Oleh: M. Rizky Akbar*
Oerban.com — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini mengeluarkan kebijakan melarang kegiatan study tour bagi siswa di wilayahnya. Langkah ini diambil untuk meringankan beban finansial orang tua dan mengurangi risiko keselamatan siswa.
Dedi menekankan bahwa perpisahan sekolah tetap diperbolehkan, namun kegiatan yang membebani orang tua secara finansial, seperti study tour, sebaiknya dihindari.
Kebijakan ini mendapatkan respons positif dari sejumlah orang tua siswa yang merasa terbantu dengan pengurangan beban biaya pendidikan. Mereka berharap larangan ini dapat direalisasikan dan tidak hanya sebatas wacana.
Dedi Mulyadi, atau yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM), saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Ia membuat kebijakan untuk melarang adanya kegiatan study tour sekolah.
“Saya akan membuat surat edaran dan di dalamnya bagi sekolah, guru, kepala sekolah yang memaksakan kegiatan tersebut, kami akan memberikan sanksi yang tegas, karena Anda adalah ASN (Aparatur Sipil Negara) yang terikat dengan peraturan,” kata Dedi.
Menurut saya, kebijakan ini sangat baik untuk diterapkan pemerintah. Kebijakan ini pasti memiliki dampak yang positif, terkhusus bagi orang tua siswa.
Karena pungutan study tour sangat meresahkan bagi sebagian masyarakat di Jawa Barat. Ini merupakan suatu langkah yang strategis, mencerminkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang tua siswa.
Hal positif ini tentunya sangat layak untuk diterapkan oleh pemerintah daerah lain, karena akan mengurangi beban pengeluaran orang tua siswa dan menjaga keselamatan siswa.
Saya berharap Pemerintah Provinsi Jambi juga ikut menerapkan kebijakan seperti ini guna membantu atau mengurangi beban orang tua siswa.
Gebrakan ini juga sudah diikuti oleh provinsi lain. Pemerintah Provinsi Banten, misalnya, melarang adanya study tour ke luar kota.
Wakil Gubernur Banten, Achmad Dimyati Natakusumah, menyatakan bahwa kegiatan study tour cukup dilakukan di dalam wilayah Banten untuk mengurangi beban orang tua dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sejumlah sekolah di Banten mendukung larangan ini dan memilih untuk mengenalkan siswa pada kebudayaan lokal serta dunia industri di sekitar mereka.
Orang tua siswa pun menyambut baik kebijakan tersebut dengan harapan anak-anak mereka dapat lebih mengenal lingkungan sekitar tanpa harus mengeluarkan biaya besar.
Namun, kebijakan ini juga berdampak bagi sebagian pihak, yaitu pelaku industri pariwisata, termasuk agen perjalanan, hotel, restoran, dan objek wisata.
Walaupun kebijakan ini diterapkan untuk mengurangi beban bagi orang tua siswa, kebijakan ini tentu memiliki pro dan kontra karena banyak juga pihak yang merasakan kerugian atas kebijakan tersebut.
*Penulis merupakan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Jambi