email : oerban.com@gmail.com

23.3 C
Jambi City
Wednesday, June 25, 2025
- Advertisement -

Menghidupkan Tasawuf: Sabar, Zuhud, dan Tawaduk sebagai Pondasi Jiwa

Populer

Oleh: Ihwang Syaputra*

Oerban.com — Dalam dunia yang semakin cepat dan penuh hiruk pikuk ini, ajaran tasawuf menghadirkan napas ketenangan. Tasawuf bukan semata soal ilmu batin, melainkan jalan hidup yang membentuk karakter dan akhlak.

Pengamalan tasawuf, terdapat pondasi-pondasi utama yang menjadi pilar pembentuk jiwa yang dekat dengan Allah. Di antaranya adalah sabar, zuhud, memberi nasihat dengan lembut, memperbanyak khalwat, berpakaian sederhana, serta tawaduk (rendah hati).

1. Sabar: Kunci Awal Keteguhan Iman

Sabar dalam tasawuf memiliki tiga dimensi: sabar dalam ketaatan, sabar menjauhi maksiat, dan sabar menghadapi ujian. Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya adalah baik baginya. Jika mendapat nikmat, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika tertimpa musibah, ia bersabar, dan itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)

Baca juga  India Tangkap Puluhan Umat Hindu Karena Mengganggu Sholat Muslim

Kita bisa meneladani kesabaran Nabi Ayyub AS yang diuji dengan penyakit parah, kehilangan harta, hingga ditinggalkan keluarga. Namun beliau tidak mengeluh, bahkan doanya tetap lembut:

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya: ‘Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’” (QS. Al-Anbiya: 83)

Begitu juga Nabi Yusuf AS, yang tetap sabar dan menjaga kehormatan meski difitnah dan dipenjara. Ia berkata: “Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” (QS. Yusuf: 33)

Baca juga  6 Adab Berdoa Bagi Seorang Muslim
2. Zuhud: Memilih Sederhana, Menolak Dunia yang Menipu

Zuhud bukan berarti tidak memiliki dunia, tetapi tidak diperbudak oleh dunia. Nabi Muhammad SAW dan para nabi lain menunjukkan hidup yang sederhana. Diriwayatkan dalam hadis:

“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal atau membuang harta. Tetapi zuhud adalah tidak terlalu yakin terhadap apa yang ada di tanganmu lebih baik dari apa yang ada di sisi Allah.” (HR. Tirmidzi)

Nabi Muhammad SAW digambarkan memakai pakaian dari bulu domba simbol kesederhanaan. Bukan busana yang dipandang mewah, melainkan makna dan keikhlasan di baliknya.

Baca juga  La Nyalla: Hari Melawan Islamofobia Harus Jadi Momentum Umat Islam Bebas Stigma Negatif
3. Memberi Nasihat: Tulus dan Lembut

Salah satu tanda kedekatan dengan Allah adalah kepedulian terhadap sesama melalui nasihat. Dalam Alquran disebutkan:
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman.” (QS. Adz-Dzariyat: 55)

Nasihat bukan untuk menghakimi, tetapi mengajak. Apalagi kepada anak-anak dan generasi muda, penting menanamkan cinta pada Al-Qur’an, hormat kepada orang tua, dan menjaga silaturahmi.

4. Khalwat: Menyendiri untuk Mendekatkan Diri kepada Allah

Khalwat, atau menyendiri untuk berzikir dan merenung, adalah salah satu tradisi Nabi Muhammad SAW sebelum bahkan kenabian diturunkan. Dalam kesendirian, kita belajar mendengar suara hati dan memperkuat hubungan spiritual dengan Allah. Rasulullah bersabda:

“Beruntunglah orang yang menyendiri, mereka adalah pelita-pelita petunjuk, yang menjaga shalat dan memutuskan hubungan dari dunia yang menipu.” (HR. Baihaqi)

5. Tawaduk dan Adab: Pintu Dibukanya Keberkahan

Syekh Abdul Qadir al-Jailani menekankan pentingnya tawaduk dan adab. Orang yang rendah hati akan diangkat derajatnya oleh Allah. Nabi bersabda:

“Barang siapa merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan mengangkatnya.” (HR. Muslim)

Tawaduk bukan hanya kepada ulama atau orang tua, tetapi kepada semua makhluk, bahkan kepada binatang sekalipun. Dalam menyembelih hewan, Islam mengajarkan agar pisau diasah tajam, agar tidak menyakiti hewan terlalu lama.

Adab adalah wajah dari akhlak Islam. Masuk masjid, kamar mandi, makan, berpakaian, bahkan tidur semuanya diajarkan adab dalam Islam. Maka penting untuk menghidupkan kembali pendidikan adab dalam rumah dan masyarakat.

6. Fakir: Bukan Lemah, Tapi Kuat karena Allah

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menyebut “al-faqr” (fakir) sebagai puncak dari tasawuf. Bukan berarti miskin secara harta, tetapi merendahkan diri dan merasa butuh hanya kepada Allah. Rasulullah sendiri adalah sosok yang meminta untuk dikumpulkan bersama orang-orang fakir kelak di akhirat.

Tasawuf bukan untuk menjauh dari dunia, tapi membentuk cara menjalani dunia agar tetap dekat kepada Allah. Di tengah zaman yang mengedepankan gengsi, kompetisi, dan materi, ajaran sabar, zuhud, tawaduk, dan adab adalah lentera penuntun jiwa. Semoga kita dapat meneladani para nabi, wali, dan ulama yang telah lebih dahulu meniti jalan ini.

*Tulisan ini disarikan dari ceramah KH. Abdul Latif, M.Ag., Pimpinan Majelis Taklim Al Hidayah Kota Jambi

Baca juga  Solusi Islami Jika Suami Terpikat Wanita Lain
- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru