email : [email protected]

29.9 C
Jambi City
Senin, April 29, 2024
- Advertisement -

Sejarawan UGM Sebut Soekarno Diduga Hubungi Nehru Terkait SU 1 Maret, Fadli Zon: Sejarawan Ngawur

Populer

Jakarta, Oerban.com – Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga anggota Tim Penyusun Naskah Akademik Keputusan Presiden Nomor 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakkan Kedaulatan Negara, Julianto Ibrahim mengungkapkan peran Soekarno dan Hatta dalam Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949.

Menurut Julianto, Soekarno dan Hatta memang tidak terlibat secara langsung dalam serangan tersebut, karena saat itu sedang ditawan di Menumbing. Namun, kedua tokoh ini menurutnya punya kontribusi yang penting dalam ranah penyusunan strategi dan pengambilan keputusan.

Melansir dari laman Kumparan, Sabtu (5/3/2022). Julianto mengatakan, meski ditawan, Soekarno ternyata sudah bisa berkomunikasi dengan dunia luar pada Januari 1949.

Hal itu karena tekanan dari Komisi Tiga Negara (KTN), dan United Nations Commission for Indonesia (UNCI). Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Soekarno dan Hatta untuk berhubungan dengan dunia luar, bahkan mempengaruhi diplomasi Indonesia di dalam sidang PBB.

“Mereka diduga menghubungi Nehru, yang nantinya akan jadi pemimpin sidang umum PBB yang membahas mengenai nasib Indonesia,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, politikus partai Gerindra Fadli Zon dengan keras menuding Julianto sebagai sejarawan ngawur.

“Datanya mana? Sejarawan ngawur. Kita debat saja terbuka agar ada dialektika yang sehat,” tulis Fadli di laman twitternya menanggapi pernyataan Julianto.

Sebagaimana diketahui, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2/2022 yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) serta nama mantan Presiden Soeharto hilang dari Keppres tersebut.

Fadli menyebutkan, penghilangan nama itu merupakan pembelokan sejarah. Sebab menurutnya, Kalau PDRI tidak diakui, termasuk tidak disebut sama sekali di dalam Keppres Nomor 2/2022, maka ada waktu tujuh bulan di mana Indonesia tidak memiliki pemerintahan.

Baca juga  Presiden Jokowi Resmikan Jalan Tol Cibitung–Cilincing Sepanjang 27,2 Kilometer

Mantan Wakil Ketua DPR itu meminta pemerintah untuk merevisi Keppres tersebut karena tidak mencantumkan nama Presiden kedua RI Soeharto, yang kala itu menjabat Komandan Brigade X/Wehrkreis III atau pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta

“Itulah kenapa saya mengingatkan kepada jajaran pemerintahan agar tepat, dalam rangka ini, karena sejarah tidak boleh dibelokkan,” tegasnya.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru