email : [email protected]

29.7 C
Jambi City
Thursday, November 21, 2024
- Advertisement -

Urgensi Penghukuman Efektif dan Sanksi Sosial terhadap Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak

Populer

Jakarta, Oerban.com – Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak masih rentan terjadi. Misalnya, kasus di Kabupaten Lampung Utara, di mana seorang pelajar SMP berinisial N (15 tahun), diperkosa oleh 10 pria. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk di wilayah Lampung Utara (17/2/2024).

“Polisi mengamankan enam pelaku, yakni AD, DA, dan R yang masih di bawah umur. Sedangkan ketiga pria dewasa, yakni AL alias IR, A, dan MI. Namun, masih terdapat empat pelaku lainnya yang berstatus buron,“ ujar Dewi dalam keterangan yang di terima Oerban pada, Senin (18/3/2024).

Menanggapi hal tersebut, Dewi Rahmawati Nur Aulia, peneliti bidang sosial The Indonesian Institute, mengatakan bahwa terjadinya kekerasan seksual pada anak perempuan yang melibatkan pelaku anak di bawah umur merupakan bentuk kejahatan serius sehingga perlu diberikan penghukuman efektif yang bisa memberi efek jera.

Dewi menyampaikan meskipun kejahatan yang oleh anak di bawah umur tidak berdiri tunggal, namun hal ini seharusnya memantik perhatian serius tentang pentingnya peran orang tua dan kontrol sosial masyarakat dalam mengawasi pergaulan anak.

Terkait kasus kematian Y di Kabupaten Rejang Lebong tahun 2016 lalu, misalnya. Perkosaan juga dilakukan secara berkelompok dan juga melibatkan pelaku di bawah umur. Kejahatan seksual ini disinyalir juga dipengaruhi minuman keras yang dipaksakan kepada korban sehingga menyebabkan kematian.

Oleh sebab itu, selain sanksi pidana untuk menegakkan penghukuman yang efektif, pemerintah perlu meningkatkan bentuk penghukuman lain selama masa hukuman dijalankan, seperti mencabut semua haknya sebagai masyarakat sipil pelaku (baik pendidikan, kesehatan, hingga pekerjaan).

Selain itu, mengingat masih maraknya kasus seperti ini terjadi, sanksi sosial dari masyarakat kepada pelaku juga penting untuk dihidupkan kembali.

Baca juga  Sultan Sebut Amandemen Dibutuhkan, Tapi Nanti Pasca Pemilu 2024

Hal tersebut juga tercantum pada UU 12 No 12 Tahun 2022 dalam Pasal 16 ayat 2 b yang menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Dengan adanya tambahan aspek hukuman ini, maka sanksi sosial diharapkan dapat memberikan pembelajaran kepada masyarakat untuk mengetahui dan memahami pentingnya perlindungan atas martabat manusia tanpa terkecuali.

Selain itu, diumumkannya identitas pelaku juga menjadi bentuk sanksi sosial yang diharapkan dapat membuat pelaku menyesal dan merasa malu atas perbuatannya.

“Pengumuman tersebut juga dapat membuat masyarakat lebih waspada terhadap pelaku dan sigap jika pelaku kembali berulah agar dapat segera dilaporkan dan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang, dan bagi pelaku untuk memperbaiki sikap dan tindakannya di tengah masyarakat,” ujar Dewi peneliti bidang sosial The Indonesian Institute. 

Lebih lanjut, dalam konteks hukum, terutama UU Perlindungan Anak, masih terdapat kekosongan ruang hukum yang belum diatur. Misalnya, terkait jenis perkara kejahatan oleh anak berhadapan hukum, termasuk jenis masalah yang bisa diselesaikan melalui diversi atau melewati pengadilan anak.

Hal ini perlu diatur secara spesifik, termasuk untuk anak sebagai pelaku kekerasan seksual agar memastikan rasa keadilan bagi korban dan penegakan hukum yang tegas untuk mencegah dan mengatasi terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual, khususnya yang dilakukan oleh anak.

Terakhir, Dewi menyampaikan bahwa sanksi sosial menjadi pilihan alternatif terakhir di mana seringkali proses diversi pada sistem peradilan pidana anak dinilai tidak mendukung anak, terutama korban kekerasan seksual, untuk memperoleh haknya.(*)

Editor: Ainun Afifah

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru