email : [email protected]

24.5 C
Jambi City
Sabtu, April 20, 2024
- Advertisement -

Pendidikan Desa Pelosok, Elegi yang Terlupakan

Populer

Penulis : Roberto Nainggolan (Mahasiswa Universitas Jambi)

Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan, tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin bertahan. Pemerataan pendidikan di Indonesia adalah cita-cita dari seluruh anak bangsa, marilah membagun dan menciptakan pendidikan yang dirasakan oleh seluruh anak bangsa ( Najwa Shihab). 

Sungguh miris, haru bagaikan hati terasa tercabik-cabik karena pada zaman modern ini melihat masih ada sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil belum bisa mendapat bantuan dan uluran tangan dari pemerintah padahal Indonesia sudah merdeka 76 tahun. Bahkan banyak anak-anak di daerah terpencil yang belum bisa merasakan manfaat jaringan internet, alat komunikasi seperti telepon genggam (gadget), maupun televisi, terkadang di daerah terpencil listrik pun tidak ada sehingga anak-anak kesulitan mendapatkan informasi yang ada di kota-kota, juga bukan rahasia lagi bila anak yang tinggal di daerah terpencil ini sangat sulit mendapatkan kehidupan yang layak seperti pada anak-anak pada umumnya. Terkadang mereka sulit mendapat air bersih, sulit mendapat pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Biasanya yang mengakibatkan mirisnya kondisi pendidikan di Indonesia, yaitu kurangnya kesadaran bagi masyarakat di daerah terpencil itu sendiri tentang pendidikan, karena mereka masih terpaku pada adat mereka, sehingga mereka sendiri enggan untuk mengenal dunia luar.

Sementara, disisi lain masih banyak sekolah di daerah terpencil yang belum dilihat oleh pemerintah. Seolah-olah pemerintah hanya memfokuskan pendidikan yang ada di kota saja, sungguh menyedihkan bila kita semua melihat di berbagai media online baik di televisi, maupun di gadget tentang kondisi pendidikan dan keadaan sekolah yang tak layak pakai, yang bisa membahayakan guru maupun murid yang berada di dalam ruangan kelas tersebut, sehingga guru dan murid tidak merasa nyaman berada dalam kelas tersebut. Lalu yang menjadi sorotan utamanya yaitu sulitnya mereka mendapat pendidikan yang layak selama 12 tahun bersekolah, walaupun faktanya tidak semua salah mereka, kesulitan mereka menjangkau lokasi sekolah menjadi masalah karena mereka harus berjalan kaki hingga ada yang berpuluh-puluh kilometer jaraknya, mengarungi sungai, bahkan ada pula yang tidak memakai alas kaki yang seringkali membuat anak-anak di daerah terpencil tersebut terlambat masuk sekolah. Lalu kurangnya tenaga pengajar di desa pedalaman karena sulitnya mencari tenaga pengajar yang mau mengajar di daerah tersebut dikarenakan ada sebagian tenapa pengajar menganggap bahwa mengajajar di darah terpencil gajinya lebih kecil, jauh berbeda dengan gaji di ibu kota, kemudian ada juga tenaga pengajar yang beralasan bahwa di desa tersebut fasilitasnya tidak memadai akibatnya tenaga pengajar tidak merasa nyaman dan mengajukan pindah ke sekolah yang berada di kota-kota kemudian kurangnya infrastruktur baik itu alat sarana dan prasarana seperti meja, kursi, papan tulis, spidol, buku paket, pulpen, buku tulis dan lain sebagainya.

Baca juga  KPU Berikan Bimtek Secara Khusus kepada Partai Gelora Terkait Perbaikan Dokumen Persyaratan Parpol

Kondisi pendidkan di Desa Tangkampulit, Kecamatan Batu lanteh MTS AL-UKHWA misalnya, meraka masih menggunakan bambu sebagai dinding kelasnya, dan beralaskan tanah sebagai lantainya, sehingga apabila musim hujan mereka biasanya tidak pergi sekolah karena kelasnya bocor dan tak tahu dimana harus mengungsi, peralatan yang lainnya pun masih kurang seperti meja, kursi, papan tulis, hingga tenaga pendidik pun kurang. Walaupun begitu dibalik keterbatasan infrasturuktur yang mereka miliki, mereka masih bisa tersenyum dan semangat. Jalan menuju MTS AL-UKHWA ini pun cukup sulit ditempuh, karna jalannya yang licin membuat kendaraan bermotor harus berhati-hati untuk menuju ke sana, tidak jarang banyak yang terjatuh ketika melewati jalan tersebut, jarak dari Kota Sumbawa Besar ke Desa Tangkampulit memiliki rute yang cukup jauh sekitar 60 KM, sehingga membuat pemerintah enggan untuk melihat kondisi desa Tangkampulit, sementara jarak lokasi desa ke sekolah sekitar 1 KM kondisi ini membuat anak-anak tersebut membutuhkan tenaga, sehingga tak jarang diantara mereka merasa capek, lesu, letih ketika pergi ke sekolah maupun pulang sekolah. Apalagi bila musim hujan tak jarang anak-anak ini sering kali tidak masuk sekolah karena rutenya yang kotor, walaupun terkadang ada juga murid yang memaksakan dirinya pergi sekolah hanya untuk mendapatkan pendidikan.

Dengan adanya berbagai masalah terkait dengan pelayanan pendidikan di daerah terpencil, baik guru maupun siswa MTS AL-UKHWA Tangkampulit mereka memiliki secercah harapan kepada pemerintah agar dapat melirik sekolah tersebut dengan memberikan fasilitas yang layak baik dari segi infrastruktur maupun tenaga pendidik dan yang lainnya agar sekolah tersebut dapar setara dengan sekolah-sekolah yang ada di kota.

Gambar: Data statistik jumlah bangunan Sekolah yang dalam kondisi Rusak di Wilayah Indonesia

SD: 78,79%

SMP: 77,53%

SMA: 70,20%

Baca juga  Minta Dukungan Jadi Kabupaten Kepulauan, Pemkab dan DPRD Sumenep Temui Ketua DPD RI

SMK: 68,62%

Sumber : Potret Pendidikan Indonesia, Statistik Indonesia 2020

Dari data diatas bahwasanya masih banyak di penjuru Indonesia yang masih memerlukan perhatian dari pemerintah Indonesia. Bagaimana pendidikan Indonesia mau maju tetapi fasilitas yang di pelukan oleh guru, siswa dll tidak memadai untuk wadah dalam melangsungkan proses belajar yang baik.

Sebagai kesimpulanya Penulis membuat suatu saran bagaimana upaya-upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam memebenahi permasalahan mengenai kurangnya pemerataan pendidikan di wilayah pelosok nusantara yaitu:

Dibutuhkan sebuah pendekatan multi-sektor bagi pengembangan kapasitas

Pemerintah harus berupaya dalam mengembangkan kapasitas perlu yang sesuai dengan situasi local

Pemerintah harusnya terjun langsung kelapangan untuk mengetahui bagaimana kondisi pendidikan yang ada di penjuru negeri.

SUMBER: 

Adlim, M., Gusti, H., & Zulfadli, Z. (2016). Permasalahan dan solusi pendidikan di daerah kepulauan: Studi kasus di SMA negeri 1 Pulau Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Pencerahan, 10(2).

Auldina, L. (2018). Marginalisasi pendidikan di daerah perbatasan (studi kasus di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau). Retrieved from http://repository.umrah.ac.id/826/

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Selatan. (2017). Kecamatan Kepulauan Pongok dalam Angka. Bangka Selatan: Badan Pusat Statistik.

Bappenas. (2016). Laporan akhir koordinasi strategis percepatan pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal untuk mendukung PP No. 78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015. Jakarta: Bappenas.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru