Kota Jambi, Oerban.com – Sahabat, di artikel sebelumnya kita pernah membahas tentang adversity quotient (Sahabat bisa membacanya di sini). Secara ringkas, adversity quotient adalah kemampuan yang dipunyai individu dalam menghadapi, menyikapi, dan menyelesaikan suatu permasalahan atau rintangan. Adversity quotient ini secara umum juga dikenal sebagai daya juang.
Menurut Paul G. Stoltz, ahli yang mempelopori konsep adversity quotient, adversity quotient atau daya juang pada diri seseorang dapat memengaruhi delapan hal, yang signifikan dalam perjalanan kehidupan seorang individu, yaitu:
Daya Saing
Individu yang menghadapi suatu kesulitan dengan optimis diprediksikan akan jauh lebih berani bertindak dan menanggung risiko. Sebaliknya, sikap pesimis dalam memaknai suatu kesulitan akan memicu sikap keragu-raguan, sehingga menyulitkan dan membelenggu seseorang untuk melangkah. Inilah mengapa adversity quotient sangat mempengaruhi daya saing. Seseorang dengan kemampuan daya juang yang tinggi akan lebih mudah memenangkan suatu persaingan.
Produktivitas
Individu dengan adversity quotient yang tinggi cenderung lebih produktif dan meraih suatu hasil yang baik dalam pencapaiannya. Sedangkan individu dengan adversity quotient yang rendah cenderung stagnan dan tidak berusaha untuk mengerjakan suatu hal yang hendak dicapai dengan sebaik-baiknya, sehingga berdampak pada kinerja yang tidak terlalu bagus.
Kreativitas
Orang-orang yang tidak mampu bertahan dan tenggelam dalam keterpurukan berkepanjangan saat kesulitan melilitnya cenderung tidak dapat melakukan suatu tindakan yang kreatif sebagai bentuk upaya menghadapi dan mengatasi masalah, padahal kreativitas merupakan suatu kemampuan yang diperlukan seseorang untuk memikirkan beragam cara alternatif yang efektif untuk mengatasi kesulitan atau menyelesaikan masalah. Orang dengan adversity quotient yang tinggi akan lebih kreatif dalam mengelola kesulitan menjadi hal positif, begitu pula sebaliknya.
Motivasi
Seseorang dengan adversity quotient yang tinggi akan cenderung memiliki motivasi yang tinggi, begitu pula sebaliknya, individu dengan adversity quotient yang rendah memiliki motivasi yang rapuh.
Pengambilan Risiko
Individu dengan adversity quotient yang tinggi akan berani mengambil risiko atau konsekuensi-konsekuensi dari langkah yang ditempuhnya untuk menciptakan peluang. Namun, individu dengan adversity quotient yang rendah merasa takut untuk mencicipi risiko atau suatu konsekuensi, sehingga orang tersebut merasa ragu-ragu untuk melangkah.
Perbaikan
Individu dengan adversity quotient yang tinggi tak akan pernah berhenti untuk mengintrospeksi, memperbaiki, dan mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang jauh lebih cemerlang dari sebelumnya. Sedangkan individu dengan adversity quotient yang rendah cenderung akan merasa terpuruk dan terbenam dalam suatu kesulitan atau kesalahan yang pernah dilakukannya, dan sulit untuk melepaskan diri dari keputusasaan serta perasaan ingin menyerah.
Ketekunan
Ketekunan merupakan kunci untuk melangkah maju dan mengembangkan diri. Ketekunan berkaitan erat dengan konsistensi, di mana ketika seseorang dihadapkan pada suatu permasalahan, seseorang tersebut digambarkan dengan tetap kontinyu berjuang atau memutuskan untuk mundur. Orang dengan adversity quotient yang tinggi memiliki ketekunan yang matang, sedangkan orang dengan adversity quotient yang rendah tidak memiliki ketekunan yang besar.
Belajar
Seseorang dengan adversity quotient yang tinggi akan memiliki antusiasme yang besar dalam belajar dan bersemangat dalam mencetak prestasi, sedangkan seseorang dengan adversity quotient yang rendah cenderung enggan belajar, mengalami demotivasi dalam belajar, dan tidak bergairah untuk merengkuh prestasi.
Melakukan Perubahan
Orang dengan adversity quotient yang tinggi akan terus-menerus bergerak sehingga memicu perubahan yang positif, sedangkan orang dengan adversity quotient yang rendah akan cenderung pasif dan stagnan.
Editor : Renilda Pratiwi Yolandini