email : [email protected]

27 C
Jambi City
Rabu, April 24, 2024
- Advertisement -

Mahasiswa Organisator di Masa Pandemi Covid-19

Populer

Oleh : Ghina Syauqilah

Sarjana Psikologi UNJA 

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berinteraksi dengan sesama, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan peran orang lain. Selain itu, sebagai makhluk sosial, manusia cenderung membentuk kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dapat dilihat salah satu contohnya, yaitu pada mahasiswa.

Adapun hubungan antara sesama manusia dalam istilah sosiologi disebut relasi atau relation. Menurut Rahman (2018), relasi sosial adalah relasi yang mempersatukan sejumlah orang karena adanya suatu objek yang menengahinya. Objek inilah yang membentuk relasi sosial. Relasi sosial yang luas akan menjadikan individu mampu mengerti dan melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan, sehingga memudahkannya untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungan (Hurlock, 2011).

Mahasiswa sebagai manusia, pada dasarnya membentuk suatu kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan, salah satunya dapat mereka realisasikan melalui hubungan organisasi mahasiswa. Mahasiswa, secara general, diklasifikasikan dalam rentang usia 18 hingga 25 tahun, di mana pada usia ini, seseorang akan meninggalkan babak remaja akhir dan menyambangi masa dewasa awal.

Menurut Yusuf (2012), tugas perkembangan paling urgen yang seyogianya dapat dicapai seseorang pada masa ini adalah pemantapan pendirian hidup. Karena inilah, segelintir mahasiswa mengeksplorasi lebih jauh lingkungan perkuliahannya, mendedikasikan waktu, tenaga, dan kapabilitasnya dalam organisasi kemahasiswaan yang beragam, terlepas dari tuntutan akademik. Selain itu, mahasiswa memiliki peran yang besar bagi perubahan-perubahan sosial di lingkungan, Itulah mengapa mahasiswa sering disebut sebagai agent of change atau agen perubahan. Sebagai agen perubahan, dengan sikap kritis dan semangatnya mereka memiliki kekuatan untuk memengaruhi dan menyadarkan masyarakat dalam melakukan suatu gerakan perubahan sosial.

Baca juga  Angkutan Batu Bara : Solusi untuk Kami?

Mahasiswa juga bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat dari ketidaksesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah, karena seringkali kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Mahasiswa saat ini menjadi harapan bangsa yang menjadi tulang punggung negara di masa depan. Dalam menyalurkan aktivitas dan gerakan positif mahasiswa, harus ada tempat yang dapat menaungi dan mewadahinya, yaitu adanya organisasi mahasiswa atau yang sering disebut-sebut sebagai ormawa.

Namun di tengah kondisi pandemi saat ini yang mengharuskan mahasiswa belajar dan berkegiatan melalui daring, hal tersebut akan mengurangi keintiman dalam berinteraksi dengan sesama anggota ataupun dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan organisasi kemahasiswaaan.

Salah satu dampak pandemi adalah perubahan relasi, interaksi, dan komunikasi sosial yang dalam waktu sekejap semuanya harus ditransformasikan melalui sistem daring. Pandemi menjadikan siapapun tidak leluasa untuk bersua. Pandemi juga seolah-olah memaksa pemerintah untuk menginstruksikan kebijakan work from home (WFH) dan study from home (SFH), termasuk pun perguruan tinggi, di mana seluruh sistem pendidikan dialihkan kepada metode belajar daring dari rumah atau daerahnya masing-masing (Sadikin & Hamidah, 2020).

Komunikasi antarsesama teman atau rekan organisasi yang hanya bisa mengandalkan media sosial seperti WhatsApp, LINE, atau Instagram di masa-masa seperti ini seakan-akan menuntut semua orang untuk memandangi layar ponsel atau laptop sepanjang harinya. Tak jarang, hambatan demi hambatan yang tidak menyenangkan lebih kentara terasa, seperti masalah sinyal yang hilang timbul dan barangkali tidak memadai, atau peran di rumah yang menyibukkan masing-masing orang, serta situasi pandemi yang menekan menjadikan orang-orang lebih mudah merasa down, lelah, dan frustrasi. Belum lagi ada segelintir orang yang tidak benar-benar siap menghadapi nuansa aktivitas daring seperti ini.

Baca juga  Ekspresikan Kesengsaraan Rakyat Imbas Kenaikan BBM, KAMMI Jambi Lakukan Aksi Dorong Motor Hingga Kantor DPRD

Pandemi memang menimbulkan banyak dampak, termasuk berimbas pada keberlangsungan organisasi kemahasiswaan yang dalam kesehariannya menuntut banyak komunikasi, kolaborasi, dan kerjasama antarsesama anggotanya dalam menjalankan program kerja dan misi-misi yang belum tertuntaskan demi tercapainya tujuan atau visi bersama. Namun, dalam situasi pandemi yang demikian, ruang untuk berkomunikasi pun menjadi sulit, rumit, dan sempit. Menurut Sadikin & Hamidah (2020), pembelajaran daring menjadikan mayoritas mahasiswa mengeluh karena merasa interaksi dengan teman-teman, rekan-rekan, dan dosen-dosennya begitu minim.

Hal ini menimpa banyak dari mahasiswa yang aktif berorganisasi di kampus. Mereka merasa kedekatan dan keakrabannya dengan rekan satu organisasi menjadi cukup renggang; sulit menyesuaikan waktu kegiatan dengan rekan-rekan mereka untuk rapat atau berdiskusi dikarenakan waktu kuliah yang semakin padat dan tak tentu di kala daring, belum lagi mengingat seabrek tugas yang diberikan; kesukaran dalam menjalankan dan mengeksekusi program kerja; emosi yang campur aduk; miskomunikasi yang cukup sering terjadi; dan perasaan letih tak karuan karena menghadapi kendala-kendala yang disebutkan di atas.

 

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru