Wa(kill) Rakyat, Fenomena Negara Kleptokrasi
Oleh : Hendri. Y. Chaniago
Masih segar dalam ingatan kita ungkapan almarhum Prof. Dr. Kunto Wijoyo, bahwa negara ini sedang mengalami penyakit kronis, ibarat sebuah kapal, Indonesia hampir tenggelam. Penyebabnya cukup komplek, baru-baru ini kekerasan terjadi di Aceh, Papua, Mesuji dan Bima, kasus century yang tak berujung, dugaan korupsi di berbagai lembaga negara, boroknya moralitas, dan sederet persoalan tengah mendera negeri Indonesia, tapi satu hal yang mesti mendapat perhatian kita yakni hilangnya ketauladanan.
Penyakit polihedonistik menjangkit dihampir semua level kehidupan, baik ditingkat elit politik, pejabat negara, aparat penegak hukum sampai distrata paling bawah yang bernama akar rumput. Semuanya berlomba-lomba memamerkan gaya hidup gelamor, serba wah. Sampai-sampai dimasyarakat, kebanyakan pola hidup gelamor ini sudah sangat membudaya. Biarlah punya perhiasan, punya tv kabel, motor baru ataupun mobil mewah asalkan bisa didapatkan dengan cara berhutang. Setali tiga uang, ditengah kondisi negara yang punya hutang 3.000 triliun rupiah lebih, wakil rakyatnya justru disibukan dengan rencana pengadaan sarana gedung, kursi yang empuk dan toliet luxury dengan nilai yang sangat fantastik. Di beberapa media baik cetak ataupun elektronik saling lempar tanggungjawab dipertontonkan dari gedung dewan perihal isu panas ini. Kondisi ini bertolak belakang dengan kejadian dibeberapa daerah tengah dilanda banjir, tanah longsor, pengungsi dimana-mana, sementara bantuan pemerintah setempat belum juga datang.
Wabah penyakit polihedonistik sedikit demi sedikit melemahkan kesehatan negara. Seharusnya para elit politik lebih jeli dan lebih punya sens of responsibiliti, Seharusnya pejabat negara, penegak hukum, dan seluruh komponen masyarakat bahu membahu menyelamatkan kapal karam bernama Indonesia ini bukan malah memperbanyak lobang disemua sisi kapal yang membuat kapal tenggelam.