Oleh : Hendri Yandri*
Oerban.com – Pukul 06.30 WIB saya bersiap berangkat menuju ladang amal perjuangan. Sambil menunggu jemputan mobil kantor, semua kelengkapan dan persiapan saya cek kembali termasuk kondisi di lokasi dengan memberikan pesan singkat via WhatsApp kepada panitia. Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi sejak lama, membuat list satu persatu apa yang harus dibawa, siapa yang mesti dikontak ataupun kira-kira berapa waktu tempuh yang diperlukan sampainya di lokasi.
Semua hal detail itu saya biasakan sejak lama, entah satu kebaikan atau bukan namun setidaknya saya punya keyakinan, “jika sudah dipersiapkan maksimal, maka tidak akan muncul sesal kemudian”. Itulah kenapa list catatan kecil selalu dibuat jika hendak melaksanakan satu kegiatan.
Piuh, mobil yang ditunggu baru saja tiba. Tepat pukul 08.00 WIB, lama juga dari janjian awal yang direncanakan pukul 06.30 WIB. Tapi tak apalah namanya juga perjalanan, hanya Allah dan supir yang tahu.
Kami mulai berangkat menuju titik lokasi bersama Mas Sapar, biasanya beliau saya panggil dengan sebutan Mas Gagah. Mungkin ingatan film “Ketika Mas Gagah Pergi ” begitu melekat dalam ingatan saya, sehingga ketika melihat yang lelaki yang gagah saya selalu panggil dengan sebutan Mas Gagah.
Oke, kami melaju dengan kecepatan sedang menuju kencang, ‘from medium to faster’ kata Bule KW. Jalanan masih padat karena mahasiswa berpacu dengan waktu injury time yang mungkin mereka kesiangan atau juga sama seperti saya nunggu jemputan sampai 1,5 jam sehingga jalanan penuh motor dua roda.
“Gubrak”, terlihat dikaca spion mobil ada tabrakan di belakang kami. Kayaknya mahasiswa tadi sedang uji nyali dengan menabrak bemper belakang mobil Isuzu Phanter tahun 2000-an. Sepintas kayaknya aman, sebab tidak ada satupun yang berhenti. Mungkin yang punya mobil bilang, “yah namanya juga mahasiswa”, beda tipis sama emak-emak, sen kiri belok kanan.
Tak terasa kamipun tiba di titik pertama pelatihan penyiapan tenaga kompeten Alsintan di Desa Ture Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari. Asyik, saya membatin. Pesertanya sudah kumpul, tinggal satu orang. Itu pun dia sudah izin di awal karena ada kegiatan lain, tapi katanya akan segera menyusul. Benar saja, sesaat sebelum pembukaan satu orang itu datang juga.
Acara dibuka, saya pikir non formal saja tetapi mereka sudah sangat siap, diawali lagu Indonesia Raya hadirin menyanyikan dengan penuh hikmat. Kalau saya seperti biasa akan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan semangat 45, posisi siap, tegap dan nada suara bass. Setelah itu, dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Terakhir acara saya buka secara resmi, karena kalu tidak dibuka secara resmi berarti acara itu ilegal.
Kami pun pamit, menuju lokasi kedua Desa Senaning. Kegiatan sudah jalan, kami hanya bertemu beberapa panitia untuk menyampaikan arahan singkat agar pelatihan berjalan sesuai koridornya. Eh, ada yang lupa sebenarnya kami bertiga dengan suami bu Maryati Kordinator Penyuluh Kecamatan Pemayung, namanya bang Rangga. Tubuhya tinggi besar, kalau cepak sedikit sudah mirip anggota TNI, atau paling kurang anggota Buser.
Pukul 11 kami menuju lokasi berikutnya di Kecamatan Muara Bulian. Terus menuju lokasi di Malapari dan Napal Sisik. Saya teringat satu peristiwa penting sejarah karena nama lokasinya mirip meski sebetulnya beda, yakni peristiwa MALARI tahun 1974. Pada 15 Januari 1974, terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh massa, yang terdiri dari aktivis dan mahasiswa memprotes kebijakan Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Aksi demonstrasi yang awalnya berlangsung damai tersebut, berubah menjadi kerusuhan besar di Jakarta.
Peristiwa Malari dilatar belakangi oleh ketidakpuasan para aktivis dan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintahan Orde Baru, yang pro investasi asing. Apalagi, kebijakan lunak terhadap pemodal asing, terutama dari Jepang, dinilai lebih banyak dinikmati para pengusaha dan kalangan di lingkaran Orde Baru.
Khayalan sayapun buyar karena perut sudah minta diisi. Kami pun singgah di rumah makan ikan bakar panas. Setelah kami masuk ternyata ikan bakar panasnya sudah dingin. Satu sisi yang punya rumah makan itu benar, yang namanya ikan bakar pasti panas. Tapi saat dihidangkan ikannya sudah dingin, sedingin selera makan kami yang hilang akibat terbuai iklan ikan bakar panas.
Setelah makan kami berangkat ke lokasi, disambut panitia yang ramah dan tentu saja manajer Brigade Pangan beserta anggotanya dan plus petani sekitar yang ikut pelatihan. Kami disuguhi minum kopi, alhamdulillah hatipun mulai hangat kembali.
Brigade Pangan, nama baru di belantara dunia pertanian kita. Nama ini muncul setelah menteri Pertanian digantikan oleh Andi Amran Sulaiman.
Brigade Pangan, seperti namanya, ada energi perlawanan di dalamnya. Satu jawaban atas ketidakpuasan pengelolaan dunia pertanian Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Satu energi yang disambut juga dengan semangat anak-anak muda.
Saya berfikir, ini adalah salah satu jawaban dari sengkarut tatakelola pertanian Indonesia. Meski belum sepenuhnya bisa menyelesaikan masalah yang ada, namun setidaknya semangatnya sudah ada, gerakannya juga sudah terlihat, agendanya juga sudah terbaca.
Kini Brigade Pangan mulai bergerak, bentuknya nyata. Alat mesin pertanian yang selama ini masih jarang digunakan di lahan pertanian sedikit demi sedikit sudah tertutup lumpur, artinya alat sudah berada di lapangan di lahan pertanian. Ada traktor roda empat, roda dua, ada transplanter, ada combine harvester. Alat-alat ini jelas mempercepat pekerjaan menjadi lebih efisien dan efektif. Dan endingnya adalah income para anggota Brigade Pangan serta petani sekitar yang telah menjalin kontrak kerja sama.
Selang beberapa waktu, dari cerita-cerita yang ada, baik dari anggota Brigade Pangan ataupun kepala desa setempat, mereka sangat antusias, ada harapan peningkatan Indeks Pertanaman dari 1 ke 2, dari 2 ke 3. Ada lagi ingin menghidupkan kembali lahan persawahan yang telah lama tidak digarap, ada juga bincangan untuk mencari dan membuka lahan tidur. Ini semua adalah visi yang luar biasa, semua merasa terpacu untuk mencapai swasembada pangan yang sampai tulisan ini saya buat datanya sudah mencapai 3,8 juta Ton. Satu angka yang fantastis, setelah bertahun-tahun sebelumnya tidak pernah terjadi.
Semua seperti menemukan arah baru yang telah lama hilang. Semangat dari Presiden diterjemahkan oleh Menteri Pertanian, dieksekusi oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian dan di kelola oleh tenaga terampil di lapangan adalah bentuk sinergitas tanpa batas. Inilah permulaan masa menuju Indonesia Emas.
Akan tetapi, jika semua langkah baik ini tidak dilajutkan, dievaluasi dan disempurnakan maka, Brigade Pangan ini hanya akan menjadi Mimpi Buruk yang Indah.
Fiuh, kami terbangun karena ban mobil yang kami tumpangi masuk kelobang yang menganga. Dan perjalananpun kami lanjutkan menyeberang Sungai Batanghari ditemani sunset mentari sore.
*Penulis adalah Widyaiswara Ahli Madya Kementerian Pertanian.