email : [email protected]

35.3 C
Jambi City
Sabtu, Juli 27, 2024
- Advertisement -

Tapera: Upaya Pemerintah Menanggulangi Krisis Perumahan atau Beban Baru bagi Pekerja?

Populer

Oleh: Sheila Putri Sinta*

Oerban.com – Pemerintah meluncurkan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang bertujuan menghimpun dan menyediakan dana jangka panjang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau. Dasar hukum tentang Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Tiga jenis kredit rumah dapat ditawarkan kepada peserta yang memenuhi syarat: Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR). Tapera menawarkan Skema KPR kepada peserta yang ingin membeli rumah sudah jadi. Skema ini memiliki plafon kredit yang dapat disesuaikan dengan zonasi dan kelompok penghasilan peserta, dengan tenor hingga 30 tahun dan suku bunga tetap 5% hingga lunas.

Untuk KRR, biaya renovasi rumah pertama diberikan, dan tenor peminjaman hingga sepuluh tahun dengan suku bunga 5% tetap hingga lunas. Untuk KBR, sebaliknya, skemanya mirip dengan KRR, dengan tenor peminjaman hingga sepuluh tahun dan suku bunga 5% tetap hingga lunas. Peserta yang sudah memiliki rumah atau tidak berminat untuk membeli rumah dapat mencairkan hasil tabungan mereka setelah kepesertaan berakhir. Tim peneliti LPEM FEB UI menemukan bahwa peserta dapat menghemat sekitar Rp296 juta sebelum disesuaikan dengan inflasi atau Rp122 juta setelah disesuaikan dengan inflasi dengan asumsi gaji awal sebesar Rp5 juta per bulan, tingkat inflasi sebesar 3%, dan kenaikan gaji tahunan sebesar 10%.

Kasus Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) tengah menjadi sorotan dan menuai banyak kritik dari masyarakat, terutama dari pekerja swasta. Banyak pekerja menolak program karena tidak setuju dengan pemotongan gaji sebesar 2,5% per bulan untuk iuran Tapera, yang akan mulai berlaku untuk karyawan swasta dan pegawai mandiri pada 2027.

Baca juga  Sapma IPK Unja Adakan Kegiatan Galang Dana untuk Korban Bencana Alam di NTT dan NTB

Kritik utama berasal dari kekhawatiran ini didasarkan pada berbagai kasus korupsi yang terjadi pada badan pengelola dana masyarakat, seperti Jiwasraya dan Asabri. Tri Susilo, seorang aktivis buruh dari Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia (FPSBI) Lampung, mengungkap kekhawatiran soal pengelolaan dana Tapera. Ia bertanya, “Uangnya iuran pekerja ini akan lari ke mana? Apa mungkin kami bisa menikmati itu atau justru akan dikorupsi?”

Selain itu, menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021, Tapera gagal mengembalikan dana kepada 124.960 ahli waris atau pensiunan dengan total Rp 567 miliar. Hal ini mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap program. Selain itu, sejumlah anggota DPR mendesak pemerintah untuk meninjau ulang pembiayaan dan mekanisme Tapera untuk memastikan pengelolaannya transparan dan akuntabel. Mereka juga menyarankan agar dana Tapera dikelola oleh bank-bank yang sudah terpercaya untuk mencegah penipuan di masa depan.

Menteri PUPR sekaligus Ketua Komite BP Tapera Basuki Hadimuljono mengatakan ada kemungkinan pelaksanaan program Tapera diundur. Hal itu disampaikan Basuki setelah rapat kerja dengan Komisi V DPR di Senayan, Jakarta, 6 Juni 2024

“Ini masalah trust (kepercayaan) sehingga kami undur ini sampai 2027. Menurut saya pribadi, kalau memang ini (iuran Tapera) belum siap, kenapa harus tergesa-gesa?” ucap Basuki Hadimuljono Ketua Komite BP Tapera.

Kebijakan Tapera ini mendapat banyak kritik karena akan memotong penghasilan pekerja dan mengharuskan pengusaha membayar sebagian iuran pekerja.

*penulis merupakan mahasiswa Ilmu Pemerintah Universitas Jambi. 

- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru