Kota Jambi, Oerban.com – Belakangan ini telah terjadi aksi teror bom bunuh diri yang dilakukan di depan halaman Gereja katedral di makassar(28/3/21), pelaku melakukan aksi bom bunuh diri yang mengakibatkan puluhan orang mengalami luka-luka akibat insiden tersebut, kemudian disusul oleh aksi penyerangan terhadap mabes polri oleh seorang perempuan yang berdasarkan hasil penyelidikan oleh tim kepolisian merupakan seorang simpatisan ISIS(31/3/21).
Peristiwa ini menambah rentetan panjang kasus terorisme di Indonesia. Menjadi pertanyaan besar mengapa aksi teror ini terus berkelanjutan di Republik ini?
Berdasarkan hasil penyidikan dari pihak kepolisian dengan kerjasama badan intelejen menyatakan bahwa para pelaku merupakan orang-orang yang terpapar paham radikalisme ekstrem. Yang menyebabkan para teroris memandang bahwa keyakinan yang diyakininyalah yang benar maka untuk menegakkan kebenaran yang dianut, mereka tidak takut untuk mati sekalipun. Lalu benarkah demikian?
Penulis merangkup pendapat para ahli, terhadap tindakan atau perilaku teror ini didorong oleh beberapa faktor yakni.
1. Faktor pendidikan
Pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang mudah untuk dimasuki atau ditekankan kepada paham-paham yang mengarah kepada tindakan ekstrim.
Berangkat dari pendidikan yang rendah maka semakin membuka peluang atau kemungkinan untuk seseorang tersebut salah dalam memahami atau menafsirkan makna dari dogma suatu agama. Dalam hubungan kausalitasnya
Gagal paham mengakibatkan salah dalam pengambilan keputusan juga tindakan.
2. Faktor ekonomi
Pendidikan yang rendah berkorelasi dengan ekonomi yang rendah. Persoalan kesenjangan antara si kaya dan si miskin merupakan persoalan pelik di negeri ini, masyarakat yang tergolong kepada masyarakat tidak mampu akan rela melakukan tindakan apa saja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Hal ini merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa angka kriminalitas sangat tinggi di berbagai kota-kota besar di Indonesai. Ketika dia dihadapkan kepada suatu kondisi dimana gerakan radikalisme menawarkan sebuah dunia dimana kebutuhannya terpenuhi dengan syarat dan ketentuan tertentu, maka memilih kehidupan yang ditawarkan oleh gerakan radikalisme tersebut merupakan suatu tindakan yang logis untuk mengakhiri kesenjangan ekonomi yang diderita.
3. Faktor politik dan Ketidakadilan
Dalam menilai suatu kebijakan atau keadilan kita dituntut untuk objektif, Suatu kebijakan tidak selalu berpihak pada 1 arah, adakalanya suatu kebijakan terasa tidak adil atau timpang namun ini adalah masalah perspektif, ketika persfektif ini diolah dan digiring menjadi opini bersama suatu kelompok, maka seketika kebijakan itu akan terasa tidak adil. Ketika ada ketidakadilan yang dirasakan maka akan memicu terjadinya gerakan sosial.
Ketiga faktor di atas saling berkorelasi dalam memicu timbulnya gerakan Radikalisme yang kemudian dilaksanakan dalam bentuk Terorisme. Lalu dimakakah peranan pemerintah dalam penanggulangan permasalahan terorisme di Indonesia?
Sejatinya Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah mengatur tentang sistematika penanggulangan terorisme secara komprehensif, tidak hanya bicara pemberantasan namun juga aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan dan pengawasan.
Dalam penanggulangan kasus terorisme di Negeri ini Penulis beranggapan bahwa untuk menupas atau setidaknya mengurangi kasus Terorisme harus menyasar langsung kepada akar rumput permasalahan yakni tindakan preventif(pencegahan) dengan metode penekanan pada sisi pendidikan, bahwa negara Indonesia adalah Negara yang terdiri dari berbagai ragam suku bangsa dan agama. Sebelum Indonesia merdeka dari penjajahan, berbagai macam suku, bangsa dan agama masayarakat lainnya bersatu untuk memperjuangkan kemerdekaan. Dan bersama-sama dalam mendeklarasikan kemerdekaan negara Indonesia. Negara Indonesia bukanlah milik Sekelompok agama atau suku atau bangsa tertentu saja, melainkan Indonesia adalah kumpulan dari berbagai ragam suku, bangsa, dan agama sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Apa Peran Pemuda dan Masyarakat dalam menyikapi Gerakan Radikalisme yang berpotensi memicu aksi Terorisme?
Penulis meyakini bahwa semua ajaran agama adalah baik, yang membuat menjadi tidak baik adalah jikalau kita bersikap terlalu fanatik terhadap ajaran agama yang kita yakini, karena dari persepsi tersebut akan mengaburkan pandangan kita terhadap berbagai hal baik yang juga diajarkan dan dilakukan oleh agama lain. Beriman sesuai agama dan kepercayaan masing-masing adalah hal yang penting dan merupakan bentuk dari pengejawantahan dari pancasila sebagaimana yang tercantum dalam sila pertama pancasila yang menekankan bahwa Indonesia adalah negara yang berketuhanan, akan tetapi sila ke 3 pancasila yang menekankan kepada persatuan dan kesatuan bangsa tak bisa dikesampingkan, sejarah mencatat bahwa bangsa ini kuat karena bersatu oleh karena itu kita sebagai pemuda atau masyarakat negara ini hendaknya tidak melupakan jasa pengorbanan para pahlawan dalam memperjuangkan Negara kita ini Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mari rawat keimanan kita sebagai negara yang berketuhanan. Dan mari pererat rasa solidaritas sebagai bentuk persatuan dari bangsa yang besar ini, bangsa yang terdiri dari beragam suku, bangsa, agama, dan adat istiadat.
Penulis : Juanson Ambarita (Mahasiswa Fakultas Hukum Unja)