diatas, tentu telah melanggar atau menyimpang syariat islam yakni dengan memperoleh harta dengan cara yang haram atau tidak disyariatkan islam. Tindakannya telah menyimpang pada prinsip – prinsip mendasar dalam harta pada ekonomi islam.
Selain itu, jangan sekali – kali umat muslim mendekati bahkan terjerumus pada mata pencaharian yang haram, seperti jual beli barang haram, mencuri atau merampok. Bagi umat muslim yang berdagang, meereka juga tidak boleh mencurangi timbangan, jual beli dengan menipu demi keuntungan pribadi. Hal ini dikarenakan tindakan seperti ini jelas dilarang Allah SWT.
Selain itu, jual beli dengan cara menipu berarti cara memperoleh harta tersebut dengan cara yang haram. Mengambil harta dengan cara yang bathil seperti peristiwa diatas jelas dilarang oleh agama kita. Allah SWT Berfirman :
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah : 188)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Al-Baqarah : 267).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S.An-Nisa’ : 29)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus diatas merupakan kasus memperoleh harta dengan cara Penggelapan Dana Jemaah Haji dan Umrah. Memperoleh harta dengan cara tersebut merupakan memperoleh harta dengan cara yang haram dan harta tersebut menjadi harta haram. Hal ini menjadi terlarang dan melanggar syariat islam.
Maka, kita sebagai umat muslim, hendaknya mecari harta hingga memperoleh harta itu sendiri dengan cara yang halal. Berusahalah untuk mencari usaha atau bekerja dengan cara halal dan tidak menyimpang dalam syariat islam. Jangan sampai kita dalam mencari harta, berjuang, berusaha, atau bekerja hingga lupa pada Allah SWT. Dan jangan sampai juga umat muslim mendekati bahkan terjerumus pada mata pencaharian yang haram, seperti jual beli barang haram, mencuri atau merampok. Bagi umat muslim yang berdagang, meereka juga tidak boleh mencurangi timbangan, jual beli dengan menipu demi keuntungan pribadi.
Yakinlah bahwa Allah SWT adalah pemilik sebenarnya dan sejatinya alam semesta beserta isinya, percayalah bahwa harta yang dimiliki merupakan titipan dan amanah dari Allah SWT kepada kita semua dimuka bumi ini, berusahalah dengan baik disertai dengan memperbanyak amal sholeh, bertakwalah, perbanyaklah istighfar, dan selalu bersyukur, sehingga kita semua dijauhi apa yang dilarang Allah untuk kita semua.
Artikel ini ditulis Suti Hayati, Windi Afriani Azhari, Zaini Gani, Mila Novriani dan Widya Ika Juliana dari Mahasiswa Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jambi
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini