email : [email protected]

24.5 C
Jambi City
Senin, Mei 20, 2024
- Advertisement -

HUJAN SENJA (Bagian 2)

Populer

Pintu berderit, perlahan terbuka lebar. Teman-teman ku Riri, Luna dan Lira mendekati tempat tidurku. Mata mereka memerah, penuh dengan penyesalan. Mereka menatapku prihatin. Duduk disamping kiri kananku dan kemudian tersenyum lembut.

“Bagaimana keadaanmu Sa? Bagian mana yang sakit?”, tanya mereka bersahut-sahutan.

“Semua baik-baik saja, hanya saja ada lingkaran aneh dipinggangku”, balasku sambil memperlihatkan pinggangku. Mereka terkejut melihat tanda aneh itu, tangan mereka spontan meraih pinggangku. Perlahan mukaku menyeringai menahan pedih.

“Apa itu sakit?”, tanya Riri iba.
“Sedikit, tapi ini baik-baik saja”, timpalku tersenyum kecil untuk memastikan bahwa ini memang tidak terlalu sakit.

“Maaf Sa, ini semua salah kami”, ujar Luna.
“Tidak ini salahku, aku yang mengajak kalian semua untuk bermain hingga senja. Padahal Riri sudah mengingatkan kita. Tapi aku…”, ucapku terputus.

“Tidak ini salahku. Kau tak tau? Bahwa sehabis kalian bersembunyi, aku memutuskan untuk tidak mencari kalian tapi aku malah diam-diam pulang. Aku takut mitos itu, jadi kuputuskan untuk meninggalkan kalian. Hingga ke-egoisanku ini membuatmu menghilang. Maafkan aku Sa”, ujar Riri.

“Tidak ini salahku. Jujur aku kepergok kelakuan aneh Sasa ini. Kau bicara sendiri dibawah pohon itu. saat itu otakku lansung tau bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dari persembunyianku aku memperhatikan langkah anehmu. Kau tampak ingin pulang kerumah. Aku hanya diamkan saja kau berlalu, padahal aku bisa meneriakimu, memberhentikan langkahmu. Seandainya saja itu kulakukan, pasti semuanya akan baik-baik saja, maafkan atas ketakutanku ini Sa”, ucap luna menyesal.

“Tidak, tidak. Ini salah kita semua. Seharusnya kita mendengarkan kata ibu kita. Mungkin hal buruk ini tak akan terjadi”, ujar Lira menenangkan semuanya. Setelah ku pikir-pikir ada benarnya kata Lira. Seandainya saja aku percaya mitos yang dikatan ibu itu mungkin hal ini tak akan terjadi. Aku membenci diriku. Membenci hatiku yang keras dan sok-sok merasa kuat itu.

Setelah kejadian itu aku tetap bermain permainan kesukaanku itu yaitu petak umpet. Meski pun sempat trauma selama kurang lebih seminggu. Aku mengurung diri dikamar. Shok berat akibat kejadian aneh itu. Tapi ibuku malah menyuruhku untuk kembali bermain diluar. Ibuku menjadi prihatin dengan keadaan anehku. Ibu bilang rumah menjadi berbau aneh. Tiada lagi tawa kecekikan dariku sehabis bermain. Tiada lagi cerita-cerita aneh dari petualanganku diluar rumah sana. Ibu bilang, ia merindukan tawa bahagiaku. Hanya saja bermain ada batasannya. Ketika magrib berarti sudah waktunya shalat bukan lagi waktu bermain. Semua ada aturannya. Begitulah kata ibu. Semenjak ibu memintaku bermain, bahkan ibu menyuruh teman-temanku kerumah untuk membujukku bermain bersama mereka. Mereka berjanji untuk menjaga satu sama lain. Karena itulah aku mulai kembali bermain keluar rumah. Menemukan diriku kembali. Menemukan keceriaanku kembali. Aku menyayangi ketiga sahabatku ini. Dan ketika hujan turun senja ini membuat aku merindukan mereka.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -

Artikel Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru