email : [email protected]

25.4 C
Jambi City
Senin, Mei 6, 2024
- Advertisement -

Menyelami Saga Pemerintahan Mahasiswa di Universitas Jambi

Populer

Berkaca pada tulisan sebelumnya yang menyoroti kebijakan Rektor Universitas Jambi untuk “mendiamkan” kematian demokrasi kampus hingga hari ini, penulis merasa hal ini juga dipengaruhi oleh ketidaktahuan mahasiswa generasi baru akan peranan kampus sebagai miniatur negara dan pemahaman bahwa mahasiswa memiliki sistem pemerintahannya sendiri di dalam kampus untuk mengawal kebijakan birokrasi.

Saga ini dimulai dari sebuah “kitab sakti” yang berjudul Peraturan Rektor Universitas Jambi No. 4 tahun 2018 tentang Organisasi Kemahasiswaan di Lingkup Universitas Jambi dan sampai detik ini belum ada “kitab sakti” baru yang menjadikannya sebagai sebuah dongeng indah di masa sebelum Covid-19.

Organisasi kemahasiswaan UNJA adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk mahasiswa pada tingkat fakultas dan universitas yang berfokus sebagai sarana pengembangan penalaran, kewirausahaan, keilmuan, minat dan bakat, pengembangan kesejahteraan mahasiswa dan pengabdian kepada masyarakat. Ini berarti Ormawa seharusnya ada dan menjadi kewenangan mahasiswa untuk membentuknya serta keberadaan nya untuk memenuhi kepentingan mahasiswa UNJA itu sendiri.

Secara garis besar organisasi kemahasiswaan di dalam kampus Universitas Jambi ada 6:

  1. MAM-UNJA (Majelis Aspirasi Mahasiswa) yang berfungsi sebagai wadah aspirasi mahasiswa UNJA dari berbagai fakultas serta menjadi lembaga yang membentuk undang-undang dalam struktur pemerintahan mahasiswa di tingkat UNJA dan mengawasi BEM di tingkat Universitas.
  2. BEM-UNJA (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang berfungsi sebagai pelaksana utama dari berbagai kegiatan kemahasiswaan di tingkat universitas. BEM juga sebagai benteng utama dalam mengadvokasi permasalahan mahasiswa maupun masyarakat agar dapat terselesaikan. Di samping itu, BEM juga berperan sebagai agent of change, social control, fasilitator, perwakilan, dan pembangun integritas di lingkungan kampus.
  3. UKM-UNJA (Unit Kegiatan Mahasiswa) memiliki fungsi utama sebagai penyalur minat dan bakat mahasiswa, wadah pengembangan kapasitas diri mahasiswa di tingkat Universitas.
  4. DPM-F (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas) yang berfungsi mewadahi aspirasi mahasiswa di tingkat fakultas, membentuk undang-undang dalam struktur pemerintahan mahasiswa di tingkat fakultas serta mengawasi jalannya BEM dan Hima di tingkat Fakultas.
  5. BEM-F (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas) yang berfungsi sebagai pelaksana utama dari berbagai kegiatan kemahasiswaan di tingkat fakultas. BEM-F juga sebagai benteng utama dalam mengadvokasi permasalahan mahasiswa di level fakultas itu sendiri.
  6. HIMA (Himpunan Mahasiswa) merupakan ormawa yang berfungsi untuk mewadahi minat dan bakat, keilmuan, penalaran, pengabdian masyarakat serta wadah kolaborasi mahasiswa dalam satu program studi.
Baca juga  Kembalikan Hak Mahasiswa UNJA, Jangan Menunggu Pemilihan Rektor!

UNJA sendiri memiliki pemerintahan mahasiswa dengan sistem KBM (Keluarga Besar Mahasiswa) yang dimana sistem nya mengutamakan azas kekeluargaan. Hubungan antara BEM Universitas dan Fakultas sendiri lebih condong pada fungsi koordinasi, dan selalu mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan masalah kampus sesuai ruang lingkupnya.

Dalam mewarnai nuansa demokrasi kampus, terdapat pula lembaga bernama KPU dan BAWASLU UNJA yang berfungsi melaksanakan dan mengawasi jalannya pemilihan umum mahasiswa raya (PEMIRA) serta Partai Politik Mahasiswa UNJA yang berfungsi untuk menjadi pemeran utama dalam memeriahkan pesta demokrasi kampus.

Keberadaan lembaga-lembaga tersebut membuat kampus ini lengkap sebagai miniatur negara. Kehadirannya juga menjadikan kampus sebagai wadah yang kondusif untuk belajar menjalani demokrasi dan menyelenggarakan praktik hidup bermasyarakat dalam suatu negara.

Namun sayangnya, tragedi kematian yang diceritakan sebelumnya (Baca: Pengebirian Badan Eksekutif Mahasiswa: Tanda Matinya Demokrasi Kampus?) membuat ini semua hanya menjadi sebuah dongeng pengantar tidur bagi mahasiswa angkatan 2021 ke atas yang belum pernah merasakan secara langsung nikmatnya menjalani demokrasi kampus.

Hingga detik ini, belum ada kesadaran kolektif baik mahasiswa yang terlena dengan keadaan dan birokrasi diuntungkan dengan senyapnya suara suara kritik mahasiswa yang dia anggap tidak enak didengar dan menciptakan rasa takut sehingga cenderung lebih suka suara mobil-mobil proyek yang menghasilkan pundi-pundi rupiah. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembangunan masif di lingkungan kampus dan minimnya peranan mahasiswa untuk mengawasi jalannya pembangunan, hanya diminta sebagai konsumen nya saja.

Penulis berharap, kita semua harus bangun dan bersatu untuk mengembalikan apa itu kampus sebagai miniatur negara dan mahasiswa sebagai social control.

Jordi Adrian Syach, Mahasiswa Semester 8 Universitas Jambi

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru