Kota Jambi, Oerban.com — Pemerintah Provinsi Jambi bersama organisasi masyarakat sipil menggelar Workshop dan Asistensi Integrasi Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Kegiatan berlangsung selama dua hari, 3–4/6/2025, di Hotel Luminor Jambi.
Workshop ini diselenggarakan oleh Pundi Sumatra dan KKI WARSI bersama KEMITRAAN melalui Program Estungkara yang didukung oleh INKLUSI. Peserta yang hadir berasal dari organisasi perangkat daerah (OPD) seperti Bappeda, Dinas Sosial, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dari empat kabupaten, yakni Bungo, Sarolangun, Merangin, dan Tebo.
Kabid Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah Bappeda Provinsi Jambi, Nurjanah Pangeran, menyatakan pentingnya memastikan kelompok marginal seperti Suku Anak Dalam (SAD) masuk dalam dokumen perencanaan daerah.
Berdasarkan data KKI WARSI, terdapat 5.650 jiwa SAD yang telah memiliki NIK, namun belum sepenuhnya mengakses layanan dasar.
“Dalam konsultasi awal RPJMD beberapa kabupaten, belum ditemukan intervensi eksplisit terhadap kelompok marginal. Kami berharap kegiatan ini bisa memberi arahan teknis dan strategis dalam merumuskan kebijakan yang inklusif,” ujar Nurjanah.
Direktur PEIPD Ditjen Bangda, Iwan Kurniawan, yang hadir sebagai narasumber, menegaskan bahwa integrasi GEDSI dalam RPJMD merupakan mandat dari Inmendagri No. 2 Tahun 2025.
Ia menekankan pentingnya konsistensi antara RPJMD dengan target pembangunan nasional, termasuk pemetaan pendapatan dan kesempatan kerja yang inklusif.
Berbagai organisasi masyarakat sipil turut menyampaikan pandangan dalam diskusi. Perwakilan Aliansi Perempuan Merangin (APM), Sutiyem, mendorong partisipasi perempuan marginal sejak musyawarah pembangunan di tingkat desa hingga kabupaten.
Perwakilan PEKKA dari Bungo juga menegaskan pentingnya pelibatan mereka dalam proses konsultasi publik.
Zubaidah dari Beranda Perempuan menyoroti masih adanya eksklusi terhadap perempuan adat, sementara akademisi dan spesialis gender, Wenny, mengusulkan program ekonomi alternatif seperti pertanian organik untuk mengurangi kerentanan sosial dan ekonomi.
Dalam sesi diskusi kelompok per kabupaten, peserta membahas rancangan awal RPJMD mereka dengan menyesuaikan prinsip-prinsip inklusi pada konteks lokal masing-masing.
Format ini memberi kesempatan untuk menyempurnakan logika kebijakan serta mendapatkan masukan langsung dari fasilitator.
Perwakilan Pundi Sumatra, Yori Sandi, menyebut Sarolangun sebagai wilayah dengan intensitas konflik tinggi antara komunitas SAD dan pihak lain, sehingga pendekatan budaya dinilai penting untuk penyelesaian damai.
Sementara itu, KKI WARSI menyoroti dampak struktural dari hilangnya ruang hidup Orang Rimba akibat konsesi perusahaan sejak tahun 1980-an.
“Masalah mereka bersumber dari kebijakan, maka solusinya juga harus struktural dan lintas sektor,” ujar Robert dari WARSI.
Workshop ini diharapkan dapat memperkuat integrasi GEDSI dalam dokumen RPJMD sekaligus meningkatkan kolaborasi antara pemerintah daerah dan masyarakat sipil demi perencanaan pembangunan yang lebih partisipatif, adil, dan responsif.
Editor: Julisa