Sarolangun, Oerban.com – Desa Pematang Kabau merupakan salah satu Kawasan komunitas Adat Terpencil (KAT) yang terbesar di wilayah Provinsi Jambi. Secara demografi, Desa Pematang Kabau memiliki batas wilayah utara di wilayah Taman Nasional Bukit Duabelas, sebelah selatan Melawak Baru, sebelah barat Bukit Suban dan sebelah timur Lubuk Jering. Jarak tempuh desa ini dari ibu kota provinsi berjarak sekitar 197 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan seperti mobil dan motor. Secara geografis desa ini terlihat didominasi oleh area hutan dan perkebunan.
Suku Anak Dalam atau orang rimba merupakan salah satu suku yang terasingkan. Keterbelakangan serta kemiskinan menjadi faktor yang menyebabkan kurangnya perekonomian warga SAD. Kehilangan hutan yang merupakan sumber mata pencaharian utama tidak lagi menguntungkan bagi perekonomian, sehingga banyaknya warga SAD yang keluar dari wilayah tempat tinggal SAD dan berpindah ke kota.
Permasalahan kesehatan pada Suku Anak Dalam pun sangat rentan, salah satunya kondisi jamban, gizi, kebersihan diri, cuci tangan pakai sabun serta kondisi lingkungan pemukiman masih menjadi hal tabu bagi warga SAD, terutama pada peningkatan imunitas tubuh, meredakan pegal-pegal dan masalah pencernaan. Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan yang lokasinya jauh dari pemukiman warga SAD dan akses jalan menuju pemukiman warga yang kurang baik menjadi masalah dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Permasalahan lainnya terkait kesehatan ialah lokasi fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat SAD yang jauh dari pemukiman penduduk dan akses jalan menuju pemukiman yang kurang baik menjadi masalah dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan.
Berdasarkan pengalaman observasi tahun lalu ada beberapa faktor yang menyebabkan potensi ekonomi SAD kurang berkembang antara lain:
- Keterbatasan akses ke pasar dan teknologi
- Kurangnya pendidikan dan pelatihan
- Ketergantungan pada sumber daya alam
- Kurangnya akses ke layanan keuangan
- Kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat
Tujuan diadakannya kegiatan praktek pemberdayaan masyarakat pada komunitas SAD ini adalah untuk mendorong meningkatkan pendapatan masyarakat SAD serta meningkatkan pemahaman mereka dalam menjaga daya tubuh. Melalui kegiatan praktek pemberdayaan masyarakat yang di lakukan pada SAD tentang pemanfaatan jahe diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas dan berkelanjutan bagi masyarakat SAD, salah satunya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan mereka mengenai pemanfaatan dan pembuatan makanan dan minuman dari bahan baku jahe untuk menjaga daya tubuh dan meningkatan pendapatan ekonomi masyarakat SAD.
Pada saat turun lapangan kegiatan-kegiatan yang kami (Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat FKIK Unja) lakukan, yaitu:
- Selasa 23 mei 2023 berangkat sampai pukul 14.00
– Pukul 15.00 menuju rumah pak kades untuk melakukan advokasi
– Pukul 16.00 menuju Kelompok Singosari untuk advokasi (advokasi bertemu Ketua Rt Kelompok Singosari bernama Pak Malik), ternyata kelompok Singosari sedang melakukan perjalanan ke dalam hutan untuk bercocok tanam selama seminggu. Sehingga tidak dapat dilaksanakan pada Kelompok Singosari.
– Pukul 20.00 malam menemui tumenggung Kelompok kutai.
2. Rabu, 25 mei 2023
– Pukul7.30 menuju Pak RT kelompok Kutai Pak Rahmat untuk advokasi dan bina suasana berdasarkan keterangan Pak Rahmat selaku ketua rt kelompok kutai didapatkan keterangan. Ternyata PT SAL sudah pernah melakukan program budidaya jahe dengan media polibet. Namun tidak berjalan karena harga jahe turun sehingga terjadi defisit anggaran. Dari pertemuan tersebut kami diberitahu bahwa warga sedang keluar mencari nafkah sehingga kami pun tidak dapat melaksanakan kegiatan pada pagi hari. Lalu kami melanjutkan pendekatan bersama anak-anak SAD sekolah Halom Putri Tijah sambil menunggu koordinator PT SAL Ibu Fenty beserta rombongan.
– Pukul 09.00 PT SAT datang
Dari pertemuan tersebut kami diarahkan untuk menuju kelompok lain karena ketidaktepatsasaran program dan diarahkan menuju resort.
– Pukul 10.00 kami mengunjungi resort pengawasan hutan nasional wilayah II Bapak Helwandi dkk dan Perwakilan PT SAL, Ibu Fenty dkk., untuk memahami lebih lanjut permasalahan dan problem solving yang dibutuhkan. Dari diskusi tersebut ternyata sudah banyak program yang dilaksanakan pada anak SAD. Diantaranya program budidaya anggrek, kerajinan anyaman, madu sialang, bendungan kolam ikan, dan bidang kesehatan. Dari banyak program yang dilaksanakan pihak resort dan PT SAL sangat berharap pihak akademisi (Unja) dapat membantu pemberdayaan SAD, sehingga mereka menyarankan untuk melaksanakan program kesehatan, dan keterampilan. Misalnya kegiatan pelatihan membuat kerajinan berbahan dari hutan, membuat pupuk, dan lainnya.
Mereka menanggapi kegiatan jahemen akan dapat berkelanjutan jika dilakukan pada kelompok bepayung yang memang perekonomiannya terfokuskan pada penanaman. Namun kritik dan saran terhadap jahemen adalah sangat disayangkan jika program pembuatan permen dan wedang akan sulit dalam pemasarannya. Maka dari itu lebih baik melakukan program yang berfokus pada kemampuan atau keterampilan SAD dan strategi pemasarannya. Karena permasalahan adalah hasil karya sad tidak dapat disebarkan luaskan karena berbagai faktor, seperti jarak yang jauh, tidak ada pusat penghimpunan koleksi, dll.
– Selain itu, etelah menemui Bu Fenty selaku koordinator dari PT SAL mengatakan faktor tidak berjalannya pemberdayaan bibit jahe itu karena masyarakat terbiasa berburu, jadi karena berburu mereka bisa mendapatkan uang jual hasil berburu dihari yang sama jadi uangnya cepat didapatkan. Sedangkan mereka kalau menanam uangnya lama dan modal untuk bercocok tanam kurang.
– Pukul 13.00 kami membuat rencana sasaran lain apabila kelompok bepayung tidak ada keluar dari tempatnya maka kami akan menargetkan kelompok kutai dengan menelfon Ibu Erna (guru sekolah Halom Putri Tijah).
– Pukul 15.00 , konfirmasi dari Ibu Fenty bahwa kelompok bepayung tidak dapat keluar sehingga kami menargetkan kelompok kutai dan langsung menuju kelompok Kutai.
– Pukul 15.00 – 18.00 pelaksanaan program dilaksanakan sekaligus dengan tahapan. Materi disampaikan secara FGD.
Editor: Ainun Afifah