Oleh: Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, M. Anis Matta
Sejak Partai Gelora meluncurkan Gerakan Tanam 10 Juta Pohon, saya beberapa kali mendapat pertanyaan lewat pesan pendek dari sejumlah kawan. Ada sesama politisi, pengamat, penggiat survei, wartawan, juga aktivis. Kalau diringkas pertanyaan mereka begini: Buat apa capek-capek menggarap isu yang tidak “sexy” secara politik? Ada lagi yang bertanya: Memangnya pohon besok nyoblos saat pemilu?
Setelah peluncuran Gelorakan Gen 170 dua hari yang lalu, pertanyaan yang sama juga datang. Bisa dapat berapa suara dari ibu-ibu hamil?
Saya senang dengan pertanyaan itu karena saya bisa bertanya balik: Untuk apa kita berpolitik? Untuk mendapat suara? Ya. Untuk mendapat kekuasaan? Ya. Tapi tidak selesai di situ: Mau apa kita dengan kekuasaan yang insya Allah didapatkan?
Saya percaya bahwa politik adalah alat perubahan. Kita bekerja sejak awal dengan membayangkan perubahan apa yang ingin kita buat. Setiap anggota DPR, pejabat eksekutif, kepala daerah harus punya pertautan hati antara tanda tangannya di sebuah dokumen dengan perubahan apa yang ingin ia buat untuk hajat hidup orang banyak.
Lewat kebijakan, legislasi, peraturan dan anggaran yang dipikirkan matang, kita bisa mengubah hidup orang. Kita bisa membawa orang yang selama ini lemah dan tak berdaya terangkat harkatnya dengan kewenangan yang dimiliki.
Sebaliknya, jika kekuasaan yang diraih tidak bisa mengubah hidup orang banyak, buat apa kita ada di sana?
Sejak didirikan Partai Gelora disiapkan menjadi tangga naik bagi mereka yang selama ini lemah dan tak berdaya. Partai Gelora akan terus menyuarakan agenda-agenda penting yang selama ini tenggelam karena dianggap tidak populer, terutama oleh media.
Indonesia kini tengah mengalami krisis
narasi, krisis cita-cita bangsa. Salah satu indikatornya adalah bangsa ini kehilangan prioritas terhadap agenda-agenda penting kehidupan rakyat. Tidak ada sense of urgency menghadapi banyak tantangan, terutama tantangan membangun manusia.
Angka prevalensi stunting 27,746 (2019) untuk Indonesia yang masuk menjadi anggota G-20 adalah ironi. Bagaimana ketahanan pangan kita dikelola di tengah ancaman perubahan iklim yang telah dan niscaya mengubah wajah bumi?
Karena itu Partai Gelora tidak bergerak semata mengejar isu yang “sexy” secara politik atau populis di media. Kami tidak semata mengejar sorotan media. Politik gagasan tidak membutuhkan banyak gimmick dan atraksi.
Saya ingin suasana yang gembira di Partai Gelora karena kita yakin mengerjakan sesuatu yang penting, yang urgen, bagi bangsa Indonesia.
Kehadiran Partai Gelora harus mampu menghadirkan perubahan pada hidup manusia, terutama pada mereka yang lemah. Bagi ibu hamil yang membutuhkan pendampingan dan nutrisi, bagi anak-anak yang membutuhkan gizi, bagi orang-orang miskin yang nyaris kehilangan harapan. Dan masih banyak lagi.
Itulah makna “rakyat” dalam nama Partai Gelombang Rakyat Indonesia. Rakyat, yang diambil dari Bahasa Arab, berarti perawatan, perlindungan. Rakyat adalah mereka yang kita lindungi karena cinta dan pertanggungjawaban.
Jadi, Partai Gelora akan terus berjalan dalam kerangka urgensi. Menggarap apa yang penting dan mendesak diselesaikan untuk rakyat. Semoga gerakan kami menginspirasi banyak elemen bangsa untuk berkolaborasi. Bersama kita wujudkan Indonesia menjadi kekuatan ke-5 dunia.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini