“Kakak bukan bela siapa-siapa ya, tapi benar ir apa kita juga tahu ulama-ulama itu benar kan hanya Allah yang tahu” tambah kak Lastri.
“Kak Kur jelaskan kak” Sair meminta penjelasan dari kak Kurnia ustadzah penerima setoran hafalan yang memiliki ilmu dan pemahaman cukup luas “sudah Sair…sudah”. Jawab Kurnia tenang.
“Sair tak terima kak, kak Tipah bawak nama-nama ulama segala” Sair yang mengerti, tapi sulit menjelaskan memaksa kak Kur menjelaskan lagi.
“Sair Imam Syafi’I berkata aku mampu berdebat dengan 10 orang yang berilmu, tapi aku pasti kalah dengan orang yang bodoh. Jangan diperdebat lagi ir tidak akan ada habisnya”.
Sair dan Tipah bungkam. “Oh iya ya, kan tidak boleh berdebat” celetuk Sair lalu pergi meninggalkan majelis ini.
***
Tak lama kemudian, adzan Isya berkumandang semua santri bersiap memenuhi panggilan sang Khalik terkecuali Tipah yang sedang udzur. Dilanjutkan halaqah, santri fokus pada diri masing-masing menyelesaikan wajibat dan mengejar target tilawah, setoran maupun muroja’ah.
Pukul 10.00 wib ditutup dengan Al-Mulk, Do’a setelah membaca Qur’an dan do’a kafaratul majelis berakhirlah halaqah wengi ini. Dilanjutkan dengan aktifitas pribadi santri. Sair, Styana dan Lastri berkumpul bertiga.
Mulailah perbincangan lagi.
“Kak Shinta sepertinya susah sekali menghafal malam hari, dari tadi dia menghafal tapi gak hafal-hafal” ucap Styana yang peduli.
“Bukan susah Na, tapi ayatnya ingin berlama-lama dengan Shinta biar bisa dipahami juga” sahut Lastri
“Benar kak tapi, ada dua penyebab banyaknya maksiat yang kita lakukan di siang tadi dan ayatnya yang ingin berlama-lama dengan kita”
“Benar itu, Sair setuju” tegas Sair semangat.
“Yah tapi, kita fikir positif sajalah, bahwa ayat yang ingin berlama-lama”
Pembicaraan tak dilanjutkan Styana dan Sair lebih memilih bungkam. Akan ada forum perdebatan baru jika diteruskan lagi. Cukup bagi mereka Lastri juga benar.
***
(ssh)