email : oerban.com@gmail.com

28.5 C
Jambi City
Saturday, March 22, 2025
- Advertisement -

Mencari Haji Agus Salim Baru: Di Mana Pemimpin Muda Jambi?

Populer

Oleh : Wasril Tanjung*

Oerban.com Perubahan zaman membawa tantangan besar dalam mencari pemimpin muda yang tangguh dan visioner. Dahulu, tokoh-tokoh seperti Haji Agus Salim, H.O.S Tjokroaminoto dan Soekarno lahir dari proses panjang di organisasi, dididik dengan nilai-nilai perjuangan, dan memiliki keteguhan dalam menghadapi tantangan.

Namun, saat ini banyak anak muda di Jambi yang cenderung pasif dan kurang memiliki inisiatif dalam berorganisasi. Mereka lebih tertarik pada kegiatan instan tanpa berkomitmen dalam proses jangka panjang. Jika kondisi ini terus berlanjut, akankah kita masih bisa menemukan sosok pemimpin yang memiliki keteguhan, wawasan, dan dedikasi seperti Haji Agus Salim di masa depan?

Jika dahulu organisasi menjadi wadah utama bagi pemuda untuk berkembang dan membentuk karakter kepemimpinan, kini semakin banyak anak muda yang enggan terlibat dalam proses panjang tersebut.

Mereka lebih tertarik pada kegiatan instan seperti event temporer yang hanya memberikan pengalaman sesaat tanpa adanya komitmen berkelanjutan. Akibatnya, banyak organisasi yang kehilangan kader potensial, menyebabkan regenerasi kepemimpinan tersendat.

Baca juga  ADA PENINGGALAN GOA JEPANG DI BAJUBANG

Fenomena ini semakin mengkhawatirkan karena pemuda yang ada cenderung menjadi “penumpang” dalam organisasi ikut serta hanya jika ada yang mengajak, tanpa inisiatif untuk berkontribusi lebih jauh.

Padahal, kepemimpinan sejati lahir dari proses pembelajaran dan keterlibatan aktif dalam menghadapi tantangan nyata. Jika tidak ada perubahan, sulit membayangkan akan muncul sosok pemimpin besar seperti Haji Agus Salim di masa depan, terutama di Jambi yang memiliki akar budaya kepemimpinan dan nilai-nilai Islam yang kuat.

Krisis Kepemimpinan dan Minimnya Inisiatif

Banyak anak muda yang sebenarnya memiliki potensi, tetapi mereka cenderung pasif dan hanya mau bergerak jika ada yang mengajak. Karakter ini menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan kepemimpinan daerah, termasuk di Jambi.

Jika situasi ini terus berlanjut, sulit membayangkan munculnya sosok pemimpin besar seperti Haji Agus Salim atau Soekarno di masa depan.

Baca juga  KETUA OKP DI JAMBI TEMUI GUBERNUR BAHAS BEBERAPA HAL, TERMASUK PENANGANAN COVID-19

Selain itu, realitas di dunia pendidikan juga menunjukkan pergeseran nilai. Masih banyak siswa SMA yang belum terbiasa dengan disiplin agama, seperti shalat dan mengaji. Hal ini ironis mengingat Jambi memiliki akar budaya Melayu yang kuat dengan nilai-nilai Islam.

Di era digital ini, banyak anak muda yang lebih aktif di dunia maya dibanding dunia nyata. Mereka menghabiskan banyak waktu di media sosial tetapi tidak memiliki keterlibatan nyata dalam aktivitas sosial yang berdampak langsung pada masyarakat.

Padahal, dalam sebuah organisasi, keterikatan dengan sistem dan proses kaderisasi sangat penting. Jika tidak ada kaderisasi yang jelas, maka kepemimpinan akan terputus, bahkan organisasi bisa mati seiring dengan habisnya masa kepengurusan.

Baca juga  DUTA PETANI MILENIAL MERANGIN SAMPAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA MASEMBOK PADA KEGIATAN SINTANI #5
Harapan dan Solusi: Membentuk Pemimpin, Bukan Penumpang

Meski tantangan ini besar, harapan tetap ada. Masih ada anak-anak muda yang mau berproses dan berkontribusi. Tantangannya adalah bagaimana membangun ekosistem yang mampu menarik dan mengembangkan mereka agar tidak sekadar menjadi “penumpang” dalam organisasi, tetapi benar-benar menjadi “penggerak.”

Organisasi kepemudaan harus menciptakan sistem kaderisasi yang jelas dan berkelanjutan. Setiap anggota harus melalui proses pembinaan bertahap, bukan sekadar dipilih secara karbitan. Struktur organisasi yang kuat akan memastikan bahwa kader tidak hanya muncul saat ada event, tetapi juga terus berkembang dalam jangka panjang.

Pendekatan yang relevan dengan zaman juga diperlukan. Misalnya, memanfaatkan media sosial untuk menarik perhatian anak muda dan membangun komunitas digital yang bisa berujung pada keterlibatan nyata. Metode pendekatan harus praktis dan sesuai dengan gaya hidup mereka, seperti diskusi santai di kafe atau kegiatan yang mengandung unsur hiburan.

Lebih dari itu, pemuda yang sudah berada dalam organisasi juga harus menyadari tanggung jawabnya. Mereka harus menjadi “driver,” bukan sekadar “passenger.”

Baca juga  ALIANSI BURUH DAN KELOMPOK CIPAYUNG PLUS JAMBI SERUDUK GEDUNG DPRD TOLAK OMNIBUS LAW

Artinya, mereka harus aktif menggerakkan roda organisasi, bukan hanya mengikuti arus. Kesadaran ini perlu ditanamkan agar organisasi tidak hanya sekadar menjadi wadah, tetapi juga menjadi kawah candradimuka bagi calon pemimpin masa depan.

Dalam Islam, ada prinsip bahwa ketika seseorang menjadi jalan bagi orang lain untuk mendapatkan kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Prinsip ini bisa menjadi motivasi bagi pemuda yang ingin berkontribusi dalam organisasi dan dakwah.

Baca juga  Aksi Lagi, KAMMI Bersama Cipayung Plus Tagih Janji Gubernur Jambi
Kesimpulan

Membangun generasi pemimpin tidak bisa instan. Dibutuhkan proses, sistem yang jelas, dan role model yang kuat. Organisasi kepemudaan harus beradaptasi dengan zaman, tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai inti dalam pembentukan karakter pemimpin.

Jika tidak ada yang bergerak, maka regenerasi kepemimpinan akan terhenti, dan kita akan kehilangan generasi emas yang seharusnya menjadi penerus bangsa.

Kini saatnya pemuda bangkit, bukan hanya sekadar ikut-ikutan, tetapi benar-benar menjadi penggerak perubahan.

*Penulis merupakan Ketua Gen PM Jambi

Baca juga  GEDUNG SEKOLAH LUAR BIASA SLBN 2 SRI SOEDEWI JAMBI AJANG SASARAN UNIFIED YOUTH ACTIVATION

 

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru