Alasan kedua, Petahana dalam kesempatan ini berhadapan lagi dengan rival politiknya di tahun 2014 lampau, di tambah dengan pendamping lawan politiknya yang mewakili kelas kaum borjouis. Prabowo sendiri mewakili profil tuan tanah sebagai seteru kaum proletar sepanjang masa. Maka dapat dimaklumi ketika pada satu kesempatan debat Jokowi menyinggung masalah kepemilikan lahan yang di kuasai oleh Prabowo. Itu memang skenarionya.
Selain jargon tentang kesederhanaan yang di usung kelompok petahana dalm konteks pertarungan kelas adalah isu tentang reformasi agraria yang menjadi jualan resmi pihak Jokowi. Secara eksplisit kita melihat Jokowi membagi-bagikan sertifikat tanah secara langsung kepada masyarakat. Reformasi Agraria banyak sekali masuk dalam agenda politik partai komunis di dunia. Kita ambil contoh Reformasi agrarian yang di tuangkan dalam rancangan program agrarian Para Sosialis Rusia, Polska Partia Socyalitycha (PPS) No 11.” Nasionalisasi tanah milik kapitalis dengan jalan penyitaan. Tanah-tanah yang dapat di tanamidan padang-padang rumput yang diperoleh rakyat dengan cara demikian harus di bagikan habis menjadi tanah-tanah pembagian dan diserahkan kepada kaum tani yang tidak punya tanah dan sedikit memilikinya dengan sewa jangka Panjang yang terjamin.”
Pilihan Jokowi terhadap Ma’ruf amin yang merupakan ulama juga merupakan salah satu ciri penting ideologi perlawanan kelas. Dalam sejarah ideologi ini di Indonesia, Ulama berperan penting menjadi Counter elite yang menyaingi hierarki yang dibentuk oleh kaum borjouis. Jadi jika ada anggapan bahwa pemilihan Kyai Ma’ruf amin sebagai kekalahan putusan politis petahana rasanya sih tidak. Pilihan wakil presiden dari kalangan ulama itu sudah masuk dalam rencana mereka.
Lalu mengapa seolah terjadi paradoks antara ideologi yang di usung oleh pihak petahana dengan realisasi program kerja yang telah berjalan. Dimana kita ketahui petahana sangat menitik beratkan pola pembangunannya kepada mega proyek infrasruktur dan mega proyek padat modal lainnya yang tidak ada sama sekali ketersinggungan dengan keberpihakan kelas proletar yang di perjuangkan dan yang didengung-dengungkan. Hal ini tidak lepas dari apa yang menjadi proyek multinasional RRC sebagai negara penganut paham sosialis terbesar. Harus di pahami bahwa orientasi pemerintahan saat ini adalah RRC oriented (belum ada bantahan resmi dari pemerintah soal ini sampai tulisan ini ditulis).Proyek multinasional yang melibatkan banyak negara itu di sebut The New Silk Road atau one Belt Road.