email : [email protected]

24.6 C
Jambi City
Sabtu, Mei 4, 2024
- Advertisement -

Keberlangsungan Perguruan Tingggi Swasta di Tengah Pandemi

Populer

Jambi, Oerban.com – Masa pandemi covid-19 menjadi masa transisi bagi semua sektor, termasuk sektor pendidikan. Sektor pendidikan beberapa kali melakukan lockdown dalam proses belajar-mengajarnya. Selain sekolah, perguruan tinggi juga mengalami masalah yang sama, yakni tidak berjalannya kegiatan pembelajaran secara tatap muka langsung. Sehingga, memilih menggunakan sistem daring, baik virtual ataupun blended.

Persoalan mendasar dalam perguruan tinggi terutama perguruan tingggi swasta, adalah persoalan pendanaan. Dengan adanya pandemi covid-19 ini justru menjadikan tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi swasta untuk terus bertahan.

Kritik Model Bisnis Perguruan Tinggi

Beragam kritik telah dialamatkan kepada PT oleh banyak pengamat. Termasuk di antaranya adalah model bisnis PT yang diklaim sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman atau kedaluwarsa. Sebagian menulis bahwa model bisnis PT sudah bermasalah sejak sebelum pandemi Covid-19. Pandemi ini hanya memperparahnya saja.

Kritik terhadap model bisnis PT dapat kita kelompokkan ke dalam beberapa tingkatan: filosofismetodologis, dan operasional. Dua yang pertama tidak terkait langsung dengan dampak pandemi Covid-19, tetapi pilihan yang tidak tepat dapat ikut memperparah dampaknya.

Pertama, secara filosofis, sudah sejak lama, PT dikritik karena seperti menara gading yang tercerabut dari konteksnya. Kritik ini tidak hanya terdengar di Indonesia, tetapi juga di negana lain, termasuk Amerika Serikat. Misalnya, Orcar Handlin, seorang profesor sejarah di Universitas Harvard “menantang” para cendekiawan di PT, dengan mengatakan:

“Alam semesta yang bermasalah tidak lagi dapat menanggung kemewahan pencarian yang terbatas pada menara gading … Kecendekiawanan harus membuktikan nilainya bukan dengan caranya sendiri, tetapi dengan melayani bangsa dan dunia.

Isu menara gading bukan hal baru di Indonesia. Ketika saya masih menjadi mahasiswa baru, sekitar 27 tahun lalu, isu ini menjadi salah satu bagian diskusi di hari-hari penataran P4. Meskipun demikian, isu ini masih saja relevan untuk konteks kini, ketika terjadi pergeseran orientasi PT. Sebagian PT masih berusaha setia dengan nilai-nilai ideologis yang ditanamkan sejak pendiriannya, namun kita sulit untuk menutup mata bahwa sebagian PT juga cukup kental dengan nuansa bisnisnya. Tentu, ini adalah pilihan sadar dan setiapnya bisa membimbing ke arah yang berbeda.

Baca juga  Tingkatkan Antisipasi Dampak Arus Mudik Nataru

Terlepas dari itu, niat saya membawa isu ini adalah untuk membangunkan kita bahwa PT tidak boleh terlalu nyaman dengan dunianya dan lupa dengan konteks yang melingkupinya. Ungkapan ini juga valid untuk semua warganya, terutama pada dosen dalam menjalin hubungan dengan dunia nyata dan menjamin relevansi ilmu yang digeluti dan dikembangkannya.

Sensitivitas dosen terhadap masalah bangsa juga dapat dimasukkan dalam diskusi ini (lihat misalnya kritik Dhakidae [2003]). Lebih lanjut, isu ini dapat juga dikaitkan dengan diskursus kecendekiawanan yang membabit atau engaged scholarship (lihat misalnya Boyer [1996], van de Ven [2007], Perkmann dan Walsh [2008]).

Mengapa ini penting? Keberlanjutan PT tidak mungkin terlepas dari isu relevansi filosofisnya. Relevansi ini sangat penting untuk memberi energi yang cukup bagi ikhtiar kolektif warga kampus untuk terus bertumbuh. Selain itu, hukum alam sudah cukup mengajarkan kepada kita, bahwa hanya mereka yang dapat menjaga relevansi keberadaannya yang akan bertahan hidup dan berkembang.

Kedua, dari sisi metodologis, kritik dikaitkan dengan kurikulum PT yang sudah kedaluwarsa dan tidak responsif terhadap perubahan yang ada. Dalam konteks ini, setiap PT diharapkan dapat secara jujur mengevaluasi dengan hati-hati komprehensif. Kesalahan dalam menjalankan evaluasi dapat membawa PT kepada jebakan pragmatisme jangka pendek yang tidak mampu memberikan pendidikan untuk menyiapkan manusia yang adaftif, termasuk menghadirkan pendidikan yang memerdekan manusia.

Di lapangan, memang kadang terdengar teriakan bahwa hanya sebagian kecil materi yang diajarkan oleh PT relevan di dunia kerja. Teriakan ini harus didengar, tetapi jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Anggaplah ini sebagai sistem peringatan dini, untuk tidak lupa diri, karena membawa pesan kejut. Studi yang lebih komprehensif diperlukan. Banyak catatan bisa diberikan, PT pada jalur akademik mempunyai misi yang berbeda dengan jalur vokasi, misalnya. Ada pembagian fokus di sana.

Baca juga  Moskow Berlakukan Kebijakan Penutupan Sekolah dan Pusat Keramaian Karena Kenaikan Angka Kematian Akibat COVID-19

Tentu, ini juga bukan berarti menjadi alasan untuk tidak berubah. Yang dibutuhkan di sini adalah sensitivitas menangkap sinyal zaman dan meresponsnya dengan baik. Sensitivitas penangkap sinyal ini seringkali berkurang karena beragam sindrom yang menghinggapi pengambil kebijakan di PT. Termasuk di antaranya adalah sindrom “zaman saya dulu” dan sindrom “begini saja bisa”. Sindrom-sindrom seperti akan menghambat tumbuh suburnya ide-ide inovatif, yang biasanya akan layu sebelum berkembang.

Dalam konteks ini, refleksi jujur perlu dilakukan secara kolektif. Lagi-lagi, respons kreatif terhadap masalah metodologis ini juga untuk menjamin relevansi kehadiran PT di tengah-tengah masyarakat yang kebutuhannya tidak statis. Baik dalam suasana pandemi, maupun tidak, masalah metodologis ini harus diselesaikan.

Pandemi dan Masalah Operasional

Pandemi Covid-19 yang menyerang umat manusia dengan tiba-tiba tidak memberikan kemewahan waktu untuk meresponsnya. PT merupakan salah satu sektor pendidikan yang terdampak. Ketidaksiapan banyak PT dalam memitigasi pandemi ini telah memunculkan kritik terhadap sisi operasionalMisi utama mitigasi sisi ini adalah untuk menjamin keberlangsungan akademik dan memastikan roda organisasi tetap berjalan dengan baik.

Dampak pandemi terhadap aspek operasional PT ini dapat mewujud dalam semua tahapan siklus hidup mahasiswa (student’s life cycle), mulai sebagai calon yang prospektif sampai menjadi alumni yang kontributif. Untuk memberi contoh, kita bisa tulis mulai dari pemasaran, admisi mahasiswa baru, pembelajaran, aktivitas akademik lain –seperti penelitian, pengabdian kepada masyarakat, pembinaan kemahasiswaan, kuliah kerja nyata, dan lain-lain–, kerja sama, dan mobilitas internasional.

Desain awal sebagian besar aktivitas akademik di atas masing memerlukan mobilitas fisik yang ketika pandemi tidak mungkin dilakukan dengan leluasa. Karenanya, desain ulang merupakan suatu keharusan operasional.

Baca juga  Pentingnya Penggunaan Modul dengan Pendekatan SETS dalam Proses Pembelajaran di Era Pandemi

Selain itu, aspek finansial PT tidak kalah penting untuk dimitigasi dengan serius. Pada situasi dengan ketidakpastian tinggi seperti saat ini, kepemilikan uang kontan menjadi sangat penting.

Penurunan kapasitas finansial orang tua mahasiswa atau mahasiswa akan sangat mempengaruhi kemampuan bayarnya. PT harus memasukkan variabel ini ke dalam aspek perencanaan keuangan, dan memitigasinya jika target pemasukan tidak tercapai dan memberi bantuan sesuai dengan kapasitas masing-masing PT.

Hal ini diperparah dengan model kepemilikan aset sebagian besar PT saat ini yang masih memerlukan biaya perawatan tinggi. Penurunan biaya aspek ini di masa pendemi tidak terlalu signifikan.

Kini tantangan yang ada dalam perguruan tinggi tersebut selain finansial dan inovasi, juga persoalan pandemi yang masih belum berakhir.

Sumber : Universitas Islam Indonesia

 

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru