Oleh : Mahyudi
Aktivis KA KAMMI Jambi
Kosongnya kursi Wagub Jambi tak bisa di elak kan menyeret beberapa nama pesohor di bumi sepucuk sembilan lurah ini. Nama-nama tersebut di gadang-gadang pantas menggantikan figur Fachrori Umar (FU) yang telah resmi di lantik menjadi Gubernur Jambi pertengahan Februari silam.
Dari sekian nama yang beredar di publik, nama Ratu Munawarah (RM) adalah nama yang paling sering di sebut. Selain karena memang faktor label PAN sebagai Parpol yang paling berhak mengusulkan nama calon Wagub tentu juga faktor legacy trah Almarhum Zulkifli Nurdin (ZN). Tak lupa pula kiprah RM sebagai Ketua PKK Jambi dan sebagai Anggota DPRD RI periode 2009-2014. Artinya secara politis RM bukan pendatang baru dalam kancah politik Jambi.
Namun terlepas dari bincang publik tentang sosok RM yang layak mendampingi FU, menurut Penulis ada hal yang amat menarik untuk di bahas secara mendalam. Yakni kondisi psikologis RM menghadapi harapan publik Jambi untuk maju sebagai Wagub. Pembahasan ini menjadi penting karena meskipun nama besar RM dan keluarga besar ZN adalah jaminan mutu tentu proses politik mempunyai logikanya sendiri. RM berikut para loyalis dan PAN sebagai kendaraan politik harus berhitung dengan cermat. Memastikan kesiapan psikologis (baca; mental) RM sendiri dan hingga membaca psikologis FU sebagai Gubernur. Sebagai catatan Penulis pernah Menyoal Psikologis FU.(Oerban.com, 12 Maret 2019)
Menurut penulis setidaknya ada tiga kondisi psikologis yang tengah RM hadapi saat ini. Pertama, trauma. Tak bisa dimungkiri badai yang menimpa Zola membawa luka traumatik bagi trah Nurdin. Tak tanggung-tanggung, sembilu politik menusuk jantung kebanggaan keluarga. Pewaris utama investasi politik dinasti ZN limbung berurusan dengan KPK.
Tentunya, jika RM berketetapan hati menjawab suara publik dan turun dalam kontestasi kursi Wagub mestilah dengan kalkulasi yang matang. Mengapa, karena pusaran politik lah yang telah meluluh-lantakkan bangunan indah dinasti ZN. Penulis yakin tak mudah bagi RM untuk lepas dari bayang-bayang trauma. Namun di satu sisi, posisi Wagub ini menjadi tonggak awal kembalinya sentuhan politik trah ZN. Membangun kembali puing-puing nama besar di jagad politik Jambi.
Kondisi yang kedua adalah menanggung rasa malu. RM harus memiliki mental sekuat baja guna menegakkan kepala dalam setiap dinamika politik yang ada. Suara sumir publik jelas tidak bisa di kontrol. Ujaran cemoohan seakan tiada putus ibarat meminum obat tiga kali sehari. RM harus menyiapkan ruang hati yang luas untuk stok kesabarannya. Pandai bermain peran layaknya aktris sinetron. Mampu tersenyum meskipun hati remuk redam. Dan tidak adanya sosok Bang Zul di sisi RM jelas menjadi catatan tersendiri.
Harus dimaklumi, publik sudah muak dengan penyakit korupsi. Prilaku tikus berdasi ini telah menjadi musuh publik nomer satu. Maka tak jarang cacian makian akan mudah terlontar tanpa bisa di rem terutama di medsos.
Ketiga, cuek. Bisa jadi saat ini RM terkesan cuek. Tak mau ambil pusing. Karena merasa politik bukanlah passionnya. Bukan lingkungan yang tepat buat dirinya dan keluarga untuk saat ini. Rasanya lebih tepat RM fokus membenahi mental dirinya dan anak-anaknya yang pasti kena imbas dari kasus Zola. Mungkin ini yang dibaca oleh FU bahwa RM tidak berminat menjadi wakilnya.
Tapi terlepas apapun kondisi psikologis RM, namanya politik semua menjadi serba mungkin. Muaranya tetaplah pada kesamaan kepentingan. Mungkin hari ini RM maupun FU menampik bicara soal posisi Wagub, namun jika pada satu titik kepentingan bersama bertemu, maka kedua belah pihak akan saling menyesuaikan diri. RM menyiapkan mentalnya dan FU membuka diri demi kepentingannya di tahun 2021. Wallah ‘alam.