Jakarta, Oerban.com – Gugatan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2024 jadi ajang pembuktian integritas penyelenggara yang dalam hal ini KPU dan Bawaslu, serta Mahkamah Konstitusi (MK).
Per hari Senin kemarin (9/12) sore, tercatat sudah ada sebanyak 162 gugatan yang didaftarkan ke MK secara daring maupun luring, seluruhnya terdiri dari Pilkada kabupaten dan kota.
Pengamat politik, demokrasi, dan kebijakan, Adinda Tenriangke Muchtar mengatakan fenomena gugatan dalam Pilkada adalah hal yang lumrah dan sudah diatur oleh hukum.
Tetapi, sebutnya, gugatan tidak boleh dilakukan untuk hanya sekadar memperkeruh suasana dan menunda proses yang seharusnya sudah berjalan.
“Menurut saya selama itu dilakukan melalui proses hukum dan terbukti, oke saja. Jadi bukan untuk memperkeruh atau dibuat karena alasan untuk menunda proses yang seharusnya sudah selesai,” ungkapnya saat dimintai keterangan oleh Oerban, Selasa (10/12/2024).
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center For Public Policy Research (TII) itu menyampaikan, sengketa Pilkada yang terjadi hari ini akan jadi ajang pembuktian integritas penyelenggara dan MK.
Ia mengatakan, kedua pihak tersebut harus bisa menjaga kepercayaan publik dengan bersikap netral dan independen dalam menangani kasus sengketa Pilkada.
“Untuk KPU, Bawaslu, dan juga MK harus tegak lurus, artinya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing yaitu bekerja secara profesional dan independen,” tegas Adinda.
Ia juga meminta pihak penyelenggara dan MK tidak terpengaruh oleh kepentingan politik apapun dalam menangani sengketa Pilkada 2024.
Menurutnya, saat ini seluruh elemen masyarakat harus ikut andil dalam pengawasan berjalannya proses Pilkada hingga selesai, termasuk tahapan gugatan.
“Kekuatan masyarakat sipil dalam hal ini juga diuji, agar bisa mengawasi komitmen dan integritas penyelenggara Pilkada maupun MK,” tutupnya.
Editor: Ainun Afifah