email : oerban.com@gmail.com

31.4 C
Jambi City
Tuesday, May 20, 2025
- Advertisement -

Mantan Penyanyi Kafe Ini Sebar Syubhat Lagi, Umat Islam Harus Tahu!

Populer

Oleh: Abdul Malik Yurisfan*

Oerban.com Riyadh Bajrey, seorang mantan penyanyi kafe, dan mantan peminum khamr serta perokok aktif hingga sekarang, lagi-lagi membuat perkataan yang menimbulkan polemik di tengah umat.

Sebelumnya dia mengatakan rokok itu halal, sekarang dia kembali berulah dengan mengatakan bahwa khamr itu lebih baik daripada membuat kajian berbayar, dan demo itu perbuatan yang menabrak ushuluddin.

Nah, sekarang mari kita bedah seputar rokok, khamr, kajian berbayar, kampanye, dan demo.

Baca juga  Geruduk Rektor Unja, Aliansi Mahasiswa Desak Dosen yang Lakukan Aniaya Dipecat
Riyadh Bajrey tentang rokok: “Kami meyakini kehalalannya”

Dalam salah satu klarifikasinya ketika videonya sedang viral karena terlihat merokok, Riyadh Bajrey secara gamblang dan meyakinkan menyatakan bahwa rokok itu halal.

Pernyataan ini justru sangat bertentangan dengan pandangan mayoritas ulama rabbani kontemporer. Jangankan ulama-ulama yang menjadi rujukan dalam kaidah manhaj salaf.

Bahkan ulama yang menurut sebagian kelompok dianggap di luar manhaj salaf yang merokok sekalipun sepakat bahwa rokok itu paling tinggi hanya sampai derajat makruh, dan tidak ada yang berani menaikkannya ke level halal.

Baca juga  Rokok Ancaman Nyata bagi Kesehatan dan Ekonomi Bangsa

Bahkan mereka yang menyatakan mubah (boleh) atau makruh pun umumnya merujuk pada pendapat ulama terdahulu, yang pada zamannya memang ilmu medis belum berkembang dan belum mengetahui dampak buruk rokok, baik bagi perokok aktif maupun pasif.

Namun, seiring berkembangnya teknologi, informasi, dan ilmu kedokteran modern, telah terpampang jelas bukti nyata mengenai bahaya rokok. Oleh karena itu, banyak ulama kemudian mengubah fatwanya menjadi haram.

Kalau memang Riyadh Bajrey meyakini bahwa rokok itu halal, lantas mengapa saat dia terekam sedang merokok, matanya langsung melotot, seolah berusaha menutupi perbuatannya?

Apakah ini bukan bentuk kemunafikan dan dosa? Mengapa tidak ia lanjutkan saja merokoknya? Bukankah, menurutnya, itu halal? Namun, justru tindakan dia setelah itu menunjukkan bahwa hati kecilnya sebenarnya tahu bahwa merokok itu haram dan tidak pantas. Ada rasa tidak nyaman ketika aksinya tersebut terekam kamera.

Baca juga  KEHANCURAN

Kami teringat satu hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

“Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah sesuatu yang membuat hatimu tidak tenang, dan kamu tidak suka jika hal itu diketahui orang lain.” (HR. Muslim)

Dari tindak-tanduk Riyadh Bajrey setelah videonya viral, terlihat ada ketidaknyamanan dalam dirinya. Dalam video klarifikasinya, ia berbicara ke sana ke mari, bahkan menyeret nama tokoh-tokoh lain termasuk ustad senior yang menjadi rujukan umat yang juga dia sebut seorang perokok.

Saat itu Riyadh Bajrey memang sedang mengalami keguncangan jiwa yang hebat. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya dia sadar dirinya salah, namun syahwatnya berusaha menampilkan seolah-olah ia benar.

Maka, sebagai sosok yang selama ini mudah menuduh golongan lain sebagai ahlul hawa’, justru dirinyalah yang pantas disebut sebagai ahlul hawa’ yang sebenarnya.

Baca juga  Dukung Sekolah Sehat Anti Rokok, Dosen dan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unja Lakukan Pengabdian Masyarakat di MTSN 5 Kota Jambi

Keharaman rokok itu sebenarnya sahl (mudah) untuk dinilai dengan cukup baca saja apa yang tertulis di kotak rokok itu. Demikian paraf rasa dari nasihat tentang rokok yang disampaikan oleh Al-Ustad Abdul Hakim Amir Abdat hafizhahullah.

Adapun secara dalil dari Al-Qur’an, keharaman rokok dapat kita lihat dari ayat berikut, yang juga ditunjukkan oleh Riyadh Bajrey saat ia terekam sedang merokok:

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan Dia mengharamkan atas mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A‘raf: 157)

Baca juga  Ribuan Orang Turun ke Jalan Memprotes Pemerintah di Kuba

Maka, jika masih ada yang membela Riyadh Bajrey dengan alasan bahwa rokok adalah perkara ijtihadiyah, mengapa kalian tidak berlapang dada menerima bahwa Maulid Nabi juga merupakan perkara ijtihadiyah?

Mengapa para pengikutnya begitu berat untuk bersikap adil? Ah, kami maklumi bersikap adil itu memang berat, karena syaratnya adalah taqwa. Sedangkan kalian, tak ubahnya hanya menjalani “Sunnah Bani Israil”: terus-menerus memberi udzur dan pembelaan kepada “kawan” sendiri, sekalipun secara dzahir terlihat jelas melakukan kesalahan.

Riyadh Bajrey tentang Khamr: ”Mendingan (minum) khamr lho, kampanye mah errornya ushul, khamr mah Cuma Kaba’ir.

Pernyataan Riyadh Bajrey dalam video tersebut yang justru ia potong sendiri tidak perlu ditanyakan. Tabayyun hanya berlaku atas ucapan yang kita dengar dari pihak ketiga (media massa atau personal) yang tingkat tsiqat-nya diragukan. Jadi, dalam kasus ini tidak ada ruang untuk tabayyun, sebab ada kaidah:

نَحْنُ نَحْكُمُ بِالظَّوَاهِرِ، وَاللَّهُ يَتَوَلَّى السَّرَائِرَ

“Kita menghukumi berdasarkan apa yang tampak, sedangkan yang tersembunyi adalah urusan Allah.”

Baca juga  Fungsi Polisi dalam Melakukan Penindakan Terhadap Peserta Aksi/Demonstrasi yang Ricuh

Dalam pernyataan Riyadh Bajrey yang kedua, ada konsekuensi besar di balik ucapannya: “mending (cuma) minum khamr lho.”

Kalimat ini menunjukkan bahwa ia meremehkan satu dosa yang secara konsensus (ijma’) ulama telah sepakat keharamannya, berdasarkan dalil yang bersifat pasti (qath’i), yaitu firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamr, judi, berhala, dan undi nasib adalah najis dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 90)

Begitu terang benderang, Riyadh Bajrey meremehkan satu dosa besar dengan memakai pola pikir “mending-mending” yang merupakan sebuah pola pikir keliru yang menyamakan pilihan maksiat.

Kaidah ini, yaitu “kita hanya berbeda pilihan maksiat,” adalah pola pikir yang sering keluar dari lisan orang-orang munafik ketika dinasehati.

Kami (penulis) pun sering membaca dan mendengar ucapan semacam ini, dan tentu saja kaget ketika pernyataan seperti itu justru keluar dari seseorang yang merasa dirinya paling kokoh di atas manhaj salaf.

Baca juga  Ketua Kebijakan Publik KAMMI Kota Jambi Serukan Tindakan Tegas terhadap Peredaran Rokok Ilegal yang Diduga Dilindungi Mafia Bisnis

Mari kita simak sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam tentang sikap meremehkan dosa:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ

“Waspadalah kalian terhadap dosa-dosa kecil yang diremehkan. Karena dosa-dosa itu dapat berkumpul pada seseorang hingga membinasakannya.” (HR. Imam Ahmad)

Jika terhadap dosa kecil saja kita diperingatkan agar tidak meremehkan, apalagi terhadap khamr yang secara jelas termasuk Al kabā’ir dalam agama ini.

Narasi yang keluar dari lisan Riyadh Bajrey menunjukkan bukan hanya kegoyahan manhaj dalam dirinya, tetapi juga kecacatan. Bahkan bukan hanya cacat secara manhaj, ucapannya juga cacat secara logika syar’i.

Khamr jelas keharamannya secara ijma’, sedangkan kampanye masih termasuk wilayah khilafiyah ijtihadiyah yang bukan bagian dari ushul.

Memasukkan perkara furu’ ke dalam ushul adalah kebiasaan kaum Khawarij dan aktivis Hizbut Tahrir, yang memang gemar mengeluarkan kaum Muslimin dari pakem agama mereka.

Baca juga  Jadi Provinsi Ke-2 dengan Penduduk Miskin Terbanyak, KAMMI Kritisi Lemahnya Pengawasan DPRD Jabar
Tentang Kampanye?

Sebelum kami memaparkan tulisan ini, kami ingin menyampaikan pendapat pribadi tentang kampanye, khususnya dalam dinamika politik di Indonesia.

Setiap pasangan calon baik dalam pilpres, pilgub, maupun pilwako selalu membawa-bawa tokoh yang digelari ulama oleh masyarakat setempat. Ini adalah sebuah wāqi’ (realitas) yang sulit dihindari.

Tinggal bagaimana sosok-sosok tersebut mampu menempatkan diri dengan baik, tanpa menimbulkan perpecahan di tengah umat, yakni tidak membangun narasi adu domba, dan menjadi bagian dari bargaining position agar para politisi tidak melupakan umat Islam yang telah mendukung mereka. Ini hanya husnuzon dari kami. Silakan jika ingin berbeda pendapat.

Baca juga  Petani India Menggelar Protes Besar-besaran Terhadap Undang-Undang Baru

Sebab, jika umat Islam benar-benar meninggalkan politik, dikhawatirkan kekuasaan akan dipegang oleh orang-orang munafik.

Akibatnya, umat akan ditinggalkan, dan urusan-urusan keumatan diabaikan sebagaimana yang terjadi di sejumlah negeri Muslim yang kini dikuasai oleh para munafikin, hingga muncul undang-undang yang melarang simbol-simbol agama ditampakkan di ruang publik.

Lihatlah kaum Muslimin di Tajikistan, padahal 96% masyarakatnya adalah Muslim, tapi menggunakan hijab di ruang publik dilarang, perayaan hari raya dilarang, memelihara jenggot dilarang, bahkan penggunaan nama bahasa arab juga dilarang.

Karenanya, para ulama akhirnya berijtihad untuk masuk ke semua pasangan calon peserta pemilu di Indonesia. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai bargaining position, agar aspirasi umat tetap difasilitasi siapa pun yang menang.

Baca juga  Terjadi Kericuhan saat Aksi Tolak Revisi UU Pilkada di Jambi, Perwakilan Mahasiswa Angkat Bicara

Para ulama yang terjun ke ranah kampanye ini berlandaskan kaidah fikih:

يُرْتَكَبُ أَخَفُّ الضَّرَرَيْنِ

“Dipilih mudarat yang lebih ringan di antara dua mudarat.”

Ulama-ulama seperti Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh Muḥammad bin Ṣhaliḥ Al ‘Utsaimin rahimahumallah, dan Syaikh Ṣhaliḥ Al Fawzan hafizhahullah pernah menyebutkan bahwa boleh ikut dalam pemilu jika bertujuan untuk mencegah kerusakan yang lebih besar dan memberikan manfaat kepada kaum Muslimin, tentu dengan catatan tetap menjaga prinsip-prinsip Islam.

Jadi, kampanye politik, mengajak orang untuk memilih salah satu pasangan calon dengan tetap menjaga adab-adab keislaman, bukanlah perkara yang menabrak ushul.

Ini adalah perkara ijtihadiyah. Jika engkau setuju, silakan ambil. Jika tidak, itu pun bukan masalah besar. Sekali lagi, karena ini adalah perkara ijtihadiyah, maka sama sekali tidak masuk ke dalam wilayah i‘tiqadiyah.

Baca juga  Rokok Ancaman Nyata bagi Kesehatan dan Ekonomi Bangsa
Tentang Demonstrasi?

Adapun mengenai demonstrasi, kami pribadi mengambil pendapat yang mengharamkannya sekalipun pemerintah membolehkannya karena menghindari mudarat lebih utama daripada mengejar sesuatu yang dianggap manfaat, namun faktanya hanya seperti fatamorgana.

Sebab, beberapa kali terbukti bahwa hasil demonstrasi tidak benar-benar mengubah keadaan. Ditambah lagi, rawan ditunggangi dan diprovokasi sehingga menimbulkan perpecahan.

Namun, kami tidak berani mengatakan bahwa peserta aksi demonstrasi halal darahnya untuk ditumpahkan, sebagaimana yang keluar dari lisan Riyadh Bajrey.

Itu adalah fatwa yang sangat mengerikan jika diterapkan. Akan ada begitu banyak darah kaum Muslimin yang tertumpah karenanya.

Baca juga  Fungsi Polisi dalam Melakukan Penindakan Terhadap Peserta Aksi/Demonstrasi yang Ricuh
Tentang Kajian Berbayar?

Di bagian ini, dia begitu berani berprasangka buruk bahwa orang yang mengadakan kajian dengan konsep talk show dan berbayar dianggap menjual agama.

Di sinilah letak permasalahan nalar seorang Riyadh Bajrey atau umumnya para pendaku salafiyyīn yang tampaknya kesulitan melihat suatu fenomena secara komprehensif. Logika “pokok” yang digunakan adalah logika sempit yang umum di kalangan mereka.

Perlu diketahui, objek dakwah itu beragam. Di antara mereka ada yang masih diuji dengan gengsi untuk datang ke kajian umum. Mereka lebih tertarik pada kajian yang bersifat eksklusif, di tempat yang eksklusif pula dan ini adalah pengalaman kami secara langsung.

Banyak dari mereka yang ketika diberikan value-value motivasi seputar pentingnya ilmu, akhirnya tergerak untuk datang ke kajian yang lebih umum.

Kami (penulis) adalah pelaku lapangan; umat yang masih gengsian ini pun tetap harus kita jadikan objek dakwah. Konsep berbayar adalah bagian dari washilah untuk menjangkau segmen ini.

Perlu juga diketahui bahwa biaya pembayaran tidak masuk ke kantong pembicara, melainkan digunakan untuk keperluan teknis acara, seperti sewa gedung, sound system, konsumsi, dan hal-hal lainnya.

Baca juga  KEHANCURAN

Maka sangatlah keliru dan gegabah apabila seseorang dengan mudah menuduh bahwa kajian semacam ini adalah bentuk menjual agama. Apalagi jika sampai mengatakan bahwa lebih baik minum khamr daripada mengikuti kajian berbayar.

Pesan kami untuk Riyadh Bajrey: perbaiki kembali niat dakwahmu, uslub (gaya) dakwahmu, dan cara berpikirmu. Dan kepada para pengikutnya, kami tidak hendak menzalimi karena mayoritas pengikut Riyadh Bajrey adalah SDM rendah di negeri ini.

Hanya bisa mendorong dan mendoakan agar kalian kelak menemukan rujukan dakwah yang tidak cacat logika maupun nalar, seperti yang terlihat pada diri Riyadh Bajrey.

Demikianlah bantahan kami yang In syaa Allah tetap menjaga semangat ukhuwah, terkesan keras memang karena ini bagian dari menyelamatkan umat dari syubhat-syubhat yang Riyadh Bajrey sebarkan. Hadaniyallah wa iyyakum.

*Penulis Merupakan Da’i Kota Jambi

Baca juga  Ribuan Orang Turun ke Jalan Memprotes Pemerintah di Kuba
- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru