email : oerban.com@gmail.com

23.5 C
Jambi City
Tuesday, November 11, 2025
- Advertisement -

Menyudahi Demokrasi Bangsat

Populer

Oleh: Syamsudin Kadir*

Oerban.com – Bangsa ini adalah bangsa yang dilahirkan dari perjuangan panjang para pendahulu. Mereka berjuang dengan mengorbankan berbagai macam hal. Dari ide dan gagasan hingga waktu, tenaga serta keringat juga darah. Perjuangan mereka membutuhkan waktu dan dilalui melalui ritme waktu sekaligus sejarah atau episode yang sangat panjang.

Namun saat ini, kita menyaksikan perjuangan panjang para pendahulu dikotori oleh tindak tanduk tak patut para elite bangsa di berbagai level lembaga dan institusi. Bangsa yang terlahir dari rahim yang suci ini pun dirusak dengan begitu nyata, bahkan sudah melampaui batas. Praktik korupsi yang sangat kronis telah menggerogoti seluruh lini bangsa.

Praktik politik elite kerap membuat mata batin kita dibikin rabun. Apa sebab? Mereka yang kita lihat dan percaya sebagai sosok yang berintegritas pun nyatanya paling giat melawan nilai-nilai integritas. Mereka yang seharusnya digugu dan ditiru nyatanya punya tabiat buruk dalam menjalankan mandat. Mereka terlibat korupsi tapi justru dianggap hal biasa saja.

Baca juga  Rekonsiliasi dan Cacatnya Demokrasi Mahasiswa di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Bahkan ada yang naif dan sudah pada level tolol: menjadi pejabat negara dan punya harta banyak, lalu digaji dan mendapatkan tunjangan tak sedikit, tapi masih mengaku bahwa apa yang dimiliki dan diperoleh masih sedikit. Bayangkan, begitu mudahnya mereka menganggap gaji dan tunjangan sebagai sesuatu yang tak seberapa. Ini fakta gila!

Padahal, elite atau pejabat yang korup itu adalah mereka yang punya perusahaan dan kaya raya. Mereka memiliki aset dan kekayaan yang susah dihitung bilang. Coba cek para bandit yang terlibat kasus korupsi di BUMN, BUMD dan berbagai proyek strategis. Mereka adalah para pejabat penting dengan kekayaan tak sedikit. Gaji dan tunjangan mereka besar.

Sering kali praktik politik elite merampas rasionalitas publik sehingga terjebak pada perangkap emosional yang membutuhkan biaya besar. Tapi sumber biayanya berbeda. Bila elite merampas rasionalitas publik tapi tetap mendapat gaji dan tunjangan, sementara elemen publik terjebak emosional dan tak mendapat apa-apa, bahkan tertatih-tatih.

Baca juga  OPINI : "MIRISNYA KESAN PESTA INI"

Demokrasi yang diagung-agungkan dengan semboyan “dari, oleh dan untuk rakyat” berubah total menjadi “dari, oleh dan untuk bangsat”. Bangsat adalah label paling sederhana bagi praktik politik curang, culas dan saling tikam. Mereka melakukan itu dengan melibatkan para pendukung atau basis massa dengan harga murah, bahkan kerap menipu dan manipulatif.

Apa yang diagungkan dari demokrasi ternyata sekadar orasi yang dibajak secara irasional dari kumpulan diktat atau pidato para pakar yang dibayar dengan sekian receh. Demokrasi jadi tumbal sekaligus medium untuk menjalankan misi utama yang irasional yaitu menguasai dan memiliki. Tentu dengan cara-cara norak sehingga terjadilah praktik demokrasi bangsat.

Integritas pemimpin adalah jalan keluarnya. Mereka yang mendapat mandat mesti memiliki daya untuk menyatakan ya pada k ebenaran dan menjalaninya dalam bentuk tindak tanduk sekaligus kebijakan yang dilahirkan. Kita sebagai warga juga mesti naik kelas yaitu paham hak sekaligus kewajiban. Kita optimis bangsa ini masih punya daya untuk maju. (*)

Baca juga  Aleg PKS Dorong Pemerintah Realokasi Rumah Korban Bencana di NTB dan NTT
*Penulis Buku “Merawat Indonesia” 
- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru