Oleh: Irwanda Nauufal Idris*
Oerban.com – Melihat begitu banyaknya jumlah kapal-kapal tongkang pengangkut batubara yang melintas melalui jalur Sungai Batanghari yang hingga kini masih kita ragukan perihal perizinannya, kami mengunjungi desa yang berada di Muaro Jambi yaitu Desa Sarang Burung. Lalu kami penasaran dan meminta keterangan dari masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Batanghari ini. Mereka rata-rata berkerja sebagai buruh harian di pabrik triplek, serta sebagai pekerja di lokasi keramba ikan. Salah satu warga mengatakan, tidak kurang dari 40 hingga 50 unit kapal-kapal tongkang ini lalu-lalang dalam satu hari.
Aktivitas ini bagai tak mengenal siang ataupun malam. Suara mesin yang bising dan mengganggu pendengaran hingga debu batubara, menjadi makanan sehari-hari oleh paru-paru masyarakat pinggiran sungai. Jelas mereka sangat terganggu dengan kondisi yang carut-marut ini.
Terlebih ancaman terhadap petani keramba, bukan sekali mereka mengalami musibah akibat aktivitas ini, merosotnya penghasilan berupa banyaknya ikan-ikan yang mati, hingga kerugian seperti hancurnya keramba mereka. Jelas aktivitas ini merupakan pengaruh buruk terhadap kestabilan mata pencaharian masyarakat petani keramba.
Serta dampak dari gelombang ombak yang dihasilkan oleh aktivitas angkutan tersebut mengganggu usaha keramba, sementara usaha keramba ikan ini merupakan sumber penghasilan utama. Banyak dari mereka yang hanya menjadi buruh pakan di sana. Keramba ini dipanen 5 bulan 1 kali, namun semenjak adanya aktivitas angkutan batubara melalui sungai ini, pendapatan mereka jauh menurun.
Pakan ikan juga mereka peroleh dengan cara berhutang pada toko yang menyediakan pakannya. Sudah jatuh tertimpa tangga, bukan tangga biasa, tapi tangga beton, begitulah kondisinya akhir-akhir ini.
Hingga kini, aktivitas angkutan batubara tersebut sama sekali tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat pinggiran sungai. Mereka mengatakan bahwa tidak ada manfaatnya batubara ini bagi kami masyarakat pinggiran sungai, sementara kami lah yang paling banyak dirugikan dalam kondisi ini. Mereka menyebut bahwa ini adalah musibah baru untuk masyarakat pinggiran Sungai Batanghari, terutama yang hingga saat ini masih menggantungkan sumber hidup dan penghidupan dari Sungai Batanghari ini.
Bayangkan sumur galian yang ada di sekitaran sungai ini sudah tidak layak untuk dikonsumsi, dengan kata lain sudah sangat tercemar. Air sumur masyarakat di sana mengandung bermacam zat, airnya jernih namun lengket, adanya gelembung-gelembung serta kandungan minyak di air tersebut, yang kami simpulkan jelas ini sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Jika dipakai untuk mandi saja mereka sudah mengalami gatal-gatal, apalagi untuk dikonsumsi.
Air sumur tersebut akan meninggalkan bekas seperti karatan berwarna kuning saat kita menyentuh air tersebut. Di pinggiran Sungai Batanghari ini memang sangat banyak pipa-pipa pembuangan limbah industri yang langsung mengarah ke Sungai Batanghari, terutama limbah pabrik, bekas penambangan emas, pasir dan limbah rumah tangga.
Sebagai contoh, masyarakat di Desa Sarang Burung mengalami penurunan kualitas hidup yang sangat signifikan. Banyaknya jumlah masyarakat yang menderita penyakit kulit, kemiskinan ekstrim, kurang gizi atau stunting serta mengalami kelainan genetik atau cacat fisik maupun saraf, gangguan serius terhadap kesehatan. Dilihat secara fisik maupun psikis mereka yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Kami menduga bahwa persoalan ini terjadi akibat menurunnya standar hidup dan pola hidup masyarakat pinggiran sungai. Faktor utamanya ialah begitu banyaknya aktivitas industri, tambang, hingga lalu-lalang kapal tongkang pengangkut batubara yang terus beroperasi. Jelas aktivitas ini berkontribusi besar dalam merusak dan menghancurkan hak warga negara Indonesia khususnya masyarakat Jambi untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat. Kita lihat dari jumlah penyakit yang diderita masyarakat pinggiran sungai, hingga saat ini masih mengkhawatirkan dan belum ada tindakan serius dari para pelaku tambang, pemerintah dan pihak berwajib dalam menanggulangi dampak negatif yang muncul.
Sungai merupakan sasaran empuk bagi perusahaan yang membuang limbah-limbah beracun ke sungai batanghari. Lingkungan hidup yang tidak sehat selalu menimbulkan dampak buruk terhadap perkembangan makhluk hidup yang ada di sekitarnya.
Melihat kondisi ini, berikut harapan masyarakat pinggiran Sungai Batanghari:
- Meminta agar mereka dapat diperhatikan, terutama anak-anak mereka yang harusnya mendapatkan hak untuk mengenyam lingkungan hidup yang sehat dan bersih, mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk menjamin mereka mampu mengenyam bangku pendidikan serta jaminan kesehatan.
- Meminta agar aktivitas angkutan batubara ini diberhentikan karena tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat, hanya sekedar menjadi tontonan dan ancaman bagi pengusaha keramba ikan yang menggantungkan hidupnya dari usaha tersebut.
- Kegiatan ini menimbulkan kecemasan bagi masyarakat, seperti hal yang sama seperti beberapa waktu lalu bahwa tongkang pengangkut batubara ini menabrak keramba ikan masyarakat desa kami. Sejak saat itu, kami harus tetap waspada dan was-was karena begitu banyaknya kemungkinan akan terjadi hal serupa.
- Kami berharap sesuatu yang diambil dari bumi Jambi juga harus dapat dinikmati oleh masyarakat Jambi itu sendiri, tidak hanya jadi penonton dan mendapatkan kehancurannya saja. Kami masyarakat pinggiran sungai sudah sangat menderita karena susahnya mencari pekerjaan, jangan ditambah lagi dengan masalah baru.
*penulis merupakan mahasiswa Universitas Batanghari