email : [email protected]

33.2 C
Jambi City
Selasa, Mei 21, 2024
- Advertisement -

Menertawakan Somasi yang Ditujukan pada BEM dan MAM UNJA Soal Foto Pernyataan Sikap

Populer

Penulis : Siti Aisyah

(Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan)

Kota Jambi, Oerban.com – Memang ada-ada saja tingkah laku orang-orang yang memiliki perbedaan sikap politis, mereka bisa saja mempermasalahkan sesuatu yang tak berdasar hanya agar pihak yang dituju merasa takut dan terancam hingga melakukan apa yang ia inginkan dengan maksud tertentu. Postingan BEM UNJA melalui akun @bemkbmunja dan MAM UNJA dengan akun @mamkbmunja  yang menyatakan sika mewakili keluarga besar mahasiswa Universitas Jambi (KBM UNJA) menolak hadirnya BP2KM/BAPEPEKAM pada Selasa (9/3) lalu  belakangan menjadi bahan pembicaraan,  karena mendapat respon somasi dari beberapa mahasiswa di Provinsi Jambi karena keberatan dengan gambar mereka di foto tersebut.

Baiklah, sebelum menjurus pada judul tulisan ini, mari kita analisis proses kedangkalan berpikir orang-orang yang mengirimkan somasi tersebut. Pertama, jika kita mencari penjelasan tentang istilah somasi, padanan kata tersebut terdapat dalam istilah hukum. Kata itupun sebenarya tidak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun dalam doktrin dan yurisprudensi digunakan untuk menyebut suatu perintah atau teguran (surat teguran) yang kaitannya dengan debitur (orang yang mempunyai utang atau pinjaman ke pihak lain) karena perjanjian pembayaran.

Dalam Pasal 1238 KUHPerdata mengenai utang  yang berbunyi sebagai berikut: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.” Sehingga dalam hal ini, somasi baru dapat dilayangkan dengan kondisi tersebut.  Nah, dalam kasus pernyataan sikap BEM dan MAM siapakah yang telah melanggar perjanjian pembayaran atau utang?

Kedua, dalam rilis berita yang dikeluarkan oleh media  Ampar.id, Rabu (10/3) lalu mengutip sebuah pernyataan dari mahasiswa UIN Sultan Thaha  Jambi, Candra, yang berujar “Memposting foto tanpa izin dan digunakan untuk kepentingan tertentu dan memecah belah merupakan perbuatan tidak menyenangkan, secara pribadi ini sangat menganggu saya dan saya tidak terima foto saya dipublis untuk sesuatu yang tidak saya setujui, saya tunggu permintaan maafnya dalam 1×24 jam atau siap siap berurusan dengan hukum”.

Baca juga  BEM SI Pilih Nofrian Fadil Akbar Universitas Riau Sebagai Koordinator Pusat

Foto yang digunakan sebagai ilustrasi pernyataan sikap penolakan BP2KM berisi gambar beberapa orang mahasiswa yang mengenakan almamater kampus masing-masing saat aksi masa 3 November 2020 lalu ketika  menolak Omnibus Law, dan telah di sebarkan melalui akun intagram pribadi, dan dijadikan foto profil sosial media. Fokus foto terletak pada Ketua MAM, Agustia Gafar dan Presiden BEM UNJA, Kurnia Nanda dan selebihnya, beberapa orang yang ada disampingnya terlihat menggunakan masker.

Peraturan mengenai foto terdapat dalam undang-undang Hak Cipta, dalam hal ini foto yang dimaksud termasuk kategori  potret yaitu karya fotografi dengan objek manusia. Pencipta foto tersebut (orang yang memiliki hak cipta) merupakan personalia BEM UNJA yang bertugas untuk mendokumentasikan kegiatan. Dalam hal ini, sebuah hak cipta dapat dipermasalahkan apabila, potret yang digunakan dimaksudkan untuk kepentingan komersil tanpa persetujuan orang-orang yang ada dalam foto atau ahli waris, sedangkan diluar itu, pencipta memiliki hak penuh atas pendistribusian atau penggunaan foto diluar kepentingan tersebut.

Hal tersebut seperti yang terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) UUHC yang berbunyi “Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.” Sehingga foto yang digunakan untuk ilustrasi pernyataan sikap tersebut tidak bertentangan dengan hak cipta.

Jika kita lihat beberapa kasus penggunaan foto yang sempat mencuat di Indonesia, dikutip dari Tirto.id pada tahun 2017, pernah heboh dengan kasus akun @nyolongfoto yang mengambil gambar tanpa izin. Namun foto yang dipermasalahkan ialah bentuk foto yang membuat seseorang merasa dilecehkan, karena menampakkan bagian tubuh seseorang. Hal itu juga berkaitan dengan seksual harassment dan praktik misoginis yang masih membudaya di masyarakat. Bahkan dalam kondisi tersebut, menurut Fallissa Putri, pengacara yang fokus pada isu hak cipta, menyebut saat ini masih belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur soal hak publisitas sehingga dalam UU Hak Cipta 2014, penggunaan potret tanpa izin, selama bukan untuk tujuan komersil, diperbolehkan.

Baca juga  Oknum Satpam UNJA Bertindak Brutal, Sejumlah Mahasiswa Aksi Luka-Luka

Sehingga apa yang dimaksud oleh Candra bahwa foto tersebut untuk kepentingan tertentu (padahal hanya sebagai ilustrasi) serta memecah belah merupakan asumsi yang tak berdasar. Bahkan jika kita kalkulasikan, pernyatan sikap yang mewakili ratusan hingga ribuan mahasiswa dari berbagai ormawa yang tergabung dalam UKM, BEM, MAM, HIMA, serta OK tidak sebanding dengan representasi beberapa orang yang mengirimkan somasi ini.

Selanjutnya, jika yang dimaksudkan ialah foto tersebut mencemarkan nama baik, sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Sedangkan konten foto yang digunakan berhak di publis oleh pencipta, serta tidak memuat penghinaan atau pencemaran nama baik seseorang didalamnya.

Unsur perbuatan tidak menyenangkan juga memiliki konteks tertentu yaitu menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga nama baik orang tersebut tercemar atau rusak. Hal ini juga terkait maksud dan tujuan penyebar informasi dalam mendiseminasi informasi, serta kepentingan-kepentingan yang ada di dalam pendiseminasian (penyebarluasan, ed.) sehingga obyektifitas dalam memandang permasalahan ini dapat diraih.

Kita dapat menganalisis foto dan pesan yang ingin disampaikan oleh pihak terkait  menggunakan ilmu semiotika (tanda) dalam ilmu bahasa, dalam kajian semiotik, sebuah gambar (foto) memiliki makna ganda, Roland Barthes mengatakan, sebuah penanda (foto) memiliki korelasi dengan petanda (makna yang melingkupinya) baik secara konotatif maupun denotatif.  Foto yang digunakan dalam ilustrasi penyampaian pernyataan sikap tersebut mengandung arti penyampaian suara mahasiswa secara kolektif bukan untuk merendahkan seseorang. Sehingga asumsi pihak yang mengirimkan somasi tidak sama sekali bertentangan dengan apapun, kecuali emosional pribadi yang terkesan dipaksakan, dan untuk menanggapi hal ini kita hanya perlu banyak  tertawa.

Baca juga  Pengebirian Badan Eksekutif Mahasiswa: Tanda Matinya Demokrasi Kampus?

 

 

 

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru