Jakarta, Oerban.com – Surat edaran terbaru dari Kementerian Agama Republik Indonesia tentang panduan makan bergizi dan etika makan-minum menuai perhatian luas. Dalam edaran tersebut, tercantum beberapa tata cara makan yang berlandaskan ajaran Islam, seperti membaca basmalah sebelum makan, makan menggunakan tiga jari, tidak mencaci makanan, hingga tidak bernapas di bejana.
Namun, panduan ini mendapat tanggapan kritis dari mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, melalui cuitannya di platform X.
“Ini Kemenag agak berlebihan. Makan harus dengan 3 jari. Yang 2 jari bagaimana? Tak boleh mencaci makanan. Memang ada orang yang mencaci makanan? Jangan bernapas di bejana. Memang ngapain bernafas di bejana? Ada dalil, ‘Permudah saja, jangan menyulitkan diri ‘ ,” tulis Mahfud pada Kamis (9/1/2025).
Cuitan ini memicu berbagai reaksi dari warganet. Sebagian besar mendukung kritik Mahfud, sementara yang lain menilai panduan tersebut adalah bagian dari ajaran agama yang seharusnya dihormati.
Akun @DS_yantie menanggapi dengan nada ringan, “Setelah banyaknya kritikan makan siang gratis langsung ada peraturan ‘tidak mencaci makanan’ ini agak lucu. Kalau misalnya makanan hambar terus kita bilang itu hambar, masa dianggap mencaci?”
Sementara itu, akun @ta_tinur membela panduan tersebut dengan menyebut bahwa adab makan-minum seperti itu telah diterapkan di keluarga sejak lama.
“Apa yang tertulis di atas itu ajaran sunnah Rasulullah. Alhamdulillah selalu ku terapkan di keluargaku,” ungkapnya.
Perdebatan makin panas ketika warganet lain, seperti @fazar1116, memberikan kritik keras kepada Mahfud.
“Gak berlebihan Pak. Ada hadisnya. Kalau Bapak keberatan, ya jangan ikut Nabi Muhammad SAW, ikut nabi yang lainnya aja,” tulisnya.
Namun, ada juga tanggapan yang bersifat reflektif, seperti dari @LasekarPinguin, yang menyinggung isu sosial di Indonesia.
“Tolong dong, Prof Mahfud, ajari kami cara bernafas di tengah bangsa yang bau anyir korupsi, kolusi, nepotisme, serta mufakat jahat satu keluarga yang tega merudapaksa Ibu Pertiwi,” sindirnya.
Surat edaran ini, meski dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat tentang etika makan sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW, rupanya menuai polemik di ruang publik. Perbedaan sudut pandang antara nilai agama, budaya, dan pragmatisme menjadi sorotan.
Editor: Julisa